Thunderbolts (Source: IMDB)

Review Thunderbolts: Bukan Peak MCU, Tapi Wholesome

Thunderbolts mungkin menjadi salah satu—atau bahkan satu-satunya—film MCU yang terasa paling hangat dan menyentuh di fase 5. Meskipun tema kemanusiaan sudah muncul di beberapa film sebelumnya, film ini menghadirkan sentuhan yang lebih dalam dan personal, terutama lewat dinamika antarkarakter yang memiliki masa lalu kelam dan mencari penebusan atas dosa-dosa yang mereka lakukan di masa tersebut.  

 

Thunderbolts* mengisahkan sekelompok mercenaries, Yelena Belova (Florence Pugh), John Walker (Wyatt Russell), Ava Starr (Hannah John Kamen), dan Antonia Dreykov (Olga Kurylenko) yang direkrut Direktur CIA Valentina Allegra de Fontaine (Julia Louis Dreyfus). Mereka ditugaskan menghapus segala jejak percobaan manusia yang tengah diinvestigasi Pemerintah Amerika dengan melibatkan Bucky Barnes (Sebastian Stan). Namun, konspirasi dan sosok di balik percobaan itu lebih berbahaya dibanding perkiraan, memaksa mereka bekerja sama untuk bertahan hidup.

 

Thunderbolts (Source: IMDB)

Thunderbolts (Source: IMDB)

 

Di saat bersamaan, diskursus publik berkembang perihal absennya Avengers. Ya, untuk pertama kalinya, Avengers diakui bersifat non-aktif. Hal itu memunculkan pertanyaan besar siapa yang akan melindungi dunia, at least Amerika, ke depannya. Di sisi lain, jika Avengers baru dibentuk, kepada siapa mereka akan melapor nantinya? Berdasarkan hukum apa mereka akan bergerak? Hal itu  mengingat Avengers sebelumnya, di bawah kepemimpinan Captain America dan sokongan dana Tony Stark, technically adalah Private Military Company. 

 

Berdasarkan plot yang dihadirkan, Thunderbolts sebenarnya punya peluang untuk mengeksplorasi relasi antara superhero dan sistem hukum negara lebih jauh. Hal itu sempat dieksplor sebelumnya di The Winter Soldier dan Civil War. Di kedua film itu, Captain America  mempertanyakan kebijakan global surveillance SHIELD dan Sokovia Accord yang dicanangkan PBB.  Sebagaimana diketahui, Captain America menyakini Avengers tidak bisa bergerak bebas dan berpotensi dipolitisasi jika terikat pada satu pemerintahan tertentu. 

 

Sayangnya, elemen politis tersebut tidak dieksplor lebih jauh di Thunderbolts. Film in bermain aman, bahkan tidak berlebihan dikatakan terlalu “Vanilla”, dalam mengeksplor elemen politis tersebut untuk sebuah film di mana keamanan sebuah negara dipercayakan pada sosok-sosok bermasalah dan berpotensi menjadi liabilitas. 

 

Thunderbolts (Source: IMDB)

Thunderbolts (Source: IMDB)

 

Bagusnya, di sisi lain, film ini menyelesaikan salah satu “PR” besar MCU: menghadirkan kembali keterlibatan emosional penonton setelah era Endgame. Setelah antusiasme terhadap Deadpool vs Wolverine terasa datar dan Spider-Man: No Way Home menjadi pencapaian terakhir yang signifikan, Thunderbolts hadir sebagai film yang bisa dinikmati dengan ringan tapi tetap menyentuh.

 

Thunderbolts sempat digadang-gadang sebagai “jawaban” Marvel terhadap Suicide Squad, namun pada akhirnya keduanya punya kekuatan masing-masing. Valentina dan Amanda Waller, misalnya, sama-sama pemimpin manipulatif, tapi punya motivasi dan cara propaganda yang berbeda. Karakter seperti Bucky, Deadshot, Rick Flag, hingga Bloodsport, masing-masing menunjukkan gaya kepemimpinan yang unik. Perbandingan antar tim ini pada akhirnya bersifat sangat subjektif.

 

Sedikit trivia, Thunderbolts awalnya ditawarkan kepada James Gunn setelah kesuksesan Guardians of the Galaxy. Kevin Feige memperbolehkan Gunn mengerjakan proyek apapun selama GOTG sukses. Belakangan, Gunn memilih menggarap The Suicide Squad di DCEU bahkan menjadi salah satu bos DC Films yang menyebabkan Jake Schreier (Beef)  mengambil alih kursi sutradara.

 

Thunderbolts (Source: IMDB)

Thunderbolts (Source: IMDB)

 

Kembali ke cerita, dari segi struktur, Thunderbolts dibangun dengan cukup solid. Masalah diperkenalkan dengan baik, karakter-karakter muncul secara bertahap, dan konflik berkembang dengan ritme yang jelas hingga second act. Sayangnya, third act terasa terburu-buru, dengan klimaks yang kurang menggigit dan penyelesaian yang antiklimaks.

 

Secara penampilan, Yelena (Florence Pugh) dan Alexei (David Harbour) berhasil mencuri perhatian dengan chemistry mereka sebagai “ayah-anak”. Bucky (Sebastian Stan) juga menunjukkan perkembangan karakter yang konsisten sejak film sebelumnya. Namun, banyak karakter lain terasa kurang tergarap. Bahkan tanpa menonton beberapa film atau serial MCU sebelumnya, penonton tetap bisa mengikuti cerita film ini—yang bisa jadi kelebihan, tapi juga menunjukkan lemahnya keterkaitan antarfilm.

 

Pada akhirnya, Thunderbolts layak ditonton sebagai film yang menyajikan hati di tengah hiruk pikuk superhero. Ada nuansa politik, ada drama emosional, tapi jangan terlalu berharap pada ledakan besar atau inovasi cerita. Cukup nikmati saja—karena kejutan-kejutan kecil di dalamnya bisa sangat menyenangkan.

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment