Mufasa (Source: IMDB)

Review Mufasa The Lion King: Tipikal Prekuel Disney, Gak Penting

SPOILER ALERT!

Sebagai penonton film, berapa kalikah kita bertanya-tanya tentang awal mula hidup karakter yang kita lihat dilayar? Yak betul, hampir tidak pernah. Karena terkadang, kisah awal karakter tersebut tidak cukup penting untuk memahami film yang kita sedang tonton saat itu.

 

Contoh: Star Wars. Karena penomorannya, banyak orang yang tidak paham dan menontonnya dari Episode I-VI bukan Episode IV-VI dulu baru lanjut ke Episode I-III. Alhasil membuat reveal bahwa Darth Vader adalah ayah Luke Skywalker jadi garing, karena kita sudah tahu dari ending Episode III. Ketidakpentingan ini juga termasuk untuk film Mufasa: The Lion King, yang menceritakan masa muda Mufasa dkk jauh sebelum kisah Simba di The Lion King.

 

Dalam film Mufasa: The Lion King, Mufasa (Aaron Pierre) adalah seekor anak singa yatim piatu yang di “adopsi” oleh Taka (Kelvin Harrison Jr.), seekor anak singa bangsawan. Keluarga Taka sama sekali tidak menerima Mufasa, namun Mufasa dan Taka tumbuh bersama menjadi saudara.

 

Mufasa (Source: IMDB)

Mufasa (Source: IMDB)

 

Suatu hari saat berburu, Mufasa membunuh anak dari Kiros (Mads Mikkelsen), singa putih yang lalu memburunya dan Taka untuk membalas dendam. Dalam perjalanan mereka itulah mereka bertemu dengan Sarabi (tiffany Boone), Zazu (Preston Nyman) dan Rafiki (Kadiso Lediga).

 

Plot-wise, Mufasa cukup oke karena lepas dari rantai “remake” yang ada pada sekuelnya tahun 2019 silam. Ceritanya lebih bebas dan berkat animasinya yang jauh lebih baik (we’ll get to it in a second), menjadikan kisahnya cukup emosional. Tema Mufasa adalah persaudaraan, tanggung jawab, dan keberanian dimana menjadi raja bukan hanya soal garis keturunan dan dapat juga diukur dari kelayakan. 

 

Hanya saja, dari tahun 90an, penulis selalu tahunya kalau Mufasa dan Taka (Scar) adalah saudara secara darah, dimana Scar adalah adiknya yang merasa lebih pantas menjadi raja dibanding kakaknya, layaknya banyak kisah raja-raja pada umumnya (paling baru seperti cerita House of the Dragon). Dengan hadirnya Simba, Scar makin merasa kesal karena kesempatannya jadi raja semakin hilang. Karena retcon film Mufasa, yang menyatakan bahwa Mufasa dan Taka (Scar) bukanlah saudara dalam darah, coup d’etat yang dilakukan Scar di The Lion King kehilangan impactnya. Tidak seberapa menusuk di hati.

 

Mufasa (Source: IMDB)

Mufasa (Source: IMDB)

 

Kembali lagi ke film Mufasa, perubahan Taka menjadi Scar juga terasa sangat cepat and doesn’t feel earned at all. Dalam perjalanan mereka, Taka diam-diam menyukai Sarabi dan sudah mengecap Sarabi sebagai ratunya kelak. Tetapi Sarabi lebih memilih Mufasa.

 

Penulis tahu sakit hati itu memang bisa membuat luka yang dalam, tapi apakah mungkin, belum jadi apa-apa, masih dalam masa pdkt, tapi pas ditikung oleh saudaranya sendiri langsung dendam kesumat? Langsung berkhianat sedemikian rupa? Yah mungkin kisah cinta penulis belum pernah sampai semenyakitkan itu, tapi tetap saja penulis merasa konflik antara Mufasa dan Taka receh dan tidak berbobot.

