Tidak banyak film-film yang menggambarkan liku persahabatan yang terputus karena rasa bosan yang menyerang di satu sisi. Di sisi lain, hidup terkadang menghadirkan tragedi yang bisa jadi bukannya membuat hati terenyuh, tapi memancing senyum kecut atas keputusan yang diambil dalam hidup.
Pada dunia modern dimana media sosial telah menghapus batas pertemanan, putusnya ikatan persahabatan mungkin dapat digantikan dengan sosok yang ditemui di Facebook, Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Namun tidak demikian di abad ke-20, di sebuah pulau terpencil, dimana semua orang saling mengenal satu sama lain.
Bagi Martin McDonagh, yang dikenal lewat karya bernuansa komedi gelap dan satir seperti hubungan antara kecelakaan kerja dengan takdir di film In Bruges, persinggungan antara sifat kejam manusia dengan realita dalam fiksi Seven Psychopath, ataupun lika-liku emosi banyak manusia di Three Billboards Outside Ebbing, Missouri, konflik persahabatan di pulau terpencil seperti The Banshees of Inisherin berubah menjadi suatu yang tragis nan melankolis.
Kisah Putusnya Persahabatan dan Keputusasaan
Di sebuah pulau indah yang terpencil dari sengitnya hiruk pikuk Perang Saudara Irlandia, hari Pádraic Súilleabháin (Colin Farrell) diisi oleh kebingungan dengan perubahan sikap sahabatnya, Colm Doherty (Brendan Gleeson) yang tiba-tiba mengabaikannya. Diselingi oleh pertanyaan dari para penduduk pulau, termasuk adiknya Siobhán (Kerry Condon) dan pemuda desa yang bermasalah Dominic (Barry Keoghan), Pádraic terus mengejar Colm untuk mencari penjelasan perubahan sikapnya.
“Aku hanya tak menyukaimu lagi.” Ucap Colm kepada Pádraic. Melihat kekerasan kepala Pádraic, seorang peternak lugu yang membicarakan segala hal-termasuk yang dia temukan di kotoran keledainya atau kuda poni, Colm mengancam akan memotong satu jarinya yang digunakan untuk bermain biola (Colm adalah seorang musisi folk) bila Pádraic masih berbicara kepadanya. Untuk menunjukkan tekadnya, Colm melemparkan potongan jarinya ke pintu Pádraic setelah di malam sebelumnya Pádraic memaksa bicara dengannya.
The Banshees of Inisherin berjalan dengan pelan dan lambat, yang memberikan kita waktu untuk menikmati pemandangan pulau terpencil Irlandia yang didukung oleh pengambilan gambar oleh sinematografer Ben Davies. Cerita yang lamban sendiri menyediakan wadah bagi sebagian warga Pulau Inisherin yang monoton namun tetap menyajikan warna segar nan menggelitik berkat penggunaan aksen Irlandia yang tidak sering dipakai dalam film-film berbahasa Inggris (baik rilisan Britania Raya atau Amerika Serikat).
Pengambilan gambar seakan mendukung kesan metaforik yang ingin diangkat oleh McDonagh tentang pemikiran masing-masing karakternya, terutama tentang perasaan kedua karakter utama yang seakan memberitahu isi hati mereka tanpa berkata-kata. Kita seakan diajak memahami isi hati Colm, seorang musisi tua yang sering menghabiskan waktunya di tepi pantai, berusaha menggubah lagunya yang dapat membuatnya dikenang. Berada di tepi pantai seakan mengartikan bahwa waktunya tak lama lagi, dan sebagai seorang seniman, dia ingin diingat lewat karyanya seperti Mozart.
Sebaliknya, Pádraic, seorang peternak lugu, tidak mempedulikan bagaimana dia dikenang nanti. Hari-harinya banyak dihabiskan di pub, menenggak bir hitam, merawat keledainya yang diberi nama Jenny, atau mengobrol dengan Dominic yang memiliki peran sebagai comic relief (yang dikisahkan berakhir tragis). Bagi Pádraic, perbuatan baik lebih baik untuk dikenang daripada sebuah karya, karena perbuatan baik memiliki kenangan yang lebih berarti dibandingkan karya orang lain.
Semua jalinan karakter yang ditampilkan McDonagh mendapatkan porsinya tersendiri agar kita dapat memahami isi pikiran mereka. Suasana perubahan hati ditampilkan dengan suasana santai, diselingi oleh pemandangan indah pulau, yang berbeda dengan kerumitan hubungan manusia perkotaan seperti di Seven Psychopath atau Three Billboards Outside Ebbing, Missouri. Semua kompleksitas ini semakin sempurna dengan pemilihan tempat di pulau terpencil di Inisherin, yang dapat membuat sebagian orang muak dan kehilangan kewarasannya.
