Pada bab ke-7 dalam novel ‘Dracula’ (1897) karangan Abraham “Bram” Stoker, narasi sedikit dialihkan dari Jonathan Harker, dkk, ke cerita mini tentang berlabuhnya kapal tak berawak di Whitby, Inggris. Di dalam kapal bernama Demeter itu ditemukan jurnal perjalanan sang nakhoda yang merunut peristiwa-peristiwa janggal yang ia dan awak kapal lainnya alami di tengah laut. Sang nakhoda yakin pelayarannya telah diintervensi oleh sesosok iblis yang kita kenal (atau diperkenalkan Bram Stoker) sebagai Count Dracula.
Premis The Last Voyage of the Demeter mengekor versi autentik Bram Stoker. Berbekal beberapa lembar dari bab itu, Andre Ovredal, selaku sutradara, cukup lihai mengolahnya menjadi suatu adaptasi yang komplet. Andre Ovredal memvisualkan apa yang sebenarnya dialami sang nakhoda Demeter beserta awak kapal lainnya lewat interpretasinya atas bab ‘The Captain’s Log’.
Film ini berkisah tentang Kapten Elliot (Liam Cunningham) beserta kru kapal Demeter, Clemens (Corey Hawkins), Wojchek (David Dastmalchian), Abrams (Chris Walley), Olgaren (Stefan Kapicic), dll, yang membawa kargo barang dari Varna ke Whitby. Sialnya, salah satu kargo di palka kapal Demeter berisi Dracula (Javier Botet).
Secara metode storytelling, The Last Voyage of the Demeter ajek dengan gaya narasi Bram Stoker. Film ini bertutur secara runut kronologi tragedi Demeter dari Juli-Agustus lewat catatan harian kapten kapal, Elliot, dengan teknik voice over. Karena itu, keunikan dan jiwa Stoker – yang dalam novel ‘Dracula’, sedari awal-akhir novel, bernarasi lewat catatan harian – sangatlah terasa. Walaupun Elliot tidak menjadi tokoh sentral.
Meski begitu, skenario Ovredal tak serta-merta plek ketiplek dengan novel aslinya. Demi durasi, tentunya, Sutradara ‘The Autopsy of Jane Doe’ (2016) ini menawarkan beberapa perubahan dan penyesuaian dalam The Last Voyage of the Demeter, seperti penambahan karakter, yang masih bisa diterima dan tak mengganggu pokok kisah Dracula. Justru bikin teror makin leluasa dan cerita makin mencekam.
Ditilik secara produksi, baik seting daratan maupun kapal, visual yang dihadirkan cukup meyakinkan. Abad ke-19 pada seting pelabuhan membawa nuansa lampau yang berhasil, setidaknya bagi saya, merasakan – kalau boleh berlebihan – debu, panas, bau, sampai potensi kejahatan yang ada. Namun sayang, barangkali, demi intensitas cerita khas monster in the house yang identik dengan suaka sempit, The Last Voyage of the Demeter seakan lupa mengeksplorasi visual lautnya lebih jauh saat sesi pelayaran.
Di sisi lain, ada satu hal yang agak mengganjal. Memang, setiap pembaca berhak punya theater of mind-nya masing-masing dalam mewujudkan sosok Dracula. Namun, saya sedikit berharap penampakan dan vokal sang Count lebih ‘manusia’ ketimbang ‘setan’.
Sebab – sebut saja ini pembelaan – dalam novelnya, Dracula dideskripsikan secara dominan sebagai “…seorang pria tua bertubuh tinggi. Wajahnya tercukur bersih, kecuali kumis panjang yang putih…” – terlepas dari beberapa momen Dracula sempat digambarkan sebagai sosok iblis dan kelelawar. Namun, tak salah juga Ovredal menjelmakan Dracula dalam sosok sesetan itu, meskipun saya agak terkejut dengan kemunculan awalnya yang mirip peranakan Sphynx.
Di samping itu, Overall juga masih setia dengan formula horor jumpscare (tidak banyak) yang berbarengan dengan scoring dar-der-dor, serta kebodohan karakter yang bikin cerita makin runyam supaya bisa menuju titik klimaks. Singkatnya, The Last Voyage of the Demeter cukup menyenangkan untuk ditonton walaupun tidak ada yang spesial dan membekas di hati.
Apabila di tarik ke belakang, Dracula adalah kisah akbar yang melegenda dan banyak orang sudah familier dengan sosoknya. Mentak ini jadi tantangan tersendiri bagi Ovredal dalam menggarap kisahnya. Apalagi, Stoker pernah bilang sebagian kisah Dracula adalah nyata. Beban pun makin berat. Sebab, Dracula adalah puncak karier Stoker yang begitu intim dengan Stoker.
Paling tidak, sebagai penulis yang karakter ciptaannya jauh lebih populer ketimbang penciptanya – bahkan keponakan Bram Stoker, Daniel Farson, menyebut Stoker sebagai “salah seorang pengarang buku termahsyur yang paling tak dikenal,” – penonton bisa mengenal dan merasakan secercah jiwa Stoker dalam The Last Voyage of the Demeter.