Sebagai sebuah series yang menceritakan salah satu pasukan khusus negeri sakura paling keren, House of Ninjas tidak penuh dengan aksi berkelahi ala Naruto. Adegan action dalam House of Ninjas hanyalah bumbu semata, sebagai pembuka / penutup setiap episode. ‘Daging’nya justru ada pada drama keluarga dan konspirasi politik / sekte sesat yang penuh dengan plot twist (yang kemungkinan agak bisa ditebak).
House of Ninjas bercerita tentang keluarga Tawara yang tidak lain adalah keturunan salah satu ninja paling terkenal: Hanzo Hattori. 6 tahun setelah kematian Gaku, anak tertua keluarga Tawara, mereka mencoba untuk hidup normal dan berhenti mendaki gunung lewati lembah bak Ninja Hattori.
Tema paling utama dari House of Ninjas adalah duka. Keluarga Tawara belum juga ‘move on’ dari kematian Gaku. Masing-masing anggota keluarga punya rasa bersalah mereka masing-masing. Haru, anak laki-laki kedua, masih merasa bahwa kematian Gaku adalah kesalahannya. Nagi, satu-satunya anak perempuan keluarga Tawara, masih sedih kehilangan kakak kesayangannya. Souichi sang Ayah, merasa kalau jalan Ninja bukan lagi jalan yang pantas untuk keluarganya dan secara sepihak memaksa mereka untuk hidup normal.
Walau sang Ayah merasa jalan ninja sudah terlalu berdarah untuk keluarganya, istrinya, Yoko, beranggapan beda. Menjadi ninja ia pandang sebagai alasan atas eksistensinya. Dan, hal itu didukung oleh Haru yang ingin menuntaskan rasa bersalahnya atas kematian Gaku. Sedikit banyak juga ada rasa kangen kembali beraksi sebagai Ninja.
Hal itu disambut BNM (Bureau of Ninja Management). Situasi itu mereka manfaatkan untuk menugaskan Haru dan Yoko dalam misi-misi berbahaya. Yah, Keturunan Ninja Hattori memang akan selalu menjadi Pembela Kebenaran dan Keadilan. Melalui misi-misi dari BNM itulah mereka menemukan adanya sekte sesat yang ingin membawa Jepang “menjadi lebih baik”.
Semua menjadi semakin rumit berkat hadirnya Karen, seorang jurnalis yang ingin membongkar kebenaran sekte sesat tersebut. Di sini Penulis tidak mau menceritakan lebih lanjut karena plot twist yang ada lumayan besar. Intinya: plot House of Ninjas cukup bagus walau memiliki pacing yang agak lambat di beberapa episode awal dan plot twist yang relatively mudah ditebak. Semua itu disajikan secara realistis dan grounded berkat lore yang mereka ambil tidak lain adalah sejarah yang bisa kalian baca di wikipedia.
Seperti yang sudah disebuykan sebelumnya, House of Ninjas cukup minim adegan action. Tetapi bukan berarti adegan yang sedikit itu tidak digarap dengan buruk. Sebaliknya, setiap adegan action dikoreografi dengan cantik, keren dan cepat. Walaupun durasi mereka sebentar, mereka cukup imersif dan penuh ketegangan. Perlu digarisbawahi, bagi kalian yang mengharapkan gore dan darah, sama sekali tidak ada di House of Ninjas.
Salah satu yang buruk menurut Penulis adalah penggunaan musik barat dalam series ini. House of Ninjas memang buah tulis Dave Boyle, writer/director asal Amerika Serikat, yang sepertinya dalam series ini channeling Tarantino yang sering kali menggunakan musik jadul dalam film-film mereka. Namun, untuk House of Ninjas yang bersetting di Jepang dengan aktor-aktor Jepang tentunya lebih pas apabila memakai musik dari negeri matahari terbit itu. Musik barat terasa out of place dan breaking the immersion.
Overall, bagi kalian yang suka Ninja, House of Ninjas bisa jadi tontonan kalian berikutnya. Rich in plot and lore, penuh dengan drama keluarga dan political thriller, ditambah lagi action scenes yang walaupun tidak banyak, what’s there is pretty well made. Minusnya hanya pada plot twist yang cukup bisa ditebak dan penggunaan musik barat yang sama sekali tidak connect dengan vibes ‘Jepang’