Sejak dirilis pertama kali pada 2014, John Wick, yang sebelum perilisannya dipandang secara skeptis oleh studio, telah bertransformasi menjadi salah satu waralaba aksi paling menguntungkan dan berpengaruh di industri Hollywood sekarang. Di tengah banjir bandang adaptasi ip superhero, John Wick adalah sebuah anomali di mana cerita yang orisinal berkembang begitu besar berkat aksi dan world building yang matang.
World building yang matang perlu digarisbawahi di sini. Hal itu adalah salah satu alasan kenapa franchise John Wick begitu compelling. Dunianya terasa ril, namun memiliki tatanan dan cara kerja yang berbeda dengan yang kita kenal.
Di dunia John Wick, mafia dan assassin menguasai sisi lain tatanan kehidupan. Berlaku sistem kasta dan hierarki yang mengatur mereka semua dengan The High Table menjadi pemimpin tertinggi organisasi bawah tanah. Namun, di tengah dominasi mafia dan assassin itu, eksis zona gencatan senjata di mana semua kegiatan bunuh membunuh, baik berbasis kontrak ataupun bukan, tak berlaku. Zona itu adalah hotel The Continental yang sekarang diangkat menjadi mini seri di Amazon Prime Video dengan “teman” John Wick, Winston Scott, muda menjadi tokoh utamanya.
Kisah Persaudaraan Di Antara Perburuan Dunia Bawah
Cerita Winston Scott muda (Colin Woodell) mengambil setting di tahun 1970-an, tahun di mana Perang Dingin sedang memuncak, Perang Vietnam terus berlangsung, ditambah dengan suasana Amerika yang muram oleh inflasi dan dekadensi moral.
Pada malam Tahun Baru, kakak Winston yang terasing, Frankie (Ben Robson), mencuri sebuah mesin pencetak koin milik The High Table dari Cormac (Mel Gibson), pemilik The Continental sekaligus bos Frankie. Winston pun kembali ke New York untuk membantu Frankie tanpa menyadari sejauh mana dia terjun ke dunia bawah tanah kota yang disebut “the city that never sleeps” itu.
Pada episode pertama, kita langsung diperlihatkan secara kilas balik bagaimana hubungan antara Winston dan Frankie sembari melihat bagaimana Winston mencoba terhubung kembali dengan kakaknya lewat koleganya yaitu Miles (Hubert Point-Du Jou) dan Lou (Jessica Allain). Pencarian Winston pun akhirnya membawa dia kepada Frankie yang telah menikah sekaligus berkenalan dengan Charon, asisten Cormac yang suatu hari nanti menjadi asistennya di The Continental.
Sayang, pertemuan itu seumur jagung. Frankie tewas dibunuh Cormac yang kemudian memicu Winston untuk menyiapkan serangkaian upaya balas dendam. Hal itu membawanya menelusuri dunia pembunuh bayaran, beserta aturan-aturannya, yang tidak ia kenal sebelumnya.
Nah, kematian Frankie oleh Cormac sampai ke telinga High Table. Mereka mengutus sosok The Adjudicator untuk memberikan waktu tiga hari bagi Cormac menyelesaikan masalah di hotelnya. Situasi kian rumit bagi Winston maupun Cormac.
Dengan setting Perang Dingin, tak mengherankan mini seri The Continental menampilkan alur layaknya kisah mata-mata. Upaya Winston dan komplotannya menyusun rencana membunuh Cormac dan merebut hotel The Continental diselingi lapisan-lapisan cerita konspirasi dan spionase yang disusun oleh trio penulis Greg Coolidge, Kirk Ward, Shawn Simmons.
Tentu The Continental juga menonjolkan sekuen aksi layaknya John Wick. Pendekatannya tidak se-intens atau se-dinamis versi film, namun aksi tembak-menembak dan pertarungan tangan kosong di seri ini tidak kalah seru, terutama berkat si pembunuh kembar Hansel dan Gretel atau The Twin yang mengingatkan aksi Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman di John Wick 3.
Seri yang Singkat untuk Cerita yang Minim
Salah satu sorotan dan kritikan utama untuk The Continental adalah format seri ini yang hanya terdiri dari tiga episode dengan total durasi tiga jam . Hal itu terasa sangat kurang untuk mengakomodasi kayanya dunia John Wick tahun 1970-an.
Hal tersebut berdampak pada menurunnya ekspektasi para penonton setia John Wick yang menginginkan ekplorasi cara kerja petinggi High Table dan struktur dunia bawah di masa Perang Dingin. Ibarat sebuah sajian, The Continental hanya menjadi potongan sesaji yang terdiri dari beberapa bagian yang tidak matang dan menimbulkan rasa kecut di mulut, meski sajian aksinya masih menawan.
Dari sisi akting para pemeran, terlepas dari chemistry para pemeran di sekitar sosok Winston, Mel Gibson justru menampilkan sosok antagonis yang intimidatif dengan sikap aneh (yang mengarah pada bipolar). Bisa dibilang treatment karakternya merupakan kombinasi dari Joker versi Jared Leto dan karakter Clive Ventor yang dia perankan dalam film Boss Level.
Mel Gibson membuat kita melihat bagaimana sifat Cormac dapat berubah secara tiba-tiba dan bahkan cenderung akan mengagetkan kita, termasuk karakter Charon muda yang berada di sampingnya. Sayangnya, karakter tersebut tidak menimbulkan kesan mendalam bagi penikmat franchise John Wick dan mungkin akan tenggelam dalam banyak karakter dalam dunia serial ini.
Karena jumlah episode yang sedikit, seri ini masih mengundang banyak tanda tanya mengenai beberapa karakter sampingan yang timbul sepanjang cerita. Beberapa di antaranya seperti apa tujuan seorang polisi New York KD Silva (Mishel Prada) yang mencari tahu aktivitas dalam The Continental? Seperti apa sosok Hieronymous Burton, sang pembunuh terkenal High Table, yang juga ayah dari Burton bersaudara? Dan juga, apa yang terjadi pada Winston setelah dia berhasil merebut The Continental dan membunuh The Adjudicator?
Segala pertanyaan itu mengambang akibat tanggunggnya cerita The Continental yang begitu singkat.