“You better not act like you are in a Wes Anderson’s movies”
Kalimat di atas menghiasi timeline Instagram kami beberapa hari terakhir. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba netizen berlomba-lomba mereplikasi gaya (atau cinematography) film Wes Anderson dalam kegiatan sehari-hari mereka. Ada yang mencoba melakukannya di rumah sendiri, di kereta, bahkan di bandara.
Diiringi score gubahan Alexandre Desplat dari salah satu karya Anderson, The Grand Budapest Hoteal, mayoritas video-video netizen tersebut menonjolkan framing tengah, warna pastel, serta font yang artsy. Hasilnya lumayan, not bad.
Walau hasilnya lumayan, kebanyakan dari video tersebut hanya menangkap sebagian kecil dari esensi gaya Anderson. Bahkan, apa yang charming dan quirky dari gaya Anderson pun hilang. Jelas kentara beberapa pembuat video baru mengenal atau menonton karya Anderson baru-baru ini saja seiring dengan ramainya timeline.
Untuk penggambaran yang lebih akurat dan hormat ke karya-karya sutradara asal Texas itu, kami meringkas apa yang menjadi ciri visual Anderson. Tentunya, dari sini, harapannya para content creator juga terdorong untuk menonton karya-karya Anderson, terutama karya-karya klasiknya di mana style-nya belum se-prominent sekarang.
1. Peter Pan Syndrome
Bagaimana orang dewasa ditampilkan adalah salah satu kunci untuk bisa mereplikasi gaya Anderson secara akurat. Apa yang ia coba tonjolkan dari karakter-karakternya bukanlah estetikanya, tapi psikologisnya. Jadi, bergaya hipster tidak selalu berarti “sangat Anderson”
Apa yang jelas dari karya Anderson adalah karakter-karakternya memiliki Peter Pan Syndrome. Appearance wise, karakter-karakternya terlihat dewas. Psychology wise, mereka cenderung childish, juvenile, dengan pemahaman kedewasaan mirip anak labil. Contohnya bisa dilihat pada karakter Royal di Royal Tenenbaums.
Apperance wise, dia terlihat tua, dewasa, dengan gaya berpakaian memberi kesan bijaksana. Psychology wise, Royal cenderung childish, sulit diatur, dan mengabaikan tanggung jawab untuk mendapatkan apa yang ia anggap bentuk kemerdekaan. Ia tidak sadar, atau sangaja tidak sadar, perilakunya menyusahkan keluarganya sendiri walau pada akhirnya Royal juga yang menyelamatkan keluarganya dari kehancuran yang ia perbuat.
So, be a bit childish akan membantumu untuk tampil lebih Wes Anderson-esque di reels.
2. Font
Walau beberapa film terakhirnya menunjukkan Anderson mulai berksperimen dengan font-font baru, ada dua jenis font yang menjadi ciri khasnya: Futura dan Helvetica
Kedua font tersebut cocok dengan gaya direksi Anderson yang direct-directing: Sederhana, Jelas, Ringkas, To The Point. Adapun font menjadi bagian penting dari karya-karya Anderson karena dia konsisten menebar teks atau informasi di film-filmnya.
Keberadaan teks mungkin terkesan seperti menyuapi informasi ke penonton. Namun, hal itu juga bisa dipahami bahwa Anderson menginginkan penontonnya lebih engage ke film-filmnya. Anderson sadar betul bahwa dengan “memaksa” penonton membaca teks yang ia sebar dengan font-font yang simple & direct, ikatan mereka ke film-filmnya akan lebih kuat dan meminimalisir salah tangkap pesan.
So, untuk lebih Wes Anderson-esque, gunakan font Futura dan Helvetica di content kalian.
3. Polygraphy
Masih soal teks, Anderson kerap menampilkan karakter-karakter filmnya menulis sesuatu. Seperti yang dijelaskan di atas, teks tulisan mereka kemudian ditampilkan secara utuh. Pendekatan ini dipakai Anderson untuk memberikan perspektif berbeda dalam menampilkan isi kepala karakternya.
4. Color Palette
Anderson memakai berbagai macam warna dalam film-filmnya. Karya-karya terakhirnya memberi kesan bahwa Anderson mengutamakan warna-warna pastel atau warna-warna terang dan saturated. Hal itu yang menonjol pada tren reels “Wes Anderson” akhir-akhir ini.
