Dari gelaran TIFF beberapa minggu lalu, ada beberapa film yang melakukan premierenya lalu dirilis secara digital melalui platform streaming berbayar Netflix. Salah satunya adalah Fair Play, debut film panjang sutradara Chloe Domont yang banyak dikenal menyutradarai beberapa serial TV. Dalam film panjang debutnya ini, Domont menggaet Phoebe Dynevorz yang dikenal dari series Bridgerton, serta Alden Ehrenreich, yang menjadi Han Solo dalam film Solo : A Star Wars Story, sebagai pemeran utamanya.
Fair Play mengambil kisah sepasang kekasih, Emily dan Luke, yang sama-sama bekerja sebagai analis di salah satu perusahaan yang bergerak di dunia saham. Dunia saham yang fluktuatif dan tak menentu, juga dirasakan dan dialami oleh mereka sebagai sepasang kekasih.
Di awal kita akan diperhadapkan pada suasana canggung di antara keduanya yang kemudian berkembang menjadi kian serius dan berujung pada lamaran Luke kepada Emily. Emily jelas menerima lamaran itu, hanyut dalam kebahagiaan yang membuat hatinya berbunga-bunga. Seketika itu juga ia menganggap seisi dunia seolah hanya miliki ia dan Luke. Saking intimnya hubungan keduanya, tak sedikit yang iri pada Luke dan Emily.
Namun, romansa dua rekan kerja itu tidak berlangsung lama. Saat salah satu manajer perusahaan tempat mereka bekerja dipecat, mulai beredar rumor Luke akan dipromosikan. Namun, rumor itu, seperti rumor pada umumnya, hanya berakhir menjadi omong kosong.
Pagi-pagi buta, Emily mendapatkan panggilan dari Campbell, atasan mereka, untuk bertemu. Pertemuan dilakukan sangat singkat dengan hasil bahwa Emily lah yang akan mengisi posisi manajer, bukan Luke. Setelah itu, kemesraan antara Emily dan Luke tidaklah sama seperti dulu lagi.
Ternyata sulit bagi Luke untuk memisahkan hubungan professional dan personal. Ketika Emily naik pangkat, Luke menganggapnya pengkhianatan. Ia yang berjiwa kompetitif merasa dilangkahi. Hubungan yang semua romantis berubah hostile. Ambisi Luke berubah dari membangun hubungan dengan Emily menjadi melebihi Emily dalam hal pangkat.
Dalam durasi yang kurang dari 2 jam, film ini berhasil mempertunjukan kisah sensual yang menggambarkan kompleksitas perasaan dan emosi ketika hubungan personal dan professional tercampur aduk. Di dunia nyata, tak jarang ada kasus pasangan yang berpisah ketika hubungan personal mereka terganggu oleh hal-hal professional yang mereka kerjakan bersama. Dalam hal itu, tak jarang juga diakibatkan pria yang tak mau dikalahkan perempuan.
Direksi itu membuat Fair Play menjadi sangat relatable. Tak ada hal yang tak masuk akal ataupun dibuat-buat di film ini dalam kaitan romansa dua rekan kerja. Emosi yang dilontarkan dari setiap pemainnya sangat intens, berjalan beriringan dengan cerita yang semakin kompleks. Kita akan dihadapkan dengan perspektif yang berbeda dari Luke dan Emily sehingga konflik dapat dilihat secara menyeluruh dari sudut pandang keduanya.
Selain itu, Fair Play juga menghadirkan issue gender yang walaupun hanya tersirat, tapi dapat dirasakan. Luke menjadi gambaran dari banyaknya Pria yang menganggap bahwa wanita yang memiliki posisi tinggi di perusahaan hanyalah sebagai ‘pemanis’ di jajaran tinggi perusahaan. Padahal, Emily mendapatkan posisi itu memang karena murni kemampuannya.
Sayangnya, romansa dan persaingan yang awalnya dibangun dengan menarik itu kehabisan tenaga di akhir. Menjelang third act, kalian akan merasa frustasi karena tidak ada penyelesaian konflik yang konkret dari keduanya.
Adegan dewasa nan sensual dalam film ini juga tterasa berlebihan. Walaupun di beberapa bagian berhasil menunjukan emosi dan kedekatan Emily dan Luke, namun pada akhirnya terasa sedikit overused dan kurang dapat menyokong konflik Luke dan Emilu.
Terlepas dari itu, Fair Play berhasil membuat kita melihat sebuah realita yang terjadi ketika dua rekan kerja jatuh cinta. Fair Play, walau meninggalkan banyak tanya, menampilkan konflik yang menarik dan relatable. Penulis tidak kaget jika ada banyak yang tak puas dengan akhirnya nanti, tetapi begitulah adanya kisah Emily dan Luke. Sebuah film yang akhirnya membuka pertanyaan, “Apakah memang bisa menikah dengan rekan kerja?”