Shōgun, miniseri terbaru FX (tayang di Disney+ Hotstar), akhirnya selesai juga. Setelah 10 episode penuh akan konlik para klan Samurai di akhir Sengoku Jidai, serial itu berakhir dengan kemenangan daimyō (tuan tanah yang menguasai daerah-daerah Jepang) Yoshi Toranaga. Lewat manipulasi, tipu muslihat, dan pengorbanan yang ia lakukan, ia mendapatkan posisi teratas dari pemerintahan Samurai Jepang, Shogun.
Walau mini seri ini diadaptasi dari seri novel Asian Saga karya James Clavell, patut dikeatahui bahwa Clavell membuat kisah Shogun berdasarkan persitiwa nyata, unifikasi Jepang. Dengan kata lain, karakter-karakter yang ada di serial Shogun, termasuk Toranaga, dibuat berdasarkan figur-figur nyata yang terlibat dalam peristiwa unifikasi Jepang di masa Sengoko.
Walau Clavell membuat sejumlah penyesuaian dalam karakter-karakter karangannya selain nama, banyak karakteristik figur asli yang ia pertahankan. Walhasil, tak butuh extra effort untuk mengidentifikasi siapa saja sosok historis yang menjadi inspirasi Clavell, membuat serial ini menarik untuk pecinta sejarah Jepang
Kebetulan, penulis adalah seorang “wibu’ yang terkesima dengan sejarah Jepang. Jadi, setelah menonton seriesnya, pikiran langsung terbawa ke momen-momen bermain video game Samurai Warriors, Nobunaga’s Ambition, dan Total War: Shogun 2. Dan, sama seperti saat bermain game-game tersebut, penulis juga mencari informasi dari berbagai macam artikel dan buku sejarah Jepang untuk membandingkan apa yang terjadi di sejarah dengan apa yang terjadi di serial Shogun. Berikut beberapa di antaranya:
Lord Toranaga dan Tokugawa Ieyasu: Ahli Strategi Brilian di Balik Layar
Salah satu karakter terkuat dan paling menarik dalam Shōgun adalah Lord Yoshi Toranaga, diperankan aktor veteran asal Jepang Hiroyuki Sanada. Beliau adalah ahli taktik ulung baik dalam militer maupun politik. Dan, ia jago dalam menyimpan rencananya. Seperti Nick Fury, his secret has secret.
Dalam kisah Shogun, ia adalah bagian dari Council of Regents yang dibentuk oleh Taikō Nakamura Hidetoshi (Yukijiro Hotaru) di ranjang kematiannya sebagai cara untuk mencegah para penguasa perang merebut tahta dari pewarisnya. Namun, empat regent lainnya, yang dipimpin oleh Lord Ishido Kazunari (Takehiro Hira), dengan cepat mulai bersekongkol melawannya karena takut akan kekuatan militer dan kemampuan politik Toranaga.
Hingga titik tersebut, kisah Lord Toranaga sangat didasarkan pada kisah Tokugawa Ieyasu yang dianggap sebagai salah satu dari Tiga Pemersatu Besar Jepang bersama Nobunaga Oda dan Toyotomi Hideyoshi. Keduanya berasal dari garis keturunan yang konon berasal dari shōgun kuno yang kuat (klan Minowara di series, klan Minamoto dalam sejarah). Dan, keduanya tumbuh besar sebagai sandera setelah keluarga mereka mengalami kekalahan dalam perang.
Sama seperti Lord Toranaga, Tokugawa tahu bagaimana merencanakan jalur politiknya dan mengalahkan musuhnya. Ia juga merupakan sekutu utama Pemersatu Besar lainnya, Oda Nobunaga. Hal itu, bahkan sampai memaksa putra Ieyasu sendiri untuk melakukan seppuku setelah diketahui berkomplot dengan saingan. Namun, ketika Oda dikhianati dan melakukan seppuku, sekutu ia lainnya, Toyotomi Hideyoshi, membalaskan dendamnya dan merebut kekuasaan. Hal itu memaksa Tokugawa untuk beradaptasi dengan skenario baru.
