Review The Quiet Girl: Anak Kecil Juga Butuh Didengar

Film yang masuk nominasi Oscar 2023 untuk kategori film berbahasa asing terbaik ini merupakan hasil adaptasi novel tipis karangan Claire Keegan berjudul Foster. Novelet ini diganjar Byrnes Short Story Awards atas kontribusinya terhadap budaya di Irlandia.

 

Novelet karangan Keegen sampai ke tangan Colm Bairead dan membuat sutradara asal Irlandia ini terpincut dengan ceritanya. Bairead gelisah dan tak bisa duduk tenang. Singkat cerita, singgalah ia di meja kerjanya dan mengolah Foster menjadi skenario mewah betajuk An Cailin Ciuin atau dalam bahasa Inggris, The Quiet Girl.

 

Sinopsis The Quiet Girl

 

The Quiet Girl (Source: IMDb)

 

Perspektif utama dalam The Quiet Girl adalah seorang gadis pendiam, Cait (Catherine Clinch). Tidak ada usia yang jelas untuk Cait, beberapa artikel menyebutnya bocah 9 tahun. Tapi ada pula yang menyebutnya gadis 12 tahun. Supaya tidak repot, simpulkan saja Cait ada di kisaran usia tersebut.

 

Cait tumbuh besar dalam lingkup keluarga yang burn out dengan urusan domestik. Sejak awal adegan, The Quiet Girl secara tegas menunjukan kehampaan ikatan emosi antara Cait dengan orangtua dan saudara-saudaranya.

 

Menjelang kelahiran adik bungsunya, Cait dititipkan ke sepupu ibunya, Eibhlin (Carrie Crowley). Di sini ia menghabiskan libur musim panas, sekaligus membantu di peternakan yang dikelola Eibhlin dan suaminya, Sean (Andrew Bennett).

 

Meski awalnya kesulitan beradaptasi dengan pasangan paruh baya tersebut, Cait memeroleh apa yang tidak ia dapat di keluarga biologisnya, kehangatan keluarga. Bersama orangtua sementaranya ini, Cait diajari memasak, sering dimintai pendapat, dibelikan baju, dan dilibatkan dalam banyak aktivitas.

 

Sebagai penggerak cerita, Cait karakter yang unik sekaligus kompleks. Ia adalah gadis yang waspada dengan situasi di sekitarnya, suka mengobservasi, dan penuh perhitungan. Meski begitu, keinginan bocah perempuan ini sebenarnya tidak muluk-muluk. Cait cuma mau merasa aman dalam lingkaran orang dewasa, dalam hal ini keluarga.

 

The Quiet Girl tak mau setengah-setengah dalam menampilkan kehidupan seorang bocah. Menyaksikan film ini, ingatan penulis seakan ditarik kembali ke masa-masa polos beberapa tahun silam. Apalagi, film ini disokong momen-momen berlibur, suasana hutan, peternakan, jauh dari teknologi mutakhir, dan segala elemen masa kecil manusia-manusia generasi Z.

 

Dongeng Sinematografi

 

Satu hal yang paling kentara begitu menyaksikan film ini adalah aspek rasionya. Meskipun tidak seekstrem Mommy dengan rasio 1:1, lewat frame sempit ini penonton diminta fokus kepada sang karakter utama, Cait, dengan segala pemikirannya, kehidupannya yang terbelenggu, serta orang-orang dewasa rumit di sekelilingnya.

 

Walaupun sinematografer The Quiet Girl, Kate McCullough, tak memungkiri dirinya sempat kepikiran untuk mengadaptasi rasio Xavier Dolan, The Quiet Girl pada akhirnya mengusung rasio 1.37:1 yang sekilas mengingatkan penulis pada film Come and See (1985) arahan Elem Klimov. Meskipun, dunia anak dalam film garapan Colm Bairead ini tidak sesuram film besutan Klimov.

 

The Quiet Girl (Source: IMDb)

 

Sempitnya ruang tonton dalam The Quiet Girl mengindikasikan kepolosan Cait yang tidak tahu-menahu akan situasi yang ia hadapi, dan ada banyak hal yang belum ia eksplorasi. Kurangnya “ruang gerak” juga menambah kecanggungan saat Cait ada di antara orang dewasa, sebab tidak ada ruang untuk kabur dari situasi tersebut. Cait harus bertahan.

 

Selain rasio yang membuat fokus penonton tertuju pada Cait dan detail mise en scene, McCullough turut berdongeng dengan kamera yang tak banyak tingkah.

