The Godfather Part II (Source: IMDB)

Setengah Abad The Godfather II: From Zero to Anti-Hero

Saya tahu, artikel ini mungkin sudah terlambat hitungannya. Setengah Abad The Godfather II sudah dirayakan dua pekan yang lalu. Namun, saya bisa membela diri bahwa realitanya tidak gampang mengkaji kembali film yang kerap dianggap salah satu yang terbaik sepanjang masa itu. Tidak jarang seorang filmmaker atau produser menjadikan Godfather II sebagai benchmark film kedua ketika membuat trilogi karena memang sebagus itu. Walhasil, walau tahu sudah terlambat, tetap saya lanjutkan menuilis karena sejatinya tak ada batas waktu untuk membahas  film yang tak lekang dimakan waktu. 

 

Harus diakui, menonton The Godfather part II tidaklah semudah pendahulunya. Pertama-tama, konsep sekuel sekaligus prekuel merupakan hal yang sulit dipahami bila tidak ada kesinambungan cerita antara keduanya. Kedua dan yang terpenting adalah bagaimana kontradiksi antara film pertamanya yang meskipun penuh dengan intrik dan kekerasan ala dunia mafia namun lekat akan unsur kekeluargaan, namun The Godfather part II lebih kelam dan kejam. 

 

Seperti beberapa orang lainnya, saya awalnya juga menganggap The Godfather part II tidak setingkat dengan film pendahulunya. Namun, seiring waktu saya mulai memikirkan ulang bagaimana kedua setting yang berbeda dalam cerita juga membentuk dua sosok yang berbeda. Begitu memahami bagaimana film keduanya menampilkan perbedaan yang begitu kentara dengan pendahulunya, kita akan semakin menyadari bahwa dunia kita yang semakin suram seiring berjalannya waktu. 

 

Dalam tulisan ini, saya tidak akan banyak membahas mengenai cerita yang membingungkan mengenai kedua karakter utamanya terlepas dari keindahan sinematografi dan akting dari para aktornya, melainkan bagaimana kompleksitas tokoh utama kita mengubah kepribadian mereka untuk menghadapi dunia yang semakin kejam. 

 

 

Melihat Michael: Anti-Hero Yang Lari Dari Bayang-bayang Ayahnya

 

The Godfather Part II (Source: IMDB)

The Godfather Part II (Source: IMDB)

 

Sebagaimana yang diulas oleh Pauline Kaen, film kedua ini adalah konsekuensi tindakan dari film pertamanya dan lebih jauh lagi melihat bagaimana sebuah film gangster tidak hanya sebatas pada mafia dan aktivitas mereka di luar hukum. Di balik itu juga ada kisah tentang keluarga, iman, dosa, dan takdir yang terjalin di setiap ceritanya yang membentuk satu ikatan. Dan semua itu ditampilkan pada sosok Michael Corleone yang diperankan oleh Al Pacino (yang saya setuju juga sebagai penampilan terbaiknya). 

 

Bila di film pertamanya kita tidak hanya menyaksikan bagaimana Michael melewati awal kekuasannya dari transisi pengaruh ayahnya, namun juga bagaimana dia menangani ancaman dan pengkhianatan dalam keluarganya. Di film keduanya, Michael menunjukkan bagaimana dirinya memimpin bisnis sekaligus pelindung keluarganya dari musuh-musuhnya. Kilas balik juga berguna untuk membedakan dirinya dengan sosok ayahnya, Vito (oleh Robert De Niro) dari masa kecilnya hingga bagaimana dia naik menjadi pemimpin berpengaruh. 

 

Harus dipahami bahwa kedua tokoh utama hidup dalam dunia (atau Amerika bila dilihat dari sudut pandang tempat tinggal mereka) yang berbeda. Bila Vito hidup dalam dunia yang menganggap bahwa tanah Amerika pra Perang Dunia I yang percaya akan mimpi dan kebebasan dari kehidupan awalnya yang miskin dan keras di Italia, maka Michael berwujud laksana Amerika pasca Perang Dunia Ii, penuh kewaspadaan dan kehati-hatian yang tak segan menunjukkan kekuasannya pada mereka yang menentangnya. 

 

The Godfather Part II (Source: IMDB)

The Godfather Part II (Source: IMDB)

 

Perjalanan hidup Michael merupakan protipe dari seorang antihero sejati. Dari yang berusaha tidak terlibat dalam bisnis mafia keluarga san mencoba hidup yang lebih bermoral, dia justru jatuh menjadi sosok yang lebih kejam dari ayahnya sendiri demi melindungi keluarganya. Kita tidak akan melihat Michael akan mengotori tangannya sendiri, namun justru dari sorot matanya kita bisa melihat bahwa dia tidak segan-segan mengambil keputusan yang tersulit (lihat bagaimana dia menatap letnannya, Al Neri, ketika memeluk kakaknya Fredo di samping jenazah ibu mereka). 

