Setelah film Kimi no Na wa (Your Name) dan Tenki no Ko (Weathering With You) berhasil meraih kesuksesan dan memenangkan hati penggemar, sutradara Makoto Shinkai kembali lewat film yang sama kerennya. Kali ini ia mengangkat tema bencana dan cinta lewat film berjudul “Suzume no Tojimari”.
Berbeda dengan 2 karya Shinkai sebelumnya, film ini memiliki cerita yang lebih nyata dan relatable. Sutradara kelahiran Februari 1973 itu menjadikan peristiwa gempa dan tsunami Tohuku, Jepang, 2011 sebagai fondasi kisah yang ia bangun.
Suzume no Tojimari sejatinya bukan film sepenuhnya baru. Film ini sudah tayang lebih dulu di Jepang pada November 2022 lalu dan meraih berbagai penghargaan, termasuk menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa di sana.
Resepsi yang apik itu membuka jalan Suzume no Tojimari untuk rilis ke pasar internasional seperti karya-karya Makoto sebelumnya.
Resepsi yang gegap gempita itu tidak mengagetkan setelah penulis menonton filmnya langsung. Meski mengandung elemen fantasi yang kuat, film ini menggambarkan realita kehidupan dengan sangat baik, khususnya terkait melawan rasa takut.
Bagi masyarakat Jepang sendiri, Suzume no Tojimari bisa dianggap pengingat perihal bagaimana mereka bangkit dari trauma dan bencana yang menimpa mereka.
Berawal Dari Pintu Ajaib
Kisah Suzume no Tojimari dimulai ketika seorang gadis bernama Suzume melihat sebuah pintu misterius di tengah reruntuhan onsen. Penasaran, ia mengecek pintu tersebut dan secara tidak sengaja membukanya. Tidak ia ketahui, pintu tersebut adalah gerbang ke dimensi lain yang dihuni cacing berukuran besar. Saking besarnya, cacing tersebut bisa menghancurkan dunia apabila berhasil mendobrak masuk pintu tersebut.
Beruntung, Suzume tidak sendirian ketika pintu itu terbuka. Seorang pria penjaga pintu bernama Souta mencegah pintu itu terbuka kian lebar. Ia adalah seorang yang terpilih, the chosen one, yang memang turun-menurun bertanggung jawab menutup pintu-pintu lintas dimensi yang tersebar. Tugasnya sendiri belum selesai.
Gawatnya, belum selesai tugas mencegah pintu-pintu lintas dimensi terbuka, Souta dikutuk menjadi kursi kecil oleh seekor dewa kucing, Daijin. Mau tak mau Souta terpaksa meminta bantuan Suzume untuk menuntaskan tugasnya.
Petualangan Keliling Jepang
Dari segi cerita, film ini memiliki cerita yang fresh, komplit, dan easy to digest. Tanpa berlarut-larut, penonton langsung dibawa ke pokok permasalahan film ini, bencana yang dapat mengancam kehidupan manusia.
Penuturan cerita Suzume no Tojimari bergerak dengan cepat. Dalam waktu singkat, setelah duduk perkara dan akarnya kentara, kita dibawa bertualang dari satu kota ke kota lainnya untuk melihat bagaimana Suzume dan Souta melaksanakan tugasnya.
Dari Kyushu hingga Tohoku, kota-kota yang dikunjung Souta dan Suzume menawarkan karakteristik tersendiri. Lokasi pintu yang harus mereka tutup pun tak terbatas pada tempat-tempat terlantar saja. Beberapa di antaranya adalah historical landmark yang mulai dilupakan, membuat scenery dan story film ini lebih kuat, terutama bagi yang tinggal di Jepang.
Perjalanan yang dilakukan Suzume dan Souta secara tidak langsung juga membuat penonton merasa dekat dengan mereka. Melalui dialog dan metafora yang ditunjukkan, penonton dibuat merasakan emosi dari para karakter. Salah satu yang paling mengena adalah saat Suzume kecil menangis karena kehilangan ibunya akibat gempa.