 

Mufasa juga diceritakan sebagai flashback dimana Rafiki menceritakan kisah Mufasa kepada cucunya yaitu Kiara, anak Simba. Penulis tidak ada masalah sama sekali dengan metode penceritaan ini, hanya saja problemnya ada pada hadirnya Timon dan Pumba yang kadang memotong cerita Rafiki dengan berbagai guyonan dan tingkah khas mereka. Di The Lion King penulis tidak merasa 

 

Mufasa (Source: IMDB)

Mufasa (Source: IMDB)

 

Despite all that, setidaknya animasi Mufasa jauh lebih baik daripada The Lion King (2019). Berry Jenkins (Moonlight) tidak menyajikan Mufasa seperti nature documentary seperti yang dilakukan Jon Favreau. Binatangnya sekarang sudah bisa memunculkan berbagai macam emosi. Hilang sudah tatapan mata kosong dan ekspresi kaku dari The Lion King. Perubahannya tidak cukup signifikan sih, kalau kalian expect gaya raut wajah ekspresif layaknya kartun The Lion King ya sudah pasti tidak mungkin. Tapi setidaknya kini kita bisa melihat wajah senang Mufasa bersama orang tuanya dan wajah sedihnya saat ia menjadi yatim piatu.

 

Penambahan emosi ini juga turut elevates scene bernyanyi. Tambah lagi voice acting para casts yang sangat epik. Aaron Pierre cukup bagus sebagai Mufasa muda. Suaranya terkadang mirip seperti James Earl Jones muda. Kelvin Harrison Jr. juga cukup baik sebagai Taka (Scar). Semakin ke akhir film, suaranya semakin mirip dengan suara Scar, hanya saja bukan Scar dalam The Lion King (2019) melainkan lebih mirip suara Scar versi Jeremy Irons di The Lion King (1994).

 

Dalam review Moana 2 penulis sebelumnya, penulis menyatakan bahwa tidak terlibatnya Lin-Manuel Miranda dalam projek sekuelnya tersebut menjadikan lagu-lagu Moana 2 menjadi tidak ada yang bagus. Lalu bagaimanakah dengan lagu-lagu dalam Mufasa yang dikerjakan oleh Lin-Manuel Miranda? Eh… overall sih bagus. Dibandingkan dengan Moana 2, lagu-lagu Mufasa masih catchy dan bisa meninggalkan kesan saat keluar dari bioskop. Tapi apabila dibandingkan dengan lagu-lagu The Lion King garapan Sir Elton John? Kalah jauh.

 

Mufasa (Source: IMDB)

Mufasa (Source: IMDB)

 

Dari 7 track lagu, sebagian besar menurut penulis cukup bagus. Milele, walaupun tidak sebagus Circle of Life, cukup oke sebagai lagu pembuka. I Always Wanted A Brother menurut penulis cukup comparable dengan I Just Can’t Wait To Be King. Lagunya upbeat dan catchy. Liriknya juga turut memperlihatkan betapa bedanya karakter Mufasa dan Taka. Bye-Bye yang jadi villain song dalam film ini bila dibandingkan dengan Be Prepared di The Lion King (2019) jelas jauh lebih superior. Mads Mikkelsen terdengar playful dan bengis at the same time dalam lagu ini. We Go Together juga salah satu yang bagus. Overlapping lyrics khas Lin-Manuel Miranda terdengar jelas dalam lagu ini.

 

Sayangnya, 2 lagu terakhir menurut penulis kurang bagus. Tell Me It’s You yang kurang lebih adalah Can You Fell the Love Tonight versi kurang catchynya. Belum lagi perubahan keraguan Mufasa dalam liriknya yang dari tidak yakin ke yakin yang hanya berproses dalam kurang lebih 2 bait saja. Perubahan cepat itu berlanjut ke lagu berikutnya: Brother Betrayed yang mana menggambarkan perubahan Taka ke Scar dan patah hatinya akan cintanya ke Sarabi yang padahal masih dalam proses pdkt.

 

To end the review, apakah Mufasa layak untuk ditonton fans berat The Lion King? Jujur karena perubahan status persaudaraan antara Mufasa dan Taka, penulis tidak bisa merekomendasi film ini. Apalagi kalau ditonton in one sitting. Kisah di The Lion King jadi agak kurang makes sense. Tapi apabila ditonton sebagai film stand alone yang tidak berhubungan dengan The Lion King, film ini cukup menghadirkan kisah yang emosional, penuh dengan life lessons yang cukup penting untuk dicerna oleh anak-anak. Lagu-lagunya juga not half bad dan kemungkinan masih bisa nyangkut ditelinga saat keluar dari bioskop. 

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment

ten − nine =