Iterasi terbaru dari franchise Game of Thrones (GOT), yang berjudul House of the Dragon, kini tengah menjadi buah bibir fans dari serial buku A Song of Ice and Fire karena telah merilis season 2 dari series ini. Kita semua tahu kalau GOT adalah sebuah cerita tanpa pahlawan di dalamnya.
Secara moral, para karakter yang ada diperlihatkan secara humanis dan seimbang, jadi meskipun satu karakter memiliki citra heroik atau sifat dan sikap yang heroik, tidak menjamin bahwa ia adalah orang yang baik 100% secara moral, pasti ada satu atau dua hal laknat yang dilakukan oleh karakter tersebut.
Karakterisasi yang abu-abu, dikawinkan dengan worldbuilding yang luar biasa, memberikan kebebasan bagi George R.R. Martin (GRRM) selaku penulis untuk mendeliver cerita thriller politik bernuansa medieval tanpa sosok ksatria berkuda putih dengan tujuan mulia di dalamnya sebagai main character, dan beliau sudah melakukannya dengan baik di Game of Thrones, setidaknya lewat bukunya, karena untuk urusan kreatif dari serialnya, GRRM hanya bertindak sebagai pengawas kreatif dan selebihnya diserahkan ke HBO dan duet David Benioff dan D.B Weiss sebagai showrunner.
House of the Dragon Season 1
Fast forward ke tahun 2022, 3 tahun setelah perilisan season terakhir GOT, muncullah sebuah series prekuel berjudul House of the Dragon (HOTD) yang sesuai judulnya, mengisahkan tentang dinasti Targaryen yang sudah menguasai Westeros selama berabad-abad sejak Aegon the Conqueror berhasil menyatukan 7 kerajaan dan kini, tahta besi dijabat oleh Raja Viserys Targaryen yang kesulitan memiliki anak laki-laki.
Beliau hanya memiliki 1 orang anak, anak perempuan semata wayangnya yang bernama Rhaenyra Targaryen, seorang putri dengan jiwa petualang yang menggelora di dalam dirinya. Kehidupan keluarga kerajaan ini berjalan normal hingga suatu hari, permaisuri dari Raja Viserys meninggal saat melahirkan anak laki-laki yang selama ini dinanti, dan seakan tidak cukup, anak laki-laki Viserys ini meninggal saat dilahirkan.
Keadaan ini membuat Viserys menerima nasibnya dan memutuskan untuk melakukan hal yang tidak pernah dilakukan pendahulu-pendahulunya, yaitu membuat seorang putri raja menjadi Ahli Waris. Namun keadaan ini pun seakan menggantung saat tiba-tiba Raja Viserys menikahi Alicent Hightower, putri dari Ser Otto Hightower dan dari pernikahan ini, Raja Viserys dikaruniai 2 orang anak, yang bernama Aegon dan Aemond Targaryen.
Dan di sinilah keputusan Viserys sebelumnya menjadi dalam situasi yang tidak pasti. Dan di tengah ketidakpastian ini, sang Raja jatuh sakit yang sangat parah dan pada saat Viserys meninggal, dinasti yang sudah berkuasa selama berabad-abad inipun harus terbagi antara Team Green dan Team Black.
Team Green adalah trah keluarga Targaryen yang berasal dari perkawinan Viserys dengan Alicent dan berkedudukan di King’s Landing dengan raja mereka yang bernama Raja Aegon II, dan Team Black yang merupakan trah asli dari klan Targaryen dengan ratu mereka yaitu Rhaenyra dan berkedudukan di Dragonstone. Dan perpecahan ini semakin diperparah dengan adanya perseteruan antara Lucerys Velarion, putra dari Rhaenyra dengan Aemond Targaryen, yang menyebabkan Lucerys terbunuh dan sang Ratu pun bertekad untuk membalaskan dendamnya bersama para pendukungnya.
Masuk ke HOTD season 2, sebenarnya cerita dari season ini masih terbilang netral, setidaknya sampai episode 3, di mana faksi Black pun tidak sesolid yang dikira. Banyak friksi dan perbedaan pendapat di antara para anggota dewannya, serta pengambilan keputusan yang lambat dari ratu Rhaenyra, sementara di lain sisi, faksi Green sudah mulai mengumpulkan pasukan untuk berperang dengan raja Aegon II sebagai panglima tertinggi didampingi oleh Ser Criston Cole. Serta faksi Black pun melakukan tindakan tidak terpuji dalam usaha balas dendam mereka dengan pembunuh bayaran mereka, membunuh salah satu bayi dari Aegon yang menyebabkan Rhaenyra dijuluki sebagai Kinslayer.
Apakah gaya storytelling ini bertahan hingga ke tengah season? Di sinilah hal ini menjadi menarik.