Dalam Shōgun, counterpart Hideyoshi adalah Taikō Nakamura. Meskipun demikian, aliansi Tokugawa dengan Hideyoshi ditandai dengan kesetiaan, dengan diangkatnya ia menjadi daimyo wilayah Kanto dan membangun kota benteng Edo (sekarang Tokyo). Ketika Hideyoshi meninggal, Tokugawa mendapati dirinya dalam posisi yang sama persis dengan Toranaga, sebagai anggota Dewan Bupati yang paling kuat.
Melampaui titik dimulainya Shōgun, Council of Regent runtuh hanya setahun setelah kematian Hideyoshi. Tokugawa kemudian bergerak untuk merebut Osaka dan Jepang segera terbagi dua antara pasukan Tokugawa dan pasukan Ishida Mitsunari, regent terkuat kedua yang menjadi inspirasi bagi Lord Ishido di serial Shogun. Namun, pada akhirnya, Mitsunari dikalahkan di Pertempuran Sekigahara dan Tokugawa menjadi shōgun.
Kemenangan Tokugawa menandai dimulainya Periode Edo dalam sejarah Jepang yang berlangsung selama 265 tahun. Di bawah kepemimpinan Tokugawa, hubungan dengan negara-negara Katolik memburuk, karena ia khawatir dengan niat teritorial Portugis dan Spanyol atas Jepang, yang mengakibatkan dilarangnya agama Kristen. Salah satu penasihatnya yang paling berpengaruh adalah seorang pedagang Inggris Protestan bernama William Adams. Dalam serial Shogun, ekuivalen Tokugawa, Toranaga, juga memiliki penasihat asal Barat.
John Blackthorne dan William Adams: Pelaut Inggris Berpengaruh di Jepang
Layaknya Lord Toranaga dan Tokugawa Ieyasu, kisah John Blackthorne dalam Shōgun nyaris identik dengan kisah William Adams, rekannya di dunia nyata. Ia adalah pelaut Protestan yang tidak menyukai kaum Katolik ketika Spanyol mencoba menggulingkan Ratu Elizabeth dan menempatkan raja Katolik di tahta Inggris. Hal itu mendorongnya untuk bergabung dengan armada Inggris pada saat itu. ‘
Di Angkatan Laut Inggris, Ia mempelajari teknik pembuatan kapal dan menjadi pilot. Dan, setelah konflik dengan Spanyol, ia menjadi pilot untuk perusahaan dagang Belanda yang merupakan cikal bakal Perusahaan Hindia Timur Belanda. Pada saat itu, Inggris dan Belanda adalah sekutu sebagai negara Protestan dan pesaing Portugis dan Spanyol yang Katolik. Dua perompak Inggris, Francis Drake dan Thomas Cavendish, bahkan sudah pernah mengelilingi dunia.
Adams tiba di Jepang setelah perjalanan yang penuh malapetaka, di mana hanya satu dari lima kapal serta 26 dari 500 awak kapal yang selamat. Jepang berada di ambang perang saudara pada saat itu. Ketika mereka tiba, Adams dan awak kapalnya langsung ditawan di kastil Osaka atas perintah daimyo Tokugawa Ieyasu.
Para pastor Jesuit Portugis, yang banyak di Jepang, mencoba meyakinkan Tokugawa untuk membunuh Adams sebagai bajak laut, tetapi daimyo Jepang tersebut menolak. Tokugawa beralasan konflik antarnegara mereka bukan urusannya. Dari situ, “karir” Adams terus menanjak, dari yang awalnya tawanan menjadi penasihat angkatan laut Tokugawa dan terlibat dalam pembangunan armada angkatan laut pertama ala Barat di Jepang.
