Review Coffee Talk 2: Main Game, Ngeracik Kopi, Ngobrol

Jika anda orang yang gemar menyeruput kopi di kafe sambil menikmati senja atau hujan gerimis yang sendu, maka anda harus mencoba game Coffee Talk setidaknya sekali. Ya, ini di luar kebiasaan PSR akhir-akhir ini yang lebih berfokus ke konten-konten berkaitan dengan film. Namun, ada kalanya, kami juga ingin mengapresiasi produk pop culture lainnya, ya seperti Coffee Talk ini. 

 

Coffee Talk adalah game simulasi kafe kopi di mana player akan menjadi barista. Tugas utama player, meracik kopi sesuai keinginan dan kebutuhan tamu yang datang. Tantangannya, kopi yang mereka inginkan dan butuhkan tidak semuanya disampaikan secara gamblang. Player harus bisa menebaknya dengan mengintepretasi gesture, personaliti, selera, dan cerita yang mereka sampaikan ala obrolan “warung kopi”. 

 

Diproduksi oleh Toge Production, Coffee Talk mendapatkan pujian di mana-mana. The Guardian menasbihkannya sebagai salah satu game terbaik 2020, tahun di mana game ini dirlis pertama kali. Ya, PSR memang LTTP alias Late To The Party dalam hal ini, but it doesnt diminish the value of this game. Sekuelnya pun sudah relatif lama rilis dan tulisan ini akan lebih banyak membahas seri keduanya, Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

 

Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

 

Struktur dan setting Coffee Talk 2 kurang lebih mengikuti prekuelnya. Mode cerita berlangsung selama dua minggu di Seattle yang dihuni oleh manusia, elf, dan alien. Setiap hari, pelanggan datang untuk membicarakan masalah mereka sambil menikmati kopi pesanannya. 

 

Setiap hari diawali dengan halaman depan surat kabar lokal. Koran tersebut berisi beragam berita mulai dari vaksin yang baru dikembangkan untuk melawan virus, para pekerja yang ingin membentuk serikat pekerja, pengawasan polisi, dan perjuangan atas hak-hak dasar bagi komunitas yang terpinggirkan, dan masih banyak lagi.

 

Berita-berita itu, sayangnya, tidak semuanya memiliki relevansi ke cerita. Kehadirannya lebih untuk set the mood karena keluhan para tamu ya soal masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, termasuk yang diberitakan. Ada kalanya masalah-masalah mereka tumpang tindih di mana mempersulit proses peracikan kopi oleh player. 

 

Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

 

Ya, secara gameplay, Toge mengupdate tingkat kesulitan (dan memperunik) proses peracikan kopi di Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly. Update terletak pada pemecahan misteri resep minuman yang kian kompleks dengan pembatasan bahan dan risiko kesalahan yang lebih tinggi. Player dituntut eksperimental dan hati-hati di saat bersamaan. 

 

Fitur baru yang menarik adalah elemen laci item, di mana pemain dapat menyimpan barang yang diperoleh dari pengunjung untuk diberikan kepada pengunjung lain. Barang-barang ini hanya dapat diperoleh jika pemain berhasil menyajikan minuman yang sesuai. 

 

Hadiah-hadiah itu memiliki implikasi ke jalannya cerita di mana Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly memang memberikan player peran lebih. Player tak lagi hanya Barista,  tapi juga storyteller, menjadikannya game kedua ini lebih engaging dibandingkan dengan edisi pertama. Meskipun tantangan ini menawarkan pengalaman bermain yang menarik, bagi yang mengalami kesulitan, mencari resep dan clue dari forum internet bisa menjadi solusi yang tepat.

 

Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly

 

Dalam hal karakter, Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly lebih menitikberatkan pada karakter-karakter baru seperti Riona dan Lucas. Sayangnya, hal itu dilakukan dengan mengesampingkan karakter-karakter dari game pertama. Perubahan ini sejatinya bukan masalah besar jika player belum pernah memainkan game pertama dan  narasi mereka menarik dan saling terkait, sayangnya hal ini tidak sepenuhnya tercapai.

 

Lucas adalah seorang influencer yang ingin menciptakan sesuatu yang “asli”, sementara Riona adalah seorang penyanyi opera yang memiliki cita-cita tinggi dan berjuang melawan rasisme terhadap Banshees. Cerita Riona memiliki potensi sebagai alegori tentang rasisme, tetapi sebagian besar alur ceritanya lebih fokus pada upaya internet barunya yang dilakukan bersama Lucas.

 

In the end, meskipun mekanisme pembuatan dan vibe  musik Coffee Talk 2: Hibiscus & Butterfly mendekati kesempurnaan dalam menciptakan perasaan nyaman yang unik, ada perasaan sejatinya game ini bisa menawarkan lebih dalam hal cerita. Ada banyak narasi yang menarik dan dunia yang dapat lebih dieksplorasi oleh permainan ini. Namun, tak adanya komitmen kuat terhadap isu-isu sosial yang diangkat, terutama melalui pemberitaan sebelum bermain, game ini tak jarang terasa dangkal dalam hal cerita. 

DAMA RIFKI

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment