Alien: Romulus, rilisan terbaru dari franchise Alien, kembali membawa penonton ke dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan di luar angkasa. Dengan sutradara Fede Álvarez, jebolan Evil Dead (2013) dan Don’t Breathe (2016), di kursi kemudi, film ini menggabungkan elemen-elemen klasik dari dua film pertama yang legendaris, Alien (1979) dan Aliens (1986), dengan sentuhan modern yang tak kalah mencekam.
Dalam Alien: Romulus, sekelompok kolonis dari Weyland-Yutani ditugaskan untuk mengeksplorasi sebuah stasiun luar angkasa yang terbengkalai. Tanpa mereka sadari, stasiun ini bukan sekadar bangunan usang yang terombang-ambing di kegelapan ruang angkasa, tetapi sarang bagi salah satu makhluk hidup paling menakutkan di alam semesta—Xenomorph. Apa yang dimulai sebagai misi eksplorasi biasa berubah menjadi perjuangan hidup dan mati saat mereka berhadapan dengan teror yang tak terbayangkan.
Alien: Romulus berhasil mengembalikan esensi horor murni yang pernah kita rasakan dalam Alien karya Ridley Scott dan Aliens garapan James Cameron. Álvarez dengan cermat membangun ketegangan dari awal hingga akhir, dengan pacing yang nyaris sempurna.
Dari adegan pembuka yang misterius hingga klimaks yang penuh kejutan di Act 3, film ini tidak pernah membiarkan penonton merasa nyaman dan tenang. Setiap sudut kamera, setiap bayangan gelap, dan setiap suara yang memekakkan telinga dirancang untuk menciptakan atmosfer yang benar-benar mencekam.
Visual dan sinematografi dalam film ini juga patut diacungi jempol. Álvarez dengan brilian menangkap nuansa sci-fi horor klasik dari era 70-an dan 80-an, sambil tetap memberikan sentuhan modern yang segar. Efek praktikal, seperti kostum Alien, animatronik Facehugger, dan desain kapal luar angkasa, semuanya diproduksi dengan sangat detail, membuat film ini terasa autentik dan sekaligus membangkitkan nostalgia.
Adapun kekuatan terbesar Alien: Romulus ada pada kemampuannya untuk menyeimbangkan elemen horor dan aksi. Ini mengingatkan kita pada kombinasi yang berhasil di Alien dan Aliens, di mana penonton tidak hanya diteror oleh makhluk asing, tetapi juga dipompa adrenalinnya oleh adegan aksi yang intens.
Momen-momen menegangkan dan menakutkan dalam film ini dirancang dengan sangat baik, terinspirasi dari film-film pendahulunya namun dikemas dengan pendekatan horor modern yang segar. Beberapa set pieces dalam Alien: Romulus terasa seperti diambil langsung dari video game Alien: Isolation atau bahkan Dead Space, yang menambah dimensi baru dalam penyampaian cerita.
Romulus juga dibalut dengan sentuhan musik synthesizer yang mengingatkan kita pada film-film Alien klasik, dipadu dengan sound design yang luar biasa, atmosfer mencekam dari luar angkasa berhasil disampaikan dengan sempurna. Perpaduan musik dan sound design ini membuat banyak momen terasa lebih wow, dan pemakaiannya sangat ampuh. In general, dari sektor audio visual, Alien: Romulus adalah sebuah presentasi yang memanjakan mata serta telinga.
Selain itu, Romulus juga memberikan banyak referensi, callback, dan rasa nostalgia yang cukup. Beberapa elemen dari franchise Alien lainnya benar-benar terlihat, dan membuat film ini berasa terkait dengan semestanya secara luas. Hal ini sangat tergambar lewat worldbuilding Weyland-Yutani di mana makin bikin penasaran dengan semesta Alien yang masih memiliki potensi untuk dieksplor.
Meski secara premis Alien: Romulus memberikan sesuatu yang tidak asing bagi para penggemar franchise ini, namun Álvarez memberikan elemen baru yang belum pernah digunakan di film Alien apapun. Dia memberikan spotlight terhadap cast muda yang memerankan karakter-karakter remaja.
Bagi beberapa orang mungkin cast muda bisa menjadi poin negatif karena stereotype karakter teenagers di film horor yang kurang meyakinkan dibanding karakter dewasa. Namun masih ada potensi kalau karakter-karakter muda tetap cocok di franchise Alien, mengingat pada esensinya film Alien pertama adalah film slasher horror, yang kebetulan saja berada di luar angkasa.
Cailee Spaeny sebagai Rain dan David Jonsson sebagai Andy memberikan penampilan yang menonjol, membawa film ini ke level yang lebih tinggi dengan akting mereka yang kuat. Isabella Merced juga layak mendapatkan pujian sebagai scream queen modern yang menghidupkan kembali ketakutan khas tahun 70-an dan 80-an.
Meskipun Alien: Romulus memiliki banyak keunggulan, film ini tidak sepenuhnya sempurna. Walau para karakter utamanya tampil menonjol, penokohan dari para karakter pendukung tidak sebanding dengan ensemble cast dari Alien dan Aliens. Mereka tidak diberikan backstory atau pengembangan karakter yang cukup kuat, dan terasa seperti ada hanya untuk menjadi korban Xenomorph tanpa tujuan lain.
Treatment mereka juga sangat berbeda dengan pendekatan “show, don’t tell” yang digunakan dalam film Alien dan Aliens. Di kedua film itu setiap karakter memiliki kepribadian dan motivasi yang jelas tanpa penonton harus dibantu untuk paham. Di Romulus, filmnya terasa seperti menyuapkan penonton dengan masa lalu karakter-karakter ini.
Selain cast mudanya yang tidak sebanding dengan karakter-karakter Alien dan Aliens, kekurangan lain film ini adalah beberapa set pieces yang terasa diulang-ulang, memberikan kesan repetitif. Penempatan Xenomorphs dalam ruang serta posisi yang sama dan shots yang terasa aneh saat banyak Xenomorphs terlihat membuat aksi di film ini predictable.
Hal tersebut membuat ketegangan yang ditampilkan kurang maksimal walau yang eksisting sudah bikin terkencing-kencing. Kesan yang timbul malah jadi Alien: Romulus terkesan main aman dengan laga-laganya sementara kalau kita melihat Aliens, aksinya begitu dinamis. beragam, penuh energi dan kekacauan. Hal ini bisa membuat penonton merasa sedikit kecewa, terutama mereka yang mengharapkan aksi yang lebih bombastis.
In the end, Alien: Romulus tetap layak menempati posisi sebagai salah satu film terbaik dalam franchise ini sejak Alien dan Aliens, yang berhasil menggabungkan horor klasik dengan aksi modern. Dengan kengerian yang terus terjaga dan nuansa sci-fi yang memikat, film ini akan memuaskan penggemar lama maupun penonton baru. Meskipun terdapat beberapa kelemahan, terutama dalam hal repetisi set pieces dan pengembangan karakter pendukung, film ini tetap berhasil menghadirkan pengalaman menonton yang mencekam dan penuh adrenalin.
Bagi para penggemar Alien yang telah lama menanti kebangkitan teror di luar angkasa, Alien: Romulus adalah film yang tidak boleh dilewatkan. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, film ini adalah sebuah experience yang layak bagi penonton untuk masuk ke dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan di luar angkasa. Dirilis pada 14 Agustus 2024, Alien: Romulus tayang Rabu, 14 Agustus 2024, di bioskop terdekat.