Sejatinya, ada tiga warna yang relatif sering dipakai Anderson: Cokelat, Kuning, dan Merah dalam berbagai varian shade-nya. Anderson mulai rutin memakai ketiga warna tersebut pasca film keduanya, Rushmore, yang lebih “suram”.
Jadi, untuk terlihat seperti film Wes Anderson, kalian tidak harus menonjolkan pallete warna-warni. Menonjolkan warna cokelat, kuning, dan merah sudah sangat Anderson. Tidak percaya? Tonton film-film pertamanya seperti Darjeeling Limited, Life Aquatic With Steve Zisou, dan The Royal Tenenbaums.
5. Seragam
Salah satu hal yang menonjol dari cara Anderson memvisualisasikan karakter-karakternya adalah “seragam” yang mereka kenakan.
Seragam di sini bukan seragam sekolah. Apa yang kami maksud adalah Anderson selalu memvisualisasikan karakter-karakternya dengan fashion sense yang spesifik dan konsisten. Saking konsistennya, sudah seperti seragam.
Salah satu contohnya bisa dilihat pada karakter Chas di The Royal Tenenbaums. Chas konsisten menggunakan track suit, dalam berbagai variannya, dari awal hingga akhir film. Contoh lain adalah crew Belafonte di The Life Aquatic with Steve Zisou di mana mereka semua memakai penutup kepala berwarna merah.
So, ketika mencoba meniru Wes Anderson, kalian tidak perlu stuck di satu pakaian. Berbagai pakaian tak apa asal stuck di satu fashion code.
6. Symmetry
Ini style Anderson yang paling jelas dan paling diingat kebanyakan orang, baik fansnya, penggemar baru, maupun penonton awam.
Anderson kerap mengabaikan rule of third dalam memposisikan objek. Ia lebih memilih menempatkan objek utama, baik benda mati maupun benda hidup, di tengah layar. Efeknya adalah sensasi simetri dan flat di mana semua terasa “rapih”.
Perlu dicatat, tidak semua simetri Anderson hanya memiliki satu objek di tengah. Terkadang ia bisa menempatkan beberapa objek sekaligus atau bahkan dua gambar berbeda, namun mirip satu sama lain, sehingga memberi kesan simetris. Contohnya bisa dilihat di The French Dispatch.
Dikutip dari situs Studiobinder, pendekatan tersebut diambil Anderson untuk memberi kesan film-nya seperti buku cerita dengan centerfold page-nya.
7. Tracking and Whip Pan
Cinematography Anderson yang flat membuatnya kerap menggunakan pergerakan kamera yang cenderung statis atau minim gerakan berlebih. Salah satunya adalah tracking shot.
Jika belum tahu, tracking shot adalah pergerakan kamera yang sifatnya lateral dan mengikuti gerak objekt tertentu. Umumnya, tracking shot bergerak dari kanan ke kiri, kiri ke kanan, atau maju mengikuti gerak objek.
Salah satu film Anderson yang banyak menggunakan tracking shot adalah The Darjeeling Limited. Hal itu menimbang sebagian besar setnya berada di dalam kereta yang memberi ruang gerak terbatas.
Sementara itu, Whip Pan adalah gaya Anderson memindah fokus (transisi) dari satu frame ke frame lainnya dengan menggerakan lensa kemara dari kiri ke kanan atau sebaliknya dengan cepat. Beberapa contohnya bisa dilihat di The Grand Budapest Hotel.
8. Slow Motion
Anderson kerap menampilkan karakter-karakternya bergerak secara slow motion. Umumnya, hal itu ia lakukan dalam momen-momen penting untuk meng-emphasis peran atau kisah utama karakternya.
Salah satu contohnya bisa dilihat di opening The Darjeeling Limited. Karakter Peter, yang diperankan Adrian Brody, ditampilkan berlari secara slow motion ketika mengajar kereta Darjeeling Limited.
Momen slow motion tersebut memberi signifikansi ke peran kereta Darjeeling Limited di mana Peter bahkan rela mengejarnya sambil membawa koper. Di kereta tersebut, Peter berkumpul kembali dengan saudara-daranya dan memulai pencarian ibunya.
So, kalian bisa memasukkan sedikit slow motion, dikombinasikan dengan gaya cinematography Anderson lainnya, untuk membuat reels yang lebih Anderson-esque.