Indonesia tidak kekurangan film drama romantis. Belum lama ini kita mendapatkan salah satu yang terbaik sepanjang masa: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Secara aspek film, Ancika (dan film-film Dilan sebelumnya) tidak satu level dengan film garapan Yandy Laurens tersebut. Secara popularitas? Dilan bisa dikatakan jauh lebih populer apalagi dikalangan ABG.
Dibanding Jatuh Cinta Seperti di Film-film, seri Dilan kisahnya tidak rumit, tapi cukup buat diri tersenyum sendiri. Nah, Ancika: Dia Yang Bersamaku 1995, meneruskan apa yang works dalam trilogi Dilan.
Sebelum gas pol ke review, penulis mau kasih disclaimer dulu nih. Penulis belum pernah menonton Dilan 1990 sampai selesai. Kedua sekuelnya malah belum pernah nonton sama sekali. Katakan saja jijik, tapi ya, Penulis memang jijik dengan gaya gombalan menye-menye ala Dilan.
Alih-alih bikin baper, gombalan ala Dilan malah bikin illfeel. Tambah lagi melihat umur Penulis yang bukan lagi tergolong remaja, makin tidak connect. Lalu kenapa Penulis menonton Ancika? Karena Penulis adalah Fans JKT48. Oshinya pun Zee. Jadi maaf apabila penulis agak kurang objektif, terutama aspek yang menyangkut paut Zee JKT48.
Ancika: Dia Yang Bersamaku 1995, adalah film reboot / sekuel kisah cinta Dilan. Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Pidi Baiq. Seperti judulnya, Ancika berlatar Kota Bandung pada tahun 1995an dan mengisahkan tentang Ancika (Zee JKT48) seorang gadis siswi SMA yang tomboy, berambut sebahu, cantik dan tidak takut siapapun.
Sepanjang film kita akan lebih mengenal siapa itu Ancika beserta keluarganya. Selain Ancika, obviously kita akan berjumpa dengan Dilan (Arbani Yasiz). Beda dengan Ancika, kita sudah tidak dikenalkan lagi dengan sosok Dilan. Asumsinya, kalau kalian nonton Ancika, sudah pasti nonton Dilan 1990 dan seterusnya jadi sudah tahu persis siapa itu Dilan.
Fokus pada Ancika ini berarti juga fokus kemampuan akting dari Zee JKT48. Selain cantik banget (baca: nyaris sempurna), akting Zee juga cukup baik, apalagi bagi orang yang mengenal Zee dan sering bertemu entah di Teater JKT48 atau ikut sesi Meet and Greet / 2shot.
Lucunya, di saat Zee adalah sosok yang periang dan murah senyum, Ancika malah kebalikannya. Ancika itu jutek dan lebih tertutup. Walaupun keduanya sama-sama tomboy, Zee sama sekali tidak ketus orangnya. Antara Zee dan Ancika, yang mirip adalah kesukaan keduanya akan tidur siang.
Akting Arbani Yasiz sebagai Dilan juga perlu diacungi jempol. Sebagai aktor yang mengambil alih karakter yang sudah melekat pada pribadi aktor lain, Arbani cukup memberikan warna baru untuk Dilan.
Dilan versi Arbani agak sedikit lebih mudah dicerna. Gombalan khasnya tidak lagi jijik namun menggelikan bahkan terkadang lucu. Mungkin terbantu dengan suara Arbani yang lebih biasa, dewasa, dan terkesan tidak dibuat-buat seperti Dilan versi Iqbaal. Chemistry antara Arbani dan Zee juga cukup bagus. Penulis tidak mau dikatakan cemburu tapi ya Penulis cemburu, Mohon dimaklumi.
Selain Ancika dan Dilan, beberapa karakter lain terkesan kurang dan cuma lewat saja. Contohnya karakter yang dimainkan oleh Gracia JKT48. Saking lewatnya, Penulis sampai lupa siapa namanya.
Lalu ada karakter yang ceritanya teman les Ancika. Karakter ini digambarkan suka dengan Ancika dan mencoba mendekatinya. Namun setelah karakter Dilan muncul, anak ini seperti hilang ditelan bumi.
Karakter lain yang cukup signifikan adalah Yadit dan Bono. Keduanya memberi warna untuk karakter Ancika dan Dilan, Yadit untuk Ancika, Bono untuk Dilan. Lewat Yadit, kita bisa melihat betapa cantiknya dan populernya Ancika sampai-sampai seorang pengusaha real estat saja sampai mengejarnya. Lewat Bono, kita melihat Dilan dan masa lalunya sebagai anggota geng motor.
Pacing lumayan menjadi masalah dalam film Ancika. Contoh salah satunya terkait latar Dilan sebagai aktivis yang mencoba melawan pemerintahan Presiden Suharto. Scene dimana Dilan mengikuti demo mahasiswa yang kemudian rusuh menurut Penulis kurang panjang dan terkesan tiba-tiba.
Tidak ada sepanjang film yang membangun sosok Dilan sebagai aktivis. Tiba-tiba saja Ia pergi “mengurus Indonesia” tanpa ada persiapan dan lain-lain. Makin kebelakang, makin parah. Sebagai film terakhir kisah cinta Dilan, ending film ini seperti diburu-buru. Padahal, startnya lumayan slow paced dan dibuat seperti akan ada sekuelnya. Tapi nyatanya? Tamat.
Sebagai penutup review ini, apabila kalian suka dengan Dilan 1990 dan seterusnya, kalian akan suka dengan Ancika: Dia Yang Bersamaku 1995. Chemistry Zee dan Arbani menjadi kuncinya dan mereka cocok memerankan Ancika dan Dilan. Walaupun pacingnya tidak seimbang dengan start yang lambat dan finish yang buru-buru, setidaknya ini menjadi awal mula yang baik untuk Zee JKT48 berkembang dan berkarya.