Adams dikenal quick learner dan adaptif. Pria Inggris itu dengan cepat belajar bahasa Jepang dan dengan demikian dapat menghadap Tokugawa secara langsung kapan pun yang ia mau. Bahkan, Tokugawa juga menganugerahkan kepadanya dua pedang, yang memberi Adams otoritas seorang Samurai.
Selama periode ini, Adams memiliki istri, seorang putra, dan seorang putri di Inggris, tetapi Tokugawa melarangnya untuk kembali, sehingga kontak mereka terbatas melalui surat. Untuk mengatasi masalah ini, Tokugawa mengeluarkan dekrit yang “mematikan” William Adams dan “menciptakan” Miura Anjin (yang artinya “pilot Miura,” sebuah wilayah di Jepang). Hal itu menjadikan istri Inggrisnya sebagai janda resmi dan memberikan Adams gelar Hatamoto.
Pengaruh Adams memfasilitasi pembangunan pabrik dagang Belanda dan Inggris di Jepang, yang secara efektif mematahkan monopoli Portugis. Dia menikah lagi di Jepang dan membentuk keluarga baru – meskipun dia tidak pernah bertemu dengan sosok yang setara dengan Hosokawa Gracia dalam serial ini, yaitu Toda Mariko. Dalam hal ini, Adams tidak seberuntung ekuivalennya di serial, John Blackthorne.
Lady Mariko dan Hosokawa Gracia: Wanita Tangguh di Balik Politik Jepang
Kisah latar belakang Toda Mariko benar-benar diperlihatkan di series Shōgun. Sebelum menikah dengan Toda Buntaro, keluarganya mengalami aib karena ayah Mariko, Akechi Jinsai (aslinya Akechi Mitsuhide), membunuh daimyo terkuat yang menjadi pemimpin Toranaga dan Nakamura (Ieyasu dan Hideyoshi), yaitu Kuroda Nobuhisa (Oda Nobunaga).
Untuk menghadapi tekanan-tekanan politik yang timbul dari aksi ayahnya dan pernikahannya yang penuh gejolak, Mariko mencari damai dengan memeluk agama Katolik. Dengan cepat ia mempelajari dogma-dogmanya dan menjadi fasih berbahasa Portugis dan Latin. Hal tersebut mendorong Lord Toranaga untuk memasukkannya ke dalam inner circle politiknya dan menghubungkannya dengan John Blackthorne.
Counterpart Lady Mariko di dunia nyata adalah Hosokawa Gracia, perempuan yang menghadapi banyak tantangan dalam hidupnya, namun akhirnya menjadi tokoh kunci dalam kebangkitan Tokugawa Ieyasu sebagai shōgun. Lahir dengan nama asli Akechi Tama dan dibesarkan sebagai bangsawan, Hosokawa Gracia dilatih sebagai Samurai oleh keluarganya dan dinikahkan dengan Hosokawa Tadaoki, counterpart Buntaro.
Klan Akechi, yang merupakan asal Gracia, sejatinya setia kepada Oda Nobunaga pada saat ia berada di puncak kekuasaannya. Kala itu, Tokugawa Ieyasu adalah sekutu sekaligus penasihat Oda. Ketika posisi Nobunaga melemah, Akechi mengkhianatinya yang mengakibatkan sang panglima perang itu melakukan seppuku. Akechi terbunuh tak lama setelahnya dan klannya menanggung aib besar yang berdampak juga ke kehidupan Gracia.
Di bawah pemerintahan Toyotomi Hideyoshi, keluarga Gracia pindah ke Osaka, tempat ia dikurung. Dia mengenal agama nasrani di sana melalui para pelayannya, mulai belajar bahasa Portugis dan Latin, dan kemudian baru dibaptis dengan nama barunya, Gracia Hosokawa. Selama masa itu, pernikahannya menjadi kacau karena perbedaan agama.
Ketika Tokugawa pergi ke timur dengan pasukannya, Osaka ditaklukkan oleh Ishida Mitsunari, yang merupakan salah satu sekutu Toyotomi dan rival utama Tokugawa. Ishida menjadikan Hosokawa Gracia sebagai sandera politik, tetapi salah satu pelayan keluarga tersebut membunuhnya untuk melindungi kehormatan Gracia.