 

Ada konflik moral dalam setiap tindakan Michael, terutama bila tindakannya akan disetujui oleh ayahnya bila masih hidup. Kebimbangan ini sempat membuatnya terjerumus dalam konflik yang diciptakan oleh musuh-musuhnya dan menjadikannya rentan. Berbeda dengan kisah ayahnya yang menonjolkan sikap ayahnya sebagai seorang Don yang membuatnya dihormati, pilihan dari tindakan Michael merupakan sikap konsekuensi dari musuh-musuh yang mengancamnya. 

 

Michael bukanlah anti-hero yang banyak kita kenal lewat komik seperti The Punishser atau Deadpool yang lebih populer. Bila kedua karakter tersebut mencoba menegakkan keadilan menurut perspektif mereka di luar hukum, Michael bertindak menurut moralnya sendiri demi apa yang menurutnya terbaik. Pada akhirnya, segala tindakannya untuk lepas dari bayang-bayang ayah (dan pendahulunya) adalah penegasan akan kehidupan yang tragis. Bila diawal film dia mencoba untuk tidak mewarisi “kekuasaan, korupsi, dan kekerasan” dari ayahnya yang pada akhirnya harus “mengambil alih kendali dengan penghinaan yang kejam untuk melestarikan bisnis keluarga” sebagaimana komentar kritikusu David Morgan dari CBS News. 

 

 

Sisi Gelap Manusia untuk Menghadapi Realitas Dunia yang Kejam

 

The Godfather Part II (Source: IMDB)

 

Kejatuhan Michael Corleone yang tragis menggambar kegagalan dirinya menghadapi kegelapan realita. Dan dalam realita tersebur, Michael tidak dapat mengikuti nasihat dari Nietzhche dalam bukunya ‘Beyond Good an Evil’ untuk “tidak menjadi seorang monster ketika melawan monster”. Namun, bila dibandingkan dengan dunia di era ayahnya yang tergambar dalam kilas balik, maka dunia yang ditempati oleh Michael jauh lebih kejam. 

 

Meskipun Vito merupakan generasi pertama yang berimigrasi ke Italia dan datang sendiriam ketika masih kecil, kehidupannya tergambar lancar hingga dia dewasa dan berkeluarga. Upayanya naik ke kekuasaan justru diawali dengan upayanya untuk mendapatkah hidup yang lebih baik bagi keluarganya. Ketika dia merebut kekuasaan dari lawannya, lingkungannya memberikan hormat kepadanya. Hal ini memberikan gambaran bagaimana Vito membentuk kerajaan mafianya bukan berdasarkan ketakutan, melainkan rasa hormat mereka kepadanya. 

 

Sebaliknya, Michael hidup di Amerika pasca perang yang lekat dengan konspirasi politik dekade 1950-an. Komunisme mengancam dunia politik Amerika dan menyebar ketakutan di masyarakat. Michael menghadapi ancaman tak hanya dari lawannya, tetapi juga keluarganya sendiri. Dia tahu bahwa bila bersikap lemah, dia hanya akan menjadi “orang bodoh yang menari-nari seperti boneka benang” yang tidak diinginkan oleh ayahnya sendiri.

 

The Godfather Part II (Source: IMDB)

 

Sebagaimana yang ditulis oleh John Dougherty dalam tinjauannya di America The Jesuit Review, Michael adalah gambaran presentasi dari Amerika yang baru, yang akan melakukan segalanya tanpa memikirkan konsekuensinya demi mendapatlan keinginannya, termasuk perlindungan bagi keluarganya sendiri. Konsekuensinya, keluarga dan orang-orang di keluarganya harus tunduk kepadanya. Bahkan bila keluarganya sendiri menentangnya, Michael tak segan untuk mencampakkannya hanya agar keluarganya aman. 

 

Lebih lanjut lagi, Michael semakin membedakan dirinya dengan sang ayah lewat bagaimana dia menggunakan kekuataannya. Berbeda dengan Vito yang menggunakan kekuatannya sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuannya (seperti untuk menolong seorang janda), oleh Michael kekuasannya adalah cara dia menentukan nasibnya. Dia menolak terikat oleh siapapun, termasuk akhirnya peninggalan ayahnya sendiri. Hal ini ditunjukkan di babak ketiga ketika dia menanyakan kepada ibunya tentang langkah apa yang akan dilakukan ayahnya, dan jawabannya membuat Michael semakin yakin. 

 

Sikap kejam yang dimiliki oleh Michael menunjukkan kekuatannya, tetapi juga pada akhirnya memperlihatkan kelemahannya sendiri. Tidak ada lagi rasa hangat dan cinta dalam keluarga (sebagaimana yang ditunjukkan dalam cerita kilas balik secara paralel di ulang tahun Vito) namun Michael menunjukkan kekuatan dari pilihannya sendiri membuatnya bertahan hidup dan mencapai kekuasannya. Mungkin itulah yang dipikirkan olehnya saat dia menatap danau di belakang rumahnya di akhir cerita, dia menentukan nasibnya sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain termasuk dari ayahnya dan dia berhasil bertahan di dunia mafia yang kejam namun dengan harga mahal. 

 

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment

fourteen + one =