The Banshees of Inisherin = Kefrustasian Hidup
Meskipun tidak tampil sekompleks Seven Psychopath atau sekomedik In Bruges, The The Banshees of Inisherin menghadirkan sosok-sosok frustasi dengan kehidupannya seperti Colm dan Siobhan. Bahkan sosok Pádraic juga terkadang frustasi dengan apa yang terjadi di kehidupannya. Segala kefrustasian yang berasal dari perasan ketidakberdayaan yang menjangkiti diri seakan menjadi pencetus pilihan keputusan yang diambil masing-masing karakter.
Perubahan yang terjadi dalam hidup dapat menimbulkan rasa frustasi, namun perasaan tersebut dapat dilalui bila seseorang dapat menerima dirinya dan menyadair bahwa dirinya harus berubah, seperti yang dikatakan Colm kepada Siobhan bahwa dirinya berubah. Segala perubahan pasti ada alasannya. Bisa jadi perasaan frustasi juga menjadi penanda masa depan, seperti kehadiran nenek tua Ny. McCormick yang berpenampilan seperti Kematian di film The Seventh Seal atau sebagai interpretasi dari banshee, sosok wanita yang menjerit untuk memberitahu kematian akan mendekat dalam mitologi Irlandia.
Kefrustasian yang berasal dari ketidakberdayaan dapat tercetus oleh berbagai hal, seperti kenyataan bahwa akhir hidup sudah mendekat ataupun menyadari bahwa perbuatan baik sepanjang hidup sia-sia belaka. Dalam film ini, McDonagh menggambarkan dengan pilu yang terasa secara tersirat (bayangkan jari anda terputus dan darah masih menempel namun anda masih bisa asyik menggesek biola) ataupun yang tersurat. Dalam hal ini, tak ada yang lebih bisa menggambarkan tragikomedik ala McDonagh seperti Gleeson lewat ekspresi yang tidak tertebaknya dan Farrel lewat gestur konyol dan ocehannya.
Tidak semua karakter memiliki akhir yang bahagia seperti film-film Disney ataupun tragis ala Achilles. Namun di film karya McDonagh, terkadang berbagai kejadian dalam hidup hanya dapat dihadapi dengan menerima nasib sembari menghela nafas panjang dan menunggu akhir yang pasti tangmenjadi pilihan terbaik. Terkadang bila sampai di titik tertentu, seseorang akan mengambil pilihan yang ekstrem, seperti Colm yang memotong semua jarinya atau Pádraic yang membakar rumah Colm setelah keledainya mati tersedak oleh jari-jari Colm.
Kefrustasian yang dialami Colm sendiri mengarah pada kondisi depresi yang dialami oleh Colm itu sendiri, yang menyadari bahwa waktunya hidup tak lama lagi dan dia belum mempunyai suatu karya untuk dikenang. Pádraic juga memiliki kefrustasiannya sendiri ketika dia menyadari perubahan dalam diri Colm secara mendadak dan dia berusaha untuk mendapatkan kembali persahabatannya dengan Colm. Kefrustasian yang terjadi di pulau terpencil dapat meledak, seperti pilihan Siobhan untuk pergi meninggalkan kedamaian Inisherin dan tinggal di pulau yang masih diliputi peperangan.
The Banshees of Inisherin menyajikan permasalahan ini melalui kacamata Pádraic, yang ketenangan hidupnya terusik. McDonagh bertujuan agar kita merasakan kompleksitas suasana masyarakat Inisherin yang terasa komedik dalam kaca mata Pádraic, sekaligus memperlihatkan bagaimana sulitnya memahami situasi dalam cerita persahabatan Colm dan Pádraic, seperti ketika Colm mengantarkan Pádraic pulang setelah dihajar petugas polisi Kearney yang merupakan ayah Dominic dan sering memukul anaknya.
Mengakhiri review ini, pada akhirnya, kefrustasian yang dialami karakternya tidak berlangsung selamanya, namun ada jeda yang damai sebelum timbul lagi konflik, seperti latar Perang Saudara Irlandia yang menjadi latar waktu dalam film.
1 comment
[…] Tidak ada dialog kontemplatif yang sengaja dibiarkan hening seperti yang kita jumpai di The Banshees of Inisherin. Marvel ingin semuanya terdengar riuh seperti sebuah wahana […]