Kematian Gracia dilihat sebagai tindakan keji oleh kedua pihak yang berperang dan menjadi awal kejatuhan Ishida, karena Gracia mendapat dukungan dari banyak orang Kristen. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan kekalahannya dalam Pertempuran Sekigahara melawan Tokugawa.
Dalam serial Shogun, counterpart Gracia, Mariko, tewas dengan cara berbeda, namun kematiannya sama-sama berperan besar dalam kemenangan Toranaga, ekuivalen Tokugawa. Bahkan, Toranaga memiliki peranan besar dalam kematian Mariko karena ia memang mengirim Mariko ke Osaka untuk mati dengan harapan rivalnya, Ishido (ekuivalen Ishida), yang membunuhnya.
Tokoh-Tokoh Penting Lainnya, Lady Ochiba dan Yabushige
Subplot Shōgun mengenai masa lalu Mariko mengikat banyak karakter, terutama dari kawan masa kecilnya, Lady Ochiba. Di seriesnya, Ochiba adalah selir dari Taiko Nakamura, dan juga anak dari Lord Kuroda. Namun Ochiba dalam sejarah, Yodo-dono, bukanlah anak dari Oda Nobunaga, melainkan keponakannya.
Di akhir series Shōgun, Lady Ochiba juga berhenti mendukung Ishido yang mengakibatkan kekalahan di Perang Sekigahara, namun Yodo-dono dan anaknya, penerus Taiko Toyotomi Hideyoshi, terus menentang Tokugawa Ieyasu. Pada akhirnya Yodo-dono dan anaknya meninggal di Kastil Osaka sekitar 1 dekade lebih setelah Pertempuran Sekigahara, diserang oleh Tokugawa Ieyasu karena pemberontakan yang mereka berdua lakukan.
Lady Ochiba juga menduga bahwa Toranaga-lah yang menjadi dalang dibalik kematian ayahnya, Lord Kuroda, di tangan Akechi Jinsai, ayah Mariko. Walaupun tidak terbukti dalam sejarah kalau Tokugawa Ieyasu mendorong Akechi Mitsuhide untuk mengkhianati Oda Nobunaga, sejarawan Steven R. Turnbull dalam bukunya The Samurai: A Military History, menyatakan bahwa ada teori kalau Ieyasu yang memang menghasut Mitsuhide untuk melawan Nobunaga.
Namun Kashigi Yabushige, favorit banyak fans Shōgun, ternyata sangatlah berbeda dengan versi sejarahnya. Jika Yabushige adalah samurai oportunis yang berani berkhianat melawan Toranaga demi kepentingannya sendiri, counterpart-nya, Honda Masanobu, adalah samurai yang loyal dengan Tokugawa Ieyasu hingga kematiannya.
Apakah Perbedaan Sejarah Menjadi Masalah untuk Shōgun?
Secara garis besar, portrayal dari karakter-karakter Shōgun sebenarnya pas dengan tokoh-tokoh sejarah dari Sengoku Jidai. Showrunners Shōgun, Rachel Kondo dan Justin Marks, dan James Clavell sebagai penulis novelnya, serta seluruh tim yang membuat series ini menjadi nyata, telah melakukan kerja yang sangat bagus untuk membuat Shōgun terasa layaknya sejarah nyata.
Memang ada perbedaan sedikit dari karakterisasi dan plot, namun semuanya itu adalah dramatisasi demi menciptakan fiksi yang terasa epic dan immersive. Sebagai wibu pecinta sejarah Jepang, penulis tidak mempermasalahkan inkonsistensi dan perubahan yang terjadi di series Shōgun. Malahan, penulis semakin menghargai upaya yang telah dilakukan. Segala hal yang ada dalam series ini terasa sempurna, sehingga menjadikan Shōgun sebagai salah satu series terbaik dari beberapa tahun belakangan ini.