Woodwalkers menjadi film kesekian yang diadaptasi dari novel yang ditujukan pada pembaca muda. Disutradarai Damian John Harper, film ini bercerita tentang Carag, seorang shapeshifter (pengubah-bentuk) atau disebut juga sebagai Woodwalker yang mampu berubah menjadi seekor Puma.
Seperti Harry Potter atau Percy Jackson, Carag disekolahkan di sebuah institusi pendidikan “khusus” bernama Clearwater High. Di sana, ia ditempatkan bersama para Woodwalker lainnya dan ditempa untuk mempertajam kemampuan mereka. Apa yang didapatkan Carag di sana tidak hanya teman-teman baru, tapi rahasia kelam mengenai latar belakangnya.
Harper membuat sebuah film fantasi dengan worldbuilding baru yang lumayan cocok untuk anak-anak. Untuk para penonton anak dan pemula pada genre ini, film ini tentu akan terasa baru. Untuk penggemar genre ini, saya yakin akan merasa film ini terasa by the number atau template. Disclaimer: saya belum membaca novelnya, tapi saya akan mereview film ini dari perspektif orang yang sudah menonton berbagai film dengan genre serupa.

Woodwalker (Source: IMDB)
Sebagai penonton “veteran”, saya bisa mengatakan film ini membosankan dengan alur yang mudah ditebak. Mereka mencoba membangun worldbuilding seperti Harry Potter, Percy Jackson, Miss Peregrine dan lainnya. Tapi, masalah, klimaks, dan resolusi film ini dibuat setengah-setengah sehingga tidak tersampaikan dengan baik. Kenapa ada Woodwalker yang membenci manusia? Apa fungsi sekolahnya? Apa posisi para Woodwalker pada dunia manusia? Maaf sedikit spoiler-ish.
Kembali ke sekolah, Harper berusaha membuat sekolah seperti Hogwarts, Camp-Halfblood, dan rumah Miss Peregrine. Harper menyuguhkan sebuah situasi sekolah dengan sentuhan kisah dan permasalahan remaja modern yang realistis. Sayangnya, Harper tidak menjelaskan apakah itu sekolah biasa untuk para Woodwalker atau sekolah yang memang melatih Woodwalker untuk hidup di dunia nyata. Clearwater High tidak memiliki kesan sekolah untuk ‘anak-anak spesial’.
Akting dari para aktor sebenarnya tidak buruk, tapi terasa nanggung dan canggung. Akting tersebut membuat hubungan antar karakter yang diberikan juga tidak jelas. Mereka menunjukan adanya kemungkinan romansa pada beberapa karakter, tapi hanya untuk satu atau dua adegan yang membuat hubungan itu menjadi nanggung.

Woodwalker (Source: IMDB)
Film ini dialognya menggunakan dubbing alih bahasa dari bahasa Jerman ke bahasa Inggris. Mungkin efek dubbing juga menjadi kurang maksimal untuk menunjukan kemampuan berperan para aktor.
Untuk para hewan di film ini, ditampilkan dengan apik, tapi CGI burung yang terbang itu jelek untuk tahun 2025. Dialog antar hewan juga tidak jelas terutama saat hewan yang sama sedang berdialog satu sama lain. Konsep dialog oleh para hewan digambarkan melalui pikiran yang justru membingungkan; siapa yang sedang berbicara dengan siapa.
Akhir film ini tidak memberikan kepuasan dengan klimaks yang diberikan. Background keluarga kandung Carag sering disebutkan sampai akhir film. Tapi film ini hanya memberikan petunjuk yang tidak jelas fungsinya. Epilog untuk film berikutnya pun tidak memiliki nilai persuasive untuk membuat orang penasaran menunggu cerita berikutnya. But, kalau mengajak penonton anak-anak, saya rasa mereka akan puas puas saja dengan film ini…kecuali memiliki orang tua sinepil yang kritis.
DIMAS FADHILLAH