Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

Review Ketika Berhenti di Sini: Berdamai dengan Kehilangan Lewat AR

Setelah terbilang sukses dengan film perdananya yang berjudul “Kukira Kau Rumah”, Umay Shahab kembali duduk di kursi sutradara dan menggarap film yang memiliki tema yang akan terasa relate dengan banyak orang, yaitu duka dan kehilangan.  Diproduksi oleh Sinemaku Pictures yang berkolaborasi dengan Legacy Pictures, film itu berjudul “Ketika Berhenti di Sini” dan akan tayang mulai 27 Juli mendatang. 

 

Dibintangi oleh sejumlah bintang papan atas tanah air mulai dari Prilly Latuconsina, Bryan Domani, Refal Hady, Lutesha, hingga aktris senior seperti Cut Mini dan Widyawati Adisura, Ketika Berhenti di Sini bercerita tentang Dita (Prilly Latuconsina) yang memiliki trauma atas kehilangan. Ia selalu merasa bersalah hingga dirinya sulit merelakan kepergian ayahnya (Indra Brasco) dan kekasihnya, Ed (Bryan Domani), yang meninggal dunia. 

 

Ayahnya menderita kanker dan alih-alih membayar biaya pengobatannya, Dita malah memilih untuk menghabiskan uangnya untuk biaya kuliah Dita. Sementara Ed, yang merupakan kekasih Dita selama empat tahun, sempat bertengkar dengannya beberapa saat sebelum dirinya terlibat dalam kecelakaan mobil yang menewaskannya. 

 

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

 

 Dita kini sulit move on dalam hidupnya dan hubungannya sekarang bersama Ifan (Refal Hady) terus terganggu. Terlebih dengan hadirnya sebuah kacamata ‘LOOK’ dengan teknologi Augmented Reality (AR) yang memungkinkan Dita untuk melihat dan berkomunikasi kembali dengan mendiang kekasihnya, Ed.  Teknologi itu pun akhirnya mengganggu akal sehat Dita dan membuat dirinya berimajinasi terlalu jauh.

 

Film ini pada intinya menunjukkan perjalanan kisah Dita yang perlahan mulai belajar untuk berdamai dengan kehilangan. “Ketika Berhenti di Sini” dapat dikatakan sebagai film yang lengkap karena tidak saja menyajikan cerita terkait duka dan kehilangan, namun juga memiliki unsur percintaan, pertemanan, serta kekeluargaan. 

 

Meskipun tema film ini kerap ditemukan di dunia perfilman Indonesia, namun Umay Shahab menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu dengan menambahkan unsur fiksi sains yang melibatkan teknologi Augmented Reality (AR). Pendekatan itu membuat Ketika Berhenti di Sini Film sedikit banyak mengingatkan  pada film “Her” (2013), karya Spike Jonze. Hal itu terlihat jelas dari  karakter utamanya yang merasa ‘nyaman’ memiliki hubungan asmara dengan teknologi yang dimilikinya. 

 

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

 

Menurut penulis, membuat film seperti ini adalah keputusan yang cerdas bagi Umay Shahab. Ia  memberikan warna baru bagi perfilman Indonesia yang notabene jarang mengangkat isu atau konflik yang memadukan antara romance dengan Sci-Fi.

 

Maka dari itu, penulis merasa kelebihan yang paling menonjol pada film “Ketika Berhenti di Sini” adalah dari segi ceritanya, yang seru, fresh, relatable, dan mudah diikuti. Plotnya ditulis dengan rapi dan film ini berhasil membuat para penontonnya meneteskan air mata. 

 

Naskahnya solid, memberikan kesempatan kepada para pemain untuk menampilkan performa akting yang baik dan natural,  khususnya Prilly yang memainkan karakter Dita dengan sangat baik. Akting Prilly pada film ini patut diapresiasi karena berhasil menampilkan segala emosi dan bahasa tubuh dengan tepat. Bahagia, kecewa, marah, sedih, semua terasa dari aktingnya. 

 

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

 

Chemistry Prilly dengan Bryan dan Refal pun juga cukup kuat sepanjang film. Apalagi, romance yang disajikan juga terlihat realistis dan surprisingly tidak cringe seperti film romantis remaja pada umumnya. 

 

Dari sisi storytelling, pace dari film ini tidak terasa terburu-buru, sehingga penonton diberikan waktu yang cukup untuk mengenal lebih dekat dengan para karakter seperti Dita dan Ed. Komposisi score-nya yang romance-able juga patut dipuji karena mampu menciptakan suasana dan menyesuaikan dengan mood dan emosi dari para karakter. 

 

Cerita, akting, dan musik yang bagus, itulah ketiga komponen yang menurut penulis tepat untuk film yang heartwarming seperti ini, mengingat rasa tersebut harus sampai ke penonton. Bagusnya, “Ketika Berhenti di Sini” tidak hanya menonjolkan sisi emosionalnya saja.  Film ini juga tetap menghadirkan unsur komedi, yang sukses mengocok perut penonton. Untungnya, lelucon yang dihadirkan tidak berlebihan dan berada di momen yang tepat, sehingga tidak mengganggu rasa sedih dari film ini.

 

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

Ketika Berhenti Di sini (Source: IMDB)

 

Sayangnya, dari segi visual, film ini tidak begitu fokus dalam menyajikan sinematografi yang cantik dan memanjakan mata. Penulis merasa bahwa visual pada film ini ‘just good’ dan belum pada level ‘great’ karena memang tidak memiliki kualitas yang spesial.  Akan semakin lengkap rasanya apabila Umay Shahab mempersembahkan karya sinematik yang apik yang bisa membuat penonton eyegasm, agar dapat memperkaya cerita dan pesan yang ingin disampaikan.

 

Kekurangan lainnya, ada beberapa momen yang menurut penulis terlalu dipaksa dan diatur sedemikian rupa untuk tujuan alur cerita. Salah satu contohnya adalah ketika karakter Ifan memakai ‘kacamata spesial’ Dita tanpa alasan dan motivasi yang jelas, yang membuat Ifan mengetahui bahwa Dita belum benar-benar move on dari mantannya, Ed. Hal seperti ini tentu mengurangi unsur realistis dari film ini. 

 

Mengakhiri review ini, secara keseluruhan “Ketika Berhenti di Sini” bukanlah sebuah film yang sempurna, namun sangat patut untuk ditonton. Film ini sangat relatable dan memiliki makna yang mendalam yang mengajarkan kita untuk berdamai dengan kehilangan agar bisa melanjutkan hidup dengan baik. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari film ini lewat proses yang akan mengaduk-aduk emosi penonton. 

Well worth seeing. Apalagi di film ini ada adegan mengejutkan yang menghadirkan cameo dari komplotan Mencuri Raden Saleh.

 

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment

thirteen − three =