Sebagai salah satu waralaba perfilman yang paling laris, seri Mission:Impossible (MI) sebenarnya memiliki satu kelemahan semua seri waralaba modern: Usia dari sang aktor utamanya, Tom Cruise. Tapi, berbeda dengan waralaba lain dari abad yang sama (baca: Terminator) atau waralaba lainnya, seri MI justru memanfaatkan daya tarik sang aktor dengan memberikan perlakuan yang berbeda yaitu karakter yang lebih ‘manusiawi’.
Di sisi lain, bukan rahasia umum bahwa Tom Cruise, yang beberapa hari yang lalu berulang tahun ke-61, senang melakukan hal-hal berbahaya yang tidak biasa dilakukan pria paruh baya seusianya. Bila aktor seusianya akan memilih peran yang lebih dramatis, Tom Cruise memilih “tindakan” yang lebih dramatis, mulai dari memanjat menara tertinggi di dunia, gelantungan di pintu pesawat, hingga terjun bebas dari tebing.
Nah, karakter yang lebih manusiawi plus aksi yang kian berbahaya menjadi jualan seri ketujuh Mission Impossible, bertajuk Dead Reckoning Part 1. Bagaimana caranya memanusiakan karakter Ethan Hunt (Cruise) yang sudah seperti Captain America itu? Dengan menghadapkannya ke ancaman dari dunia maya.
Misi: Penyelamatan Dunia dari Bahaya Algoritma
Usai berhasil menghentikan aksi terorisme di perbatasan China-Pakistan sekaligus menyelamatkan sepertiga populasi manusia, Ethan Hunt dan tim IMF (Impossible Mission Force) beranggotakan Benji (Simon Pegg) dan Luther (Ving Rhames) kembali menjalankan misi untuk menyelamatkan dunia. Berbeda dengan musuh-musuh yang pernah mereka hadapi sebelumnya, Hunt cs harus menghadapi senjata terkuat yang pernah dibuat manusia dan dapat menggenggam kekuasaan terbesar di muka bumi: AI
Misi itu juga kembali membawa Hunt kepada wanita dari masa lalunya, Ilsa (Rebecca Ferguson). Ia membawa info komponen penting yang merupakan kunci dari sebuah AI yang juga penyebab tenggelamnya sebuah kapal selam. Dalam pencariannya atas komponen kunci tersebut, Hunt dan timnya bertemu dengan seorang pencuri, Grace (Hayley Atwell), yang juga bekerja untuk seorang broker, White Widow ( Vanessa Kirby).
Seperti misi-misi sebelumnya, ancaman datang dari segala arah. Kali ini hadir ancaman bersosok Gabriel (Esai Morales). Ia adalah orang dari masa lalu Hunt yang juga berperan besar membuatnya menjadi agen IMF.
Berbeda dengan seri IMF sebelumnya, salah satu hal yang menarik dari Mission Impossible: Dead Reckoning Part 1 adalah lekatnya tema politis dan teknologi. Christopher McQuarrie, sang sutradara yang juga ikut menulis film ini bersama Erik Jendressen, mengangkat bagaimana tema perlombaan senjata dan menipisnya sumber daya alam menjadi pendorong kepentingan berbagai negara untuk mencapai kekuasaan atas dunia.
Untuk mencapainya, sebuah senjata hasil perkembangan teknologi manusia, AI yang dapat memanipulasi dunia maya, menjadi rebutan. Gawatnya, bersamaan itu pula AI tersebut justru ‘membelot’ dari para manusia, seperti di film Terminator. Gak salah menyebut Hunt berhadapan dengan “Skynet” di Mission Impossible: Dead Reckoning Part 1.
Harus diakui. ancaman AI memang bukan hal baru di Hollywood. Selain Terminator, sudah banyak yang mengangkat isu itu, tak terkecuali MCU. Meski begitu, ancaman AI di Mission Impossible: Dead Reckoning Part 1 terasa lebih nyata karena berkaitan dengan perkembangan politik negara-negara adidaya.
Pusaran itulah yang membenturkan kepentingan IMF sebagai ‘kepanjangan tangan’ Amerika Serikat dan ideologi Ethan Hunt. Kedamaian yang diinginkan oleh Hunt pun semakin kabur, sebagaimana ucapan filsuf Stoik Senecca, “Dimana pun ada manusia, disitu ada konflik”.
Hunt dan Penyakit Nostalgia dalam Misi Mustahilnya
Mission Impossible: Dead Reckoning Part 1 seakan menarik satu kesimpulan yang menarik dari film pendahulunya, Mission Impossible: Fallout, yaitu menjadikan protagonisnya se-manusiawi mungkin. Namun, untuk menjadikan sosok Hunt manusiawi, McQuarrie dan Cruise justru terjebak dengan nostalgia dengan membawa seseorang dari film-film MI sebelumnya. Sayangnya hal ini membuat karakterisasi antagonis di Dead Reckoning seperti fabrikasi.
Mcquarrie dan Cruise seakan tidak memberikan (atau memiliki) waktu bagi kita untuk memikirkan tentang sosok antagonis yang lebih memorable dan termotivasi. Mungkin di antara tujuh film MI, hanya Solomon Lane (Rogue Nation, Fallout) musuh yang paling berbahaya, namun itu pun juga hasil fabrikasi dari seri MI sebelumnya.
Tugas selanjutnya dari Cruise (bila terus melanjutkan peran Ethan Hunt) dan sutradara di seri MI selanjutnya adalah menyediakan sosok antagonis di luar fabrikasi seri MI seperti Kolonel Hans Landa di Inglorious Basterds atau Khan Noonien Singh di seri Star Trek.
Seperti yang dikatakan oleh Ethan Hunt bahwa “masa lalunya yang membuatnya sekarang”, seri MI masih terpaku dan mengandalkan sosok-sosok dari masa lalu Hunt, meskipun tidak separah waralaba Fast and Furious dimana karakter-karakter yang telah “mati” bahkan bisa hidup kembali. Cukup unik mengingat dari figur-figur masa lalu, Hunt menghadapi tantangan masa depan. Mungkin Tom Cruise sadar usia dan ingin mengkontraskan bahwa Hunt juga manusia, usia menjadi pertanda, sementara ancaman bisa sewaktu-waktu jauh meninggalkannya (baca: mengalahkannya)