Napoleon (Source: IMDB)
Review Napoleon: Penguasa Medan Perang, Bukan di Ranjang

Tak bisa dipungkiri bahwa Napoleon Bonaparte masih menjadi sosok yang paling diperdebatkan bahkan setelah kematiannya lebih 200 tahun yang lalu. Terlahir dari keluarga biasa, Napoleon mendobrak tatanan Eropa dengan menjadi kaisar Prancis dan mengalahkan kekuatan tradisional Eropa yaitu Austria, Prusia, dan  Bavaria di berbagai pertempuran. Namun, terlepas dari kehebatannya dan kekurangannya, masih menjadi rahasia besar mengenai kehidupan pribadi sang jenderal yang pernah digambarkan “kehadiran topinya setara dengan 40.000 pasukan” tersebut.

 

Jelas tak mudah untuk merangkum kisah hidup salah satu sosok paling berpengaruh dalam sejarah itu. Napoleon berada di urutan 34, lebih tinggi daripada Julius Caesar di urutan 67, namun di bawah Gengis Khan yang di urutan 29. Sergei Bondarchuk dan Dino De Laurentiis pernah mencoba ‘sekadar menggambarkan’ cuplikan kecil dari akhir petualangan Napoleon lewat Waterloo (1970). Hasilnya gagal box office, meskipun rekontruksi Pertempuran Waterloo di film itu merupakan salah satu penggambaran paling akurat dalam sinema.

 

Ketika sutradara veteran Ridley Scott memutuskan untuk membuat biopik, maka akurasi kembali menjadi tantangan. Bisakah Scott menggambarkan kisah hidup Napoleon, sekecil apapun, secara akurat? Jelas tugas berat untuk mengisahkan kisah penuh warna Napoleon dalam kurun kurang dari tiga jam.

 

 

Penggambaran Kisah Pribadi dan Ambisi Napoleon

 

Napoleon (Source: IMDB)

Napoleon (Source: IMDB)

 

Pembukaan Naopeleon sedikit mengingatkan bagaimana Scott membuka film Gladiator, yakni dengan intensitas urutan aksi sekaligus menyajikan drama melalui penggambaran karakternya. Di sini, sang karakter utama (diperankan Joaquin Phoenix) menyaksikan bagaimana Kemaharajaan Prancis jatuh dan datangnya invasi negara lain melalui Pengepungan Toulon. 

 

Sepanjang cerita, kita akan disajikan tiap kisah perjalanan politik dan militer yang saling berkaitan dengan pribadi Napoleon, terutama hubungannya dengan Josephine de Beauharnais (Vanessa Kirby). Penggambaran pertempuran Napoleon sendiri juga dipilih berdasarkan cerita yang berkorelasi dengan kehidupan pribadi Napoleon-kenaikan kekuasaan di Prancis (Pengepungan Toulon) hingga Eropa (Pertempuran Austerlitz) dan kejatuhannya dari tahta Prancis (Penarikan dari Rusia hingga Pertempuran Waterloo). Dalam hal ini, Scott dan penulis naskah David Scarpa (yang menulis naskah film Scott lainnya, All the Money in the World) memilih selektif terhadap kisah hidup Napoleon yang berwarna.

 

Meskipun film ini menandakan kolaborasi kedua Scott dan Phoenix pasca Gladiator, namun cerita tidak akan berjalan lancar tanpa kemampuan Vanessa Kirby sebagai istri Napoleon yang tidak setia. Pesona Kirby mampu membawakan sosok Josephine sebagai tandingan Napoleon-nya Phoenix yang digambarkan tangguh di pertempuran namun kikuk di lingkungan sosial kelas atas. Dibandingkan momen-momen pertempuran (yang sudah menjadi resep keberhasilan dan ciri khasnya Scott) yang hingar bingar, dinamika Napoleon-Josephine justru menjadi penggerak utama cerita film. Namun hal itu kemudian harus dibayar dengan penggambaran sosok Napoleon itu sendiri.

 

Pendekatan cerita Scott terhadap sosok Napoleon-yang pernah hampir menaklukan seluruh Benua Eropa dan mengubah sejarah peradaban manusia dua abad setelahnya, tidak didasarkan pada sumber buku tertentu. Kisah Napoleon di film ini adalah interpretasi Scarpa dan Scott mengenai sosok pemuda Corsica culun yang naik ke tampuk kekuasaan Eropa melalui catatan sejarah yang berdarah-darah. Pendekatan ini tidak untuk menginterpretasikan Napoleon layaknya Alexander yang ingin membawa kerajaannya dari Barat ke Timur, melainkan sosok Napoleon sebagai sosok manusia yang berkorban demi negerinya meskipun menginjak mayat rakyat mereka sendiri.

 

 

Mudah Diperdebatkan Keakurasiannya

 

Napoleon (Source: IMDB)

Napoleon (Source: IMDB)

 

Sosok Napoleon di sini digambarkan sebagai manusia yang awalnya memiliki kepercayaan diri dan superioritas luar biasa seiring dengan kemenangan yang diraihnya. Namun, perlahan, kekalahan ia derita yang ironisnya bermula dari rumah tangga ia sendiri. Kekalahan ia di sektor domestik mulai dari perselingkuhan Josephine hingga kehidupan ranjangnya menggerogoti Napolen hingga kejatuhannya.

 

Phoenix, yang berpengalaman menampilkan karakter kelam dalam film-filmnya, menonjolkan kekelaman dalam kepercayaan diri Napoleon. Akan tetapi, perspektif ini justru mengerdilkan sosok Napoleon sebagai negarawan besar yang pengaruhnya tak hanya di bidang militer, tetapi juga bidang politik dan hukum negara yang membentuk Eropa modern. Dengan kata lain, keakuratan film ini mudah diperdebatkan.

 

Ketidakakuratan sejarah lainnya adalah bagaimana penggambaran pertempuran Napoleon disajikan dalam film. Sebagaimana para sejarahwan mengkritik penampilan aksi Maximus di pertempuran pembukaan Gladiator, banyak yang mempertanyakan mengapa Napoleon, seorang perwira artileri, justru memimpin serangan kavaleri.

 

Penggambaran Waterloo sendiri juga mengulangi kesalahan di film Waterloo (1970) yang menekankan peran pasukan Inggris dibawah pimpinan Duke of Wellington, padahal pasukan Prusia yang dipimpin Marsekal Leberecht von Blucher-lah yang membendung serangan Napoleon. Hanya saja, dengan uang dari Apple TV sebesar 200 juta dolar, yang setara dengan pembuatan Killer of the Flower Moon-nya Martin Scorsese, Scott memiliki kebebasan untuk menggambarkan Napoleon sesuai dengan perspektifnya sendiri. Ini Napoleon-nya Scott.

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment