Rudi Soedjarwo belum selesai dengan genre film horror. Telah mengantongi delapan film horror, sekarang ia merilis film horror kesembilannya yang berjudul Primbon. Ditulis bersama Lele Laila, yang sebelumnya terlibat dalam pembuatan KKN Desa Penari The Movie, Primbon mengambil latar kebudayaan Jawa Tengah yang masih kental dengan kepercayaan akan penanggalan Jawa (Primbon) yang menentukan hari baik dan buruk sesuai dino pasaran.
Kisahanya sendiri berangkat dari pendakian gunung oleh Rana (Flavio Zaviera) bersama temannya, Janu (Chicco Kurniawan). Pendakian yang awalnya berjalan lancar itu tiba-tiba terhadang oleh cuaca buruk yang membuat keduanya tersesat. Di tengah situasi yang kian genting, keduanya terpisah dan Rana menghilang tanpa jejak.
Seminggu keberadaan Rana tidak diketahui. Pencarian yang dilakukan pun hasilnya nihil. Dengan berat hari, keluarga Rana merelakan kepergiannya, menganggapnya telah meninggal. Namun pada hari di mana keluarganya mengadakan tahlilan, Rana tiba-tiba kembali dengan selamat.
Ibu Rana, Dini (Happy Salma), dan sang ayah (Nugie), serta adiknya, Tari (Azela Putri), menyambut kedahiran Rana dengan sukacita. Sayangnya, keluarga besar Rana tidak menyambutnya dengan baik. Penyebabnya, menurut primbon, kembalinya Rana yang dianggap sudah meninggal dinilai janggal.
Situasi kian janggal ketika beragam teror mulai bermunculan dan mengincar keluarga besar Rana, termasuk Janu, sahabatnya. Dari situ, mulai timbul pertanyaan, apakah “Rana” yang kembali itu sungguh Rana? Atau hanya makhluk halus yang menyerupai Rana?
Bisa dilihat dari sinopsisnya, film ini mengsung kepercayaan Jawa yang kental akan primbon. Masih banyak para orang tua yang sudah sepuh percaya akan hal teresebut, bahkan hingga sekarang. Bagusnya, representasi kepercayaan akan Primbon terwakili dengan cukup baik di film ini.
Rudi Soedjarwo mengerjakan PR-nya untuk melihat bagaimana penanggalan Jawa bisa digunakan untuk menentukan hari baik, buruk (bahkan hari sial) dan kemudian mengkombinasikannya dengan elemen mistis dan drama keluarga.
Nah, bicara soal drama keluarga, jangan kaget kalau film ini lebih ke arah drama dibanding horror. Horror yang disajikan tidak menegangkan seperti kebanyakan film horror pada umumnya. Memang masih ada trope-trope standar horror seperti jumpscare, namun adegan dramanya melebihi semua trope horror yang ada, bahkan lebih menampar. Gak berlebihan menyebut Primbon sebagai film horror yang mengandung bawang.
Fokus Rudi Soedjarwo ke drama kian terasa dengan penceritaan Primbon yang slow-pace. Walau script dari Lele Laila oke, penceritaannya sangat lamban di paruh pertama. Konflik yang dihadirkan tidak membuat penasaran. Memasuki paruh kedua, konflik baru menyeruak, perlahan tapi pasti, dengan penyelesaian yang dirasa pas. Tidak berlebihan, tidak kurang. Along the way, ada beberapa scene komikal yang menurunkan ketegangan
Dalam akting, semua cast oke. Diperankan dengan baik. Hanya minus dalam akting extras yang mungkin perlu diperhatikan lagi, karena terlihat kaku dan kurang menjiwai. Tone, scoring dan cinematografi pun cakap. Sayang, special effect agak setengah matang dengan highlight pada efek supernatural dan make up makhluk halusnya
Mengakhiri review ini, Primbon jelas film horror yang beda dengan tipikal film horror Rudi Soedjarwo selama ini. It hit the right note in several parts untuk menghadirkan drama horror, sayangnya ada beberapa ketidakkonsistenan yang membuat filmnya ini memaksimalkan potensinya.