Episode 4 House of the Dragon: Titik Balik Naratif
Di episode keempat, Rhaenyra mulai bergerak dengan mengutus Rhaenys dan naga Meleys untuk menghadang Aegon. Di sini juga Rhaenyra mulai menanamkan pesan A Song of Ice and Fire kepada anaknya, Jacaerys. Episode ini menjadi titik balik penting karena memuat berbagai twist dan keputusan emosional yang memperjelas arah narasi. Penonton perlahan diarahkan untuk melihat Team Black sebagai pihak protagonis meskipun sebelumnya terlihat goyah.
Episode 4 HOTD sendiri mengisahkan tentang faksi Green yang sudah mulai banyak mendapat dukungan dari sekutu-sekutunya dan sementara faksi Black masih berjalan tanpa arah dan tidak ada respon apa-apa. Sehingga di tengah jalan, Rhaenyra memutuskan untuk mengirimkan Rhaenys dengan naganya yang bernama Meleys untuk bertarung melawan Raja Aegon dengan naganya yang bernama Sunfryre,dan juga sang Ratu mulai menceritakan soal A Song of Ice and Fire kepada Jacaerys seperti yang dulu dilakukan Viserys pada dirinya.
Dari episode ini, kita sudah bisa menebak sebenarnya kemana arah dari series ini akan bermuara, dan juga tanpa kita menaruh perhatian yang jeli sekalipun, sedikit demi sedikit penonton mulai diarahkan untuk mendukung faksi Black dengan cara membuat faksi Black menjadi karakter karakter Protagonis dan dengan maksimal membuat faksi Green menjadi a true antagonist dalam cerita ini. Walaupun kita sudah melihat keblunderan dan ketidaksolid-an team Black, tapi perlahan kita diarahkan untuk berpikir bahwa faksi Black lah protagonis dari cerita ini dan merekalah yang pantas disebut sebagai pahlawan.
Narasi Sejarah: Perspektif, Propaganda, dan Kekuasaan
Mengutip film Tenet karya Christopher Nolan yang menyatakan karakter dari John David Washington bukanlah satu-satunya The Protagonist dari cerita ini, sepertinya hal ini pun berlaku dalam cerita House of the Dragon, setidaknya lewat sumber aslinya. Seperti yang sudah diketahui bahwa HOTD diadaptasi dari buku lain dari saga A Song of Ice and Fire yang berjudul Fire and Blood. Fire and Blood sendiri ditulis oleh GRRM sebagai prekuel dari cerita utama A Song of Ice and Fire, dengan mengangkat cerita dari klan Targaryen.
Berbeda dengan seriesnya, Fire and Blood bukanlah sebuah buku yang story driven, melainkan menjadi semacam Kronik atau Catatan Sejarah mengenai klan Targaryen yang ditulis oleh Archmaester Gyldayn dan jika diperhatikan, narasi yang dibawakan dalam buku ini sangat pro terhadap faksi Green. Hal ini disebabkan karena betapa buku ini sangat menggambarkan faksi Green dengan cara yang lebih simpatik dan justru menegaskan bahwa faksi Black lah yang jahat dengan membelot ke kerajaan dan memahkotai ratu mereka sendiri.
Terlepas dari polemik di antara para fans mengenai cerita HOTD yang ternyata tidak terlalu netral dengan mulai membawa pola Heroes and Villains, ternyata bukunya pun secara tersirat mengambil langkah yang sama. Sehingga ini bukan soal GRRM yang kehilangan gaya netralnya dalam menceritakan sebuah cerita, melainkan soal bagaimana sejarah bisa diputarbalikan demi kepentingan politik dan kestabilan politik.
Tidak jarang kita menjumpai banyak fakta sejarah yang tidak kita jumpai di sekolah karena sejarah untuk pelajaran sekolah dan disebar sebagai propaganda semua sudah disesuaikan untuk kepentingan politik rezim yang sedang berkuasa. Rasanya kita tidak asing dengan sebuah film dokudrama Indonesia yang menuai kontroversi karena selalu diputar di tanggal dan jam yang sama setiap tahunnya sesuai permintaan penguasa dan beberapa tahun sejak rezim tersebut runtuh, banyak bermunculan fakta lain dari peristiwa yang diceritakan sehingga film dokudrama tersebut tidak lagi memiliki nilai di kalangan masyarakat, selain sebagai senjata untuk mencari dukungan politik.
Dengan menelaah HOTD dan Fire and Blood dan menghubungkannya dengan kejadian dunia nyata, penulis merasa bahwa kejadian-kejadian yang berputar mengenai konflik trah Targaryen ini, semua ditulis berdasarkan perspektif dan POV dari masing-masing. Mungkin bisa kita simpulkan bahwa HOTD ini diceritakan dari POV Jaecarys sebagai pewaris Tahta Besi di masa depan dan didiktekan olehnya kepada Archmaester yang menulis cerita ini? Siapa yang tahu.
House of the Dragon kini sudah rilis dan sudah bisa teman-teman nikmati di layanan HBO Go dan mari kita lihat, manakah yang memang pahlawan, faksi Black dengan darah murninya, atau faksi Green dengan superioritasnya.