Metafora Berwujud Pintu
Pesan yang ingin diungkapkan Makoto Shinkai melalui film ini sangat jelas dan tersampaikan dengan baik. Dalam hidup, ada “pintu” yang harus ditutup apabila kita ingin maju dan berkembang. Namun istilah ditutup disana bukanlah melupakan, melainkan menghadapinya, mengakhiri suatu babak di masa lalu, agar bisa menatap masa depan tanpa luka dan beban.
Cerita yang baik tentu tidak akan komplit tanpa karakter yang compelling juga. Setiap karakter di Suzume no Tojimari bisa dibilang sangat menarik dan hebat, membuat penonton ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang mereka. Highlight utamanya jelas Suzume, karakter idaman para lelaki. Cantik, berani, dan pantang menyerah, itulah Suzume yang sedang menemukan jati dirinya dan terhipnotis oleh cinta.
Karakter-karakter spesial seperti kucing yang bisa berbicara selayaknya manusia dan keberadaan kursi yang “hidup” menambah keunikan Suzume no Tojimari. Tidak mengherankan apabila sebagian penonton akan mengasosiasikan film ini dengan karya-karya Studio Ghibli karena inspirasinya begitu terasa.
Salah satu karya Ghibli yang terlintas di kepala ketika menonton Suzume no Tojimari adalah Majo no Takkyuubin atau dikenal juga sebagai Kiki’s Delivery Service. Mulai dari kisah penemuan diri, meninggalkan rumah, hingga kehadiran seekor kucing. Nonton film Suzume no Tojimari rasanya seperti penggabungan antara film khas Makoto Shinkai dengan film Ghibli.
Untuk voice acting, karakter Suzume disuarakan oleh Nanoka Hara, sementara Souta disuarakan oleh Hokuto Matsumura. Walau film ini adalah debut keduanya sebagai pengisi suara untuk anime, mereka bisa mengeluarkan penampilan terbaiknya. Menjiwai dan memuaskan, tidak terlihat seperti penampilan debut. Karakter Suzume dan Souta terasa hidup berkat performance mereka.
Membahas film Makoto Shinkai tentu tak afdol jika tidak membahas aspek visual dan audionya. Seperti film-film animasi Makoto Shinkai pada umumnya, kualitasnya benar-benar indah dan memanjakan mata. Desain setiap karakternya juga keren dan detail. Setiap elemen visual berhasil mewujudkan kisah, kepribadian, dan karakter pada film ini.
Sektor suara tak kalah keren. Soundtrack dari film ini digarap oleh Radwimps, salah satu langganan Makoto. Kary mereka berhasil membuat penonton jatuh cinta dan bahkan menangis karena lagunya yang sangat heart touching. Skoring musiknya juga sangat cocok dengan cerita yang dibangun Makoto, berhasil memberi nuansa setiap adegan dan dialog.
Sepanjang film, satu-satunya kelemahan yang terlihat pada film ini justru ada pada unsur percintaannya. Menggunakan bencana gempa bumi sebagai dasar plot cerita tentunya membuat kekuatan cerita film ini cukup berdiri sendiri tanpa harus menguatkan kisah cinta dua karakter utama, Suzume dan Souta. Percintaan mereka berdua dalam film ini terlihat dipaksakan dan terburu-buru, khususnya bagi Suzume yang sempat mengatakan dirinya takut dengan dunia tanpa Souta.
Mengakhiri review ini, film Suzume no Tojimari tetap merupakan film yang sangat memuaskan dan menyenangkan. Mulai dari plot, karakter, voice acting, musik, hingga animasi, semuanya mengagumkan. Film ini memiliki makna yang mendalam terkait kehidupan. Oleh karenanya, untuk para penggemar anime dan karya Makoto Shinkai, film yang telah tayang di bioskop ini wajib untuk ditonton.