Sebagian besar dari kalian pasti mampu menyebutkan puluhan film Marvel dari fase 1 hingga fase 5 secara kronologis. Namun, siapa yang mampu menyenandungkan theme song dari tiap judul yang kalian sebutkan tadi?
Tidak masalah jika hanya mengingat seri The Avengers saja sebagai amunisi Marvel yang memiliki bebunyian ikonik. Karena kenyataannya, Marvel hampir tidak pernah menciptakan sebuah identitas musik yang superhero-worthy untuk setiap lini filmnya.
Coba saja suruh orang-orang untuk menyenandungkan theme song dari film seperti Jurassic Park, Star Wars, maupun Harry Potter. Lalu suruh mereka lakukan hal yang sama pada film solo milik Captain America, Iron man, hingga Thor. Tentu saja hasilnya berbeda jauh dan dalam hal ini Marvel kalah telak.
Kualitas Skor Musik yang Medioker
Marvel bukanlah rumah yang nyaman bagi para komposer yang bekerja dengan sepenuh hati. Di sini, musik tidak pernah memenuhi fungsinya sebagai penentu dan pengatur mood yang proper.
Reece Goodall dalam tulisannya di theboar.org mengatakan, metode Marvel dalam memperlakukan para komposernya dalam proses penggubahan skor musik sangat tidak umum. Alih-alih menggunakan komposisi final, Marvel lebih suka menggunakan komposisi sementara untuk kemudian disinkronkan dengan adegan film yang memiliki tone dan mood sesuai.
Metode itu memaksa para komposer mau tidak mau harus mengubah draft untuk komposisi finalnya lalu menulis ulang demi skor musik yang lebih aman, instan, dan murahan.
Murahan dari mananya? Besok saat menonton film Marvel lagi, coba perhatikan isian musik di setiap momen tertentu. Momen lucu selalu diiringi musik lucu yang biasanya dihasilkan dari pizzicato instrumen strings, momen intens mendapat raungan dari brass section, dan momen sedih pasti disertai dengan gesekan violin tunggal yang mengiris hati.
Semuanya begitu predictable. Tidak ada dialog kontemplatif yang sengaja dibiarkan hening seperti yang kita jumpai di The Banshees of Inisherin. Marvel ingin semuanya terdengar riuh seperti sebuah wahana permainan.
Metode main aman Marvel ini turut bertanggung jawab atas banyak film ikoniknya yang secara ironis tidak mendapatkan pelakuan musik yang sepantasnya. Aspek musik seolah lupa menempati skala prioritas saat Marvel memulai produksi filmnya.
Theme Song di Film Marvel
Berbeda dengan skor musik atau music score yang fungsinya sebagai pengatur mood di sepanjang durasi film, theme song berperan penting sebagai wajah sekaligus identitas judul film yang diusungnya. Sebut saja Mission Impossible.
Cukup berbekal ketukan ritmis sederhana dengan hitungan birama 5/4 dan susunan nada yang tidak complicated, jadilah sebuah identitas musik yang tetap kekal di lintas generasi.
Musik yang menggunakan ritme sebagai kerangka utamanya dianggap cocok untuk melambangkan sekuen penuh aksi karena dentuman beat yang menghentak-hentak. Pendekatan ini coba diterapkan di judul terbaru Marvel, Ant-man and The Wasp: Quantumania. Hasilnya? Meh.
Keputusan Christophe Beck untuk memanfaatkan ketukan ritmis di komposisinya bukannya tanpa cela. Meskipun hitungan birama ganjil 7/8 memberi kesan seperti sedang di dalam perburuan, tapi tidak hadirnya dinamika nada yang melapisi tiap ketukannya malah meninggalkan efek spamming.
Paragraf di atas adalah jawaban indah yang penuh aspek teknis musik njelimet. Lalu, bagaimana dengan jawaban versi tidak indahnya?
Tidak perlu melibatkan analis selevel virtuoso untuk menjelaskan mengapa theme song ini flop. Kalau kita perhatikan, kegagalan itu ditandai dengan hampir tidak adanya orang yang membicarakan muatan musik di film ini. Kesimpulan malas tersebut sepertinya sudah cukup menjelaskan.
Mundur sedikit ke belakang, seri Black Panther memang memiliki identitas musik dengan unsur tribal yang sangat kuat. Namun hal itu tidaklah cukup. Lagipula siapa yang bisa mengingat apalagi menyenandungkan susunan nada musik tribal yang biasanya melompat jauh tak beraturan?
Hal terbaik yang pernah terjadi pada aspek musikal franchise film ini justru terletak di film yang dibenci banyak orang, Eternals. Motif nada theme song-nya mewah dan mudah diingat. Pun modifikasi motif nada dari komposisi utamanya juga variatif dan seolah turut menegaskan sisi kepahlawanan para Eternals. Andai saja resepsi film ini berakhir baik, mungkin skenarionya bisa berbeda.
Sungguh memalukan sebuah studio film raksasa yang menitikberatkan kontinuitas plot di setiap lini filmnya tapi tidak memiliki konsistensi yang sama pada kualitas aspek musikalnya.
Maka tidak aneh jika theme song di setiap film garapan marvel begitu mudah dilupakan. Sekadar di-notice saja sepertinya juga tidak. Bahkan strategi merilis theme song beberapa hari sebelum filmnya dirilis juga tidak membuahkan hasil.
Konsekuensi Serius bagi Marvel
Sebenarnya film superhero sangat lekat dengan identitas musik yang kuat. Komposisi John Williams untuk Superman dan Danny Elfman untuk Spider-Man versi Sam Raimi adalah contoh kecilnya. Entah kenapa Danny Elfman tidak mampu mengulangi kejeniusannya saat menangani Doctor Strange in the Multiverse of Madness.
Namun, Marvel seolah tidak peduli dengan pengalaman musikal yang imersif. Semuanya harus tentang spektakel dan CGI. Kualitasnya pun belakangan ini malah mengundang cercaan dari para kritikus film.
Jumlah film di katalog MCU sudah menyentuh angka 30 lebih dan jarang ada yang memiliki identitas ikonik untuk menarik minat calon fans baru. Tidak semua orang mempunyai waktu luang untuk menonton maraton 30-an film itu secara kronologis. Apalagi dipaksa harus menelan tontonan yang kadung dicap “jelek mampus” oleh para reviewer.
Kedunguan dan ketidakbecusan Marvel dalam menangani berbagai aspek teknis di film-filmnya kelak akan menjadi batu sandungan.
Fans mereka yang loyal kelak juga akan bertumbuh dewasa dan menyadari bahwa sajian dari Marvel tidak lebih dari sebuah tontonan bermutu rendah yang tak memiliki jiwa.