THIRD TIME’S A CHARM. Sony tampaknya mendengar keluhan para fans yang merasa kualitas film Venom menurun pada Let There Be Carnage. The Last Dance, yang merupakan film ketiga dari franchise Venom, adalah peningkatan dari segala sisi, baik dari sisi cerita maupun spectacle-nya.
Pada Selasa kemarin, PSR berkesempatan langsung untuk menghadiri advance screening Venom: The Last Dance yang diselenggarakan oleh Sony Pictures Indonesia sekaligus Oppo yang juga ikut memperkenalkan smartphone terbaru mereka, Oppo Reno 12 F. We can assure you, we had a great time menonton penutup dari kisah “bromance” Eddie Brock (Tom Hardy) dan Venom yang terinspirasi arc King in Black di graphic novel Spider-Man dan Venom ini.
Kisah film ini sendiri berangkat tak lama setelah event Spider-Man: No Way Home. Langkah Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) menutup gerbang multiverse dengan menghapus memori semesta akan identitas asli Spider-Man (Tom Holland) mengirim kembali Eddie Brock ke semesta aslinya. Kita sebut saja Eddie kembali ke Sony Spider-Verse.

Venom: The Last Dance (Source: IMDB)
Namun, hidup pasca event No Way Home tidak sepenuhnya mulus bagi Eddie. Alih-alih berhasil melanjutkan karir jurnalistiknya, Eddie malah menjadi buronan. Ia diburu oleh agen Strickland (Chewitel Ejiofor) atas tuduhan telah membunuh Detektif Mulligan (Stephen Graham) pada event Let There Be Carnage.
Masalah Eddie dan Venom belum selesai sampai di situ. Di sisi lain, mereka juga diburu oleh symbiote-symbiote yang datang dari planet asal Venom, Klyntar. Alasannya, sinegri dan simbiosis mutalisme antara Eddie dan Venom yang begitu kompak hingga menarik perhatian dari The King in Black.
Harus diakui, film yang menjadi debut dari sutradara Kelly Marcel ini masih tergolong film popcorn yang ringan secara subtansi dan all out dalam hal gaya. Walau begitu, Kelly, yang sebelumnya menjadi penulis naskah untuk Venom dan Let There Be Carnage, berhasil membawa banyak kejutan di film ini, terutama bagi yang belum pernah membaca arc King in Black sebelumnya.

Venom: The Last Dance (Source: IMDB)
Kelly tidak hanya membawa banyak kejutan. Pengalaman dia sebagai writer dari dua film sebelumnya, memungkinkan ia menjaga kontuinitas dari kisah Venom sekaligus mendevelop lebih jauh apa yang berhasil di Venom dan Let There Be Carnage. Hasilnya adalah tidak hanya film yang secara narasi berhasil menyambungkan elemen-elemen penting dari dua kisah sebelumnya, tetapi juga menjaga (bahkan meningkatkan) dinamika Venom dan Eddie yang begitu asyik diikuti.
Aspek “romcom” yang hadir dari relasi “Bromance” Eddie dan Venom adalah highlight dari The Last Dance. Banter antara keduanya sukses bikin ngakak sepanjang film sekaligus bikin kita berharap we have people like them as our friend. Dan, di satu sisi, terasa jelas ada progress dalam relasi mereka, tidak jalan di tempat, sejak film pertama.
The Cream on Top-nya adalah kaleidoskop di akhir film ala Deadpool and Wolverine. Hal itu menjadi pengingat bagi penonton bahwa mereka sudah dianggap bagian dari kisah gila Eddie dan Venom, menjadi The Last Dance akhir perjalanan dan penutup trilogy yang berkesan.

Venom: The Last Dance (Source: IMDB)
Selain relasi “Bromance” Eddie dan Venom, banyaknya karakter baru yang diperkenalkan di film ini juga satu catatan tersendiri. Tentunya highlight ada pada sosok Knull, the true main villain yang memiliki peran signifikan di semesta Marvel. Dia adalah sosok yang disebut sebagai King in Black. Meski penampilannya lebih seperti teaser dibanding villain definitif dari The Last Dance, pengaruhnya terasa sepanjang film, membuat Venom menganggapnya sebagai soosok yang ekuivalen dengan “He Who Must Not Be Named” (Voldemort)
Hal yang disayangkan, film ini memiliku durasi yang terlalu singkat. Hal itu menyebabkan banyaknya karakter baru dan world-building dari kisah Venom tidak terdevelop dengan optimal. Salah satu contohnya karakter Toxin yang perannya cukup signifikan di comic namun dibunuh terlalu cepat di film ini. Untungnya, kekurangan tersebut berhasil di cover dengan caranya memperkenalkan karakter-karakter baru dengan epic, aksi Eddie dan Venom yang komikal, serta kualitas audiovisual yang memuaskan.
Oya, sedikit warning, jangan membawa anak-anak untuk menonton film ini. Dibanding Let There Be Carnage, The Last Dance jauh lebih sadis dan berani dalam menunjukkan konten kekerasan. Kadar kesadisannya membuat fim ini lebih pas mendapat rating 17+ dibanding Remaja (13+)

Venom: The Last Dance (Source: IMDB)
Akhir kata, Venom: The Last Dance berhasil memenuhi kebutuhan (bukan ekspektasi tinggi penonton) dalam menutup trilogy Venom. Meskipun begitu, dengan adanya penayangan credit scene pada akhir film, sangat memungkinkan sang “antagonis utama” untuk muncul kembali di proyek Marvel kedepannya.
ANDIKALIX