Jelang perilisan sekuelnya yang bertajuk “Folie à Deux”, tidak ada salahnya kita menilik kembali isi dari film Joker yang rilis pada 2019 lalu dan baru-baru ini diakui sebagai bagian dari lini film DC Elseworlds. Masih ada banyak hal yang bisa dibahas dari film tersebut. Apabila sebelumnya kami membahas Joker sebagai Unreliable Narrator di mana ia memuntir-muntir kisahnya untuk menyembunyikan fakta sebenarnya, sekarang kami mengambil topik yang lebih dalam lagi: Nihilisme.
Namun, sebelum lanjut ke pembahasan, mari dipahami dulu apa Nihilisme itu menurut Friedrich Nietzsche dan apa hubungannya dengan film Joker
Apa itu Nihilisme?
Nihilisme adalah keyakinan bahwa semua nilai tidak berdasar dan tidak ada yang dapat diketahui atau dikomunikasikan. Keyakina itu sendiri sering dikaitkan dengan pesimisme, ekstrimisme, dan skeptisisme radikal yang mengutuk keberadaan. Seorang nihilis sejati tidak akan percaya pada apa pun, tidak memiliki loyalitas, dan tidak memiliki tujuan selain, mungkin, dorongan untuk menghancurkan.
Dalam perkembangan dan diskursusnya, nihilisme paling sering dikaitkan dengan filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche, yang berpendapat bahwa efek korosifnya akan menghancurkan semua keyakinan moral, agama, dan metafisik. Selain itu, juga berpotensi memicu krisis terbesar dalam sejarah manusia.
Pada abad ke-20, tema-tema nihilistik, kegagalan epistemologis, penghancuran nilai, dan ketiadaan tujuan kosmis telah menyibukkan para seniman, kritikus sosial, dan filsuf. Di pertengahan abad, misalnya, para eksistensialis sibuk membantu mempopulerkan nihilisme dalam upaya mereka untuk menumpulkan potensi destruktifnya. Sementara itu, pada akhir abad ini, keputusasaan eksistensial sebagai tanggapan terhadap nihilisme digantikan oleh sikap acuh tak acuh, yang sering dikaitkan dengan antifondasionalisme.
Seperti yang diperkirakan Nietzsche, dampak nihilisme pada budaya dan nilai-nilai abad ke-20 telah meluas. Tanpa disadari, teror apokaliptiknya memunculkan suasana kesuraman dan banyak kecemasan ataupun kemarahan. Teror itulah yang diterapkan oleh Arthur Fleck dalam film Joker.
Joker = Nihilist?
Arthur Fleck menerapkan (atau merepresentasikan) filosofi moral nihilisme dalam hidupnya. Ada scene di mana Arthur Fleck berkata, “Humor itu subjektif, kau bisa berpendapat aku lucu sedangkan orang lain bisa berpendapat aku tidak lucu”. Secara tidak langsung, arguably, Arthur ingin menyampaikan bahwa humor itu seperti moral, ada yang bilang moral kita baik ada juga yang bilang buruk. Sederhananya, bagi penganut nihilisme, moral itu subjektif bukan objektif.
Persepsi baik dan buruk dan tiap orang itu berbeda-beda karena setiap orang menciptakan baik dan buruknya sendiri. Wujud konkritnya bisa dilihat dari progression karakter Arthur yang awalnya ditindas kemudian menjadi messiah karena cairnya perspektif baik dan buruk itu.
Di awal film kita diperlihatkan Arthur dibully, ditindas, bahkan dikeroyok hingga babak belur di sebuah kereta. Lalu, saat ia meng-embrace persona Joker, Arthur membalas mereka yang membully-nya dengan cara menembak mereka.
Sebagian orang ada yang mencekam tindakan dari Joker itu. Walau begitu, tidak sedikit juga yang mendukungnya. Masyarakat kelas bawah dalam film mendukung tindakan Joker sedangkan masyarakat kelas atas menentangnya. Di akhir film, bisa dilihat, kaum proletar memandang Joker sebagai juru selamat mereka, yang berani melawan kemapanan ciptaan kaum-kaum borjuis, direpresentasikan oleh sosok Thomas Wayne. Thomas, di satu sisi, memandang Joker sebagai masalah.
Selain Moral Nihilism, ada cabang nihilisme lain yang ditampilkan dalam film Joker yaitu Existential Nihilism. Joker yang merasa didukung dan dianggap eksistensinya oleh masyarakat kota Gotham merasa bahwa kehadirannya di dunia ini penting dan dia dapat menjadi Agent of Change untuk kota Gotham.
Namun, pada akhirnya, ia sadar bahwa eksistensinya itu tidak terlalu penting. Orang-orang yang mendukung gerakan “anarkis” dari Joker itu cuma sebatas mendukung dia sebagai icon perubahan untuk kota Gotham saja. Mereka tidak peduli siapa nama asli Joker, mereka tidak peduli latar belakang Joker melakukan hal tersebut. Itulah yang membuat Arthur atau Joker ini sadar bahwa eksistensinya itu tidak begitu penting di kota Gotham.
Joker, Nihilist Aktif atau Pasif?
Nietzsche sebenarnya membagi Nihilism menjadi dua yaitu active nihilism dan passive nihilism. Lalu apa sebenarnya Active dan Passive Nihilism itu?
Active Nihilism adalah pandangan yang menganggap nihilisme sebagai alat atau media bagi kita untuk menemukan makna-makna atau nilai dari kehidupan kita. Sedangkan Passive Nihilism itu adalah pandangan yang menganggap nihilisme adalah hasil akhir dari proses pencarian makna kehidupan. Seorang passive nihilist tidak bisa menemukan nilai-nilai dari kehidupan mereka.
Pada kasus Arthur Fleck, sebenarnya dia pelan-pelan berproses menjadi seorang Active Nihilist. Awalnya Arthur emiliki mimpi untuk menjadi seorang komedian. Namun, harapannya itu dijatuhkan setelah dia dibully oleh orang-orang karena menganggap dia tidak lucu. Ia juga diceritakan dibuang oleh ayahnya dan banyak cobaan-cobaan lain yang menimpa dirinya.
Setelah cobaan-cobaan itu, akhirnya Arthur Fleck menjadi Joker dan mencoba untuk membuat makna baru untuk hidupnya. Yang awalnya ingin menjadi komedian, sekarang iya ingin menjadi inspirasi untuk masyarakat kelas bahwa dan ingin menjadi icon perubahan dengan cara memimpin pemberontakan.
Pada akhirnya bisa disimpulkan bahwa Arhur Fleck atau Joker adalah seorang Active Nihilist yang baik. Dia akhirnya bisa menemukan tujuan hidupnya lewat caranya sendiri. Dia berhasil memaknai hidupnya terlepas dari cobaan-cobaan yang menimpa dirinya. Dia juga berhasil melawan dogma-dogma dari masyarakat tentang baik atau buruknya moral dia itu.
Joker adalah contoh dari seorang active nihilist yang baik. Namun, terlepas dari semua tindakan-tindakannya dalam film, jangan mencontoh tindakan-tindakannya seperti membunuh, melakukan kekerasan, dan lain-lain.
Achmadito Rizqi Devandra