 

McCullough tak ingin fokus penonton buyar dan terpecah. Beberapa shot yang menyertakan Cait bersama karakter dewasa sering kali diambil setengah badan, baik dari pinggul ke bawah ataupun pinggul ke atas. Sehingga penonton diarahkan langsung pada mimik maupun gestur Cait saat berhadapan dengan orang-orang berumur di sekitarnya.

 

Menersukan wawancara McCullough di laman cinematography.world, sinematografer peraih Carlo di Palma European Cinematographer Award ini menyisakan ruang di atas kepala karakter guna menunjukan kalau Cait masih harus tumbuh untuk mengerti dunia di sekitarnya.

 

Di samping itu, kamera kerap ditempatkan dalam posisi mengintip, mulai dari balik pintu, bawah kasur, sampai pantulan genangan air. Kegiatan mengintip erat kaitannya dengan sesuatu yang dirahasiakan. Hal ini sejalan dengan tema yang disampaikan dalam film.

 

Bukan cuma itu, untuk menampilkan kesan tahun 1980-an (sebagaimana setingnya), The Quiet Girl memperhatikan segala detail, mulai dari rumah, seragam sekolah, mobil, tokoh yang berkarier di masa itu, sampai siaran program TV Wanderly Wagon (acara TV anak-anak di Irlandia tahun 1967-1982) berkontribusi menghadirkan seting waktu yang menjanjikan.

 

Pelestarian Bahasa dalam Dialog

 

Hampir seluruh dialog dalam The Quiet Girl menggunakan bahasa lokal (Gaelik Irandia). Hanya sebagian kecil bahasa Inggris yang terlontar dari karakter-karakter minor, itupun dengan aksen yang sulit dimengerti.

 

Selain menunjang seting, penggunaan bahasa lokal dalam film ini juga menjadi bentuk pelestarian budaya. Sebab, saat ini penduduk Irlandia lebih dominan menggunakan bahasa Inggris. Oleh karena itu, cukup membanggakan bagi The Quiet Girl untuk terpilih sebagai film berbahasa Irlandia pertama yang masuk dalam pagelaran Oscar.

 

Rahasia dalam Keluarga

 

Aspek suara dalam The Quiet Girl menyesuaikan dengan judul filmnya. Bukan cuma karakter utamanya saja yang pendiam, film ini juga tidak bising secara keseluruhan. Sangat jarang penulis menemukan suara keras, seperti teriakan ataupun skoring yang menggelegar. Suara yang dihadirkan lekat dengan alam, mulai dari desau angin, gemercik air, sampai kicauan burung yang meditatif.

 

Kesunyian tersebut dipadankan secara serasi bersama isu rahasia dalam keluarga. Bairead mengolok orang-orang dewasa egois yang menuntut anak-anaknya agar tidak menyimpan rahasia dari orangtua. Sebaliknya, orangtua sah-sah saja untuk merahasiakan sesuatu dari anaknya.

 

Dalam suatu scene, karakter orang dewasa bahkan ditunjukkan memasuki ranah privat anak dengan memandikannya – di usia Cait seharusnya sudah bisa mandi sendiri. Terlebih sang anak baru mengenal orang dewasa tersebut. Tak ada ruang bagi anak untuk privasinya. Anak yang menyimpan rahasia dikhawatirkan akan mendatangkan kekacauan di masa mendatang. Padahal, bukan mustahil (atau mungkin; sudah jamak), orang-orang dewasa lebih kacau dari anak-anak – dari segi apa pun.

 

The Quiet Girl menjadi cerminan masyarakat Irlandia. Profesor di University of Ulster, Siobhan O’Neill, pernah mengatakan kalau orang-orang Irlandia tidak mengutarakan perasaan mereka layaknya penduduk di negara lain.

 

“Orang -orang yang mengalami trauma tidak ingin membicarakannya,” ucap O’Neill, seperti dikutip dari New York Times.

 

The Quiet Girl dituturkan secara perlahan dengan konflik flat yang tetap bisa dinikmati. Karakternya yang kuat – dua jempol untuk Catherine Clinch – mampu membawa cerita ke level yang berbeda dari tipe film lamban membosankan tanpa eskalasi konflik (internal-eksternal). Alih-alih demikian, The Quiet Girl justru menenggelamkan penonton dalam emosi. Emosi sesak yang menunggu untuk meledak.

 

Dan, bersiaplah untuk meledak bersama Cait lewat adegan“..Daddy” yang haru dan melegakan. Selega saat karakter Steve Despres memperlebar rasio dalam film Mommy.

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment

five × 3 =