Netflix kembali merilis film Indonesia setelah The Big 4 yang mendapat reaksi bagus di penghujung tahun lalu. Kali ini filmnya adalah Dear David . Lucky Kuswandi duduk di kursi sutradara setelah film-filmnya yang mencetak reaksi apik seperti Ali dan Ratu-Ratu Queens serta Selamat Pagi Malam. Sementara itu, di jajaran cast, ada Shenina Cinnamon yang namanya melejit setelah tampil di film peraih belasan piala citra, Penyalin Cahaya, serta Emir Mahira sebagai si David.
Misalkan belum pernah baca sinopsis ataupun nonton trailernya, mendengar judul Dear David pasti langsung terbayangnya judul-judul romance/ coming of age yang menjadi langganan Netflix selama ini. Beberapa judul yang bisa disebut seperti To All The Boys I’ve Loved Before, Never Have I Ever, All the Bright Places, or Sex Education.
Unsurprisingly, memang direksi ala judul-judul tersebut yang diambil Lucky. Dear David adalah upaya terbaru sineas Indonesia untuk membawa isu-isu sensitif remaja Indonesia ke layar streaming setelah Yuni dan Like and Share.
Dear David menceritakan Laras (Shenina Cinnamon), seorang ketua osis dan juga penerima beasiswa, yang mempunyai hobi unik: menulis Fan Fiction. Namun, apa yang dia tulis bukan fiksi dari karakter-karakter ikonik, melainkan fantasi vulgar tentang dirinya dengan anak lelaki sekelas yang dia sukai, David (Emir Mahira).
Suatu hari, Laras membuka website tulisan vulgarnya tersebut di komputer sekolah. Apa yang terjadi selanjutnya bisa ditebak, dia lupa log out dari website tersebut ketika terburu-buru meninggalkan sekolah. Jadilah itu tulisan-tulisan seronok tersebar ke seluruh penjuru sekolah, menjungkirbalikkan image Laras di mata murid, guru, sampai orang tua.
Bagi kalian yang pernah menonton To All The Boys I’ve Loved Before, tak salah jika menganggap premis Dear David sama dengan serial tersebut. Themenya memang relatif sama, soal karya privasi yang tiba-tiba menjadi konsumsi publik. But, trust us, film ini masih terasa fresh dan unik karena relatif jarang ada film remaja SMA Indonesia yang menghadirkan elemen fantasi vulgar ke ceritanya.
Perihal elemen vulgar itu sendiri, harus diakui Lucky Kuswandi mengambil langkah berani. Di Indonesia, hal-hal seperti itu masih sering dianggap tabu untuk dijadikan bahan diskusi, apalagi edukasi. Lewat kisah Dear David, Lucky tampak ingin menyampaikan pandangannya bahwa tidak seharusnya diskusi soal birahi seksual perempuan dijadikan hal yang tabu, namun batas-batas privasi tetaplah hal yang harus dihormati, bukannya diterabas apalagi diintervensi.
Dalam menyampaikan argumen itu, Lucky juga menyisipkannya ke elemen-elemen perihal parenting dan mismanage sekolah. Bagaimana sekolah kerap menyembunyikan masalah-masalah yang ada ke “balik karpet” adalah hal yang nyata adanya. Hal itu memberikan perspektif yang lebih komplit perihal masalah yang dihadapi Laras, bahwa prejudis yang dialaminya adalah hal yang real.
Hal menarik lainnya yang penulis temukan dalam film ini adalah bagaimana unsur keagamaan kristen digunakan di sepanjang film untuk memperkuat pengembangan karakter Laras. Beberapa di antaranya berwujud scene-scene ibadah ataupun lantunan lagu-lagu rohani. Laras dikisahkan sebagai anak dari keluarga yang taat agama, tetapi memiliki dark side yang kontras dengan ajaran-ajaran agama itu sendiri.
Bicara soal dualitas Laras, Shenina Cinnamon patut mendapat acungan jempol di sini. Ia menampilkan dualitas Laras itu dengan apik. Emir Mahira sebagai lawan main dari Shenina Cinnamon sendiri sudah terasa cukup baik, akan tetapi kualitas acting Emir sendiri rasanya masih perlu ditingkatkan. Kentara di beberapa scene yang dibawakan Emir dengan sedikit kaku.
Untuk segi visual, overall tidak ada hal yang benar-benar spesial dan membedakan film ini dengan film – film drama Indonesia yang lainnya. Akan tetapi, ketika tiba saatnya masuk ke scene – scene fantasi seorang Laras, kalian akan dibawa sepenuhnya ke dalam dunia fantasi yang liar. Tim production design Dear David layak mendapatkan tepuk tangan untuk pendekatan mereka dalam scene – scene tersebut.
Bagaimana dengan segi audio? hit and miss. Scoring dalam film ini terkadang gagal mengamplifikasi suasana yang hendak ditampilkan, terutama pada bagian-bagian dramatis. Namun, dalam hal soundtrack, lagu – lagu populer yang dipilih bisa menggambarkan suasana masa SMA yang seru dan berkesan. Beberapa di antaranya ada ‘Honey, Baby’ dari Grrl gang dan lagu ‘Dalam Nirvana’ dari Danilla.
Sebagai penutup review ini, penulis merasa bahwa film ini tidak bertujuan untuk semata – mata membahas topik vulgar saja. Film ini juga punya pesan mendalam terkait privasi, birahi seks perempuan, objektifiasi pria, parenting, dan juga manajemen konflik di sekolah. Selain itu, penulis juga merasakan pesan untuk berani menjadi diri sendiri dan berani menentang sesuatu yang salah.
Memang sudah saatnya serial atau film-film remaja Indonesia lebih berani mengangkat tema-tema sensitif seperti itu. Setelah Like and Share yang berani menyentil hubungan sesama jenis dan perbedaan usia, Dear David menunjukkan bahwa ada banyak isu yang patut menjadi perhatian. Memang berpotensi kontroversi, namun dari situ bisa tumbul diskursus soal bagaimana sebaiknya isu-isu sensitif disikapi.
Film Dear David bisa disaksikan mulai tanggal 9 Februari 2023 melalui platform streaming berbayar, Netflix.