Meskipun tren rom-com menurun di dekade ini akibat banjir film adaptasi superhero dan tidak populernya film-film berbudget menengah, tidak bisa dipungkiri bahwa penonton masih merindukan sajian ringan romansa dalam pengalaman sinematik seperti karya-karya Nora Ephron dulu. Siapa coba yang tidak kangen dengan romcom romcom berkualitas seperti When Harry Meet Sally, You’ve Got Mail, Sleepless in Seattle, dan masih banyak lagi. Di sisi lain, pasti banyak juga yang kangen dengan romcom remaja yang raunchy, naughty, dan terkadang melodrama di akhir 90an, awal 2000an seperti American Pie, Step Up, 10 Things I Hate About You, dan 500 Days of Summer yang bikin cowok termehek-mehek itu.
Situasi tersebut, mungkin, yang mendorong Sony pede merilis film romcom terbarunya, Anyone But You pada akhir 2023 lalu. Filmnya memangt ridak dirilis di bioskop kita dan bisa dipahami melihat rilisan sinopsis dan foto antara kedua pemeran utamanya yakni Sydney Sweeney (Euphoria) dan Glen Powell (Top Gun: Maverick) mengandung cerita dan isi yang vulgar. Tapi, hal itu tidak menghalangi penulis untuk menonton dan kemudian membuat review ini.
Well, menurut penulis, salah satu resep utama untuk kesuksesan film romcom bukanlah cerita yang kaya akan filosofis atau dialog quotable. Kuncinya adalah chemistry antara kedua tokoh utamanya. Will Gluck, yang berpengalaman dalam genre ini lewat film-film seperti Easy A dan Friends with Benefits, bertaruh pada sosok Sweeney dan Powell yang lagi hot-hotnya. Ia mengandalkan karisma keduanya untuk membawa kisah Shakespeare Much Ado About Nothing ke set modern. Bukan hal baru, upaya itu pernah ada sebelumnya lewat 10 Things I Hate About You yang merupakan adaptasi Taming of The Shrew.
Romansa Shakespeare dalam Zaman Modern
Sebagaimana adaptasi karya Shakespeare lainnya, kita tidaklah disuguhi pemandangan latar sesungguhnya. Bila dicerita aslinya latar belakangnya adalah kota Messina di Pulau Sisilia, oleh sang sutradara kita dibawa ke kesibukan kota Boston, Amerika Serikat.
Di tengah-tengah kesibukan sehari-hari, kita diperkenalkan dengam Bea (Sydney Sweeney), seorang mahasiswi hukum yang yang bertemu dengan seorang karyawan lembaga keuangan Ben (Glen Powell) di sebuah kedai kopi yang sibuk. Pertemuan meet-cute mereka segera membuat keduanya dekat hingga mereka menghabiskan malam bersama. Sayangnya, hubungan mereka menjadi kacau akibat berbagai kesalahpahaman yang muncul setelahnya hingga keduanya menjauh.
Sebagaimana dalam klise romcom lainnya, keduanya bertemu kembali ketika saudara perempuan Bea, Halle (Hadley Robinson) dan teman Ben, Claudia (Alexandra Shipp) mengumumkan rencana pernikahan mereka di Sydney, Australia. Ya, ya, kalian tak salah membaca, mereka pasangan lesbian.
Walau ogah-ogahan, demi menghormati mereka yang akan menikah, Ben dan Bea memutuskan untuk datang. Walau begitu, tak satupun dari mereka berusaha keras untuk menyembunyikan ketidaksukaan mereka terhadap satu sama lain.
Berbagai upaya dilakukan kerabat-kerabat mereka untuk meredam bom waktu berjalan Bea dan Ben yang bisa meledak sewaktu-waktu. Bahkan, para orang tua pun mencoba menjodohkan keduanya kembali. Sayangnya, banyak elemen-elemen yang menghalangi semua rencana itu berjalan mulus. Salah satunya, kehadiran mantan Ben di pernikahan yang sama.
Penjelasan panjang lebar ini sebenarnya tidak terlalu diperlukan karena Anyone But You mengikuti semua resep romcom dewasa (dengan beberapa adegan vulgar sebagaimana film Gluck, Friends with Benefit). Gluck mencoba membawa adaptasi Shakespeare dengan nuansa modern seperti pernikahan sesama jenis dan hubungan one night stand yang cukup ngetrend (dan berlawanan dengan nilai-nilai konservatif di Indonesia). Namun, dengan semua penambahan norma-norma yang kebarat-baratan (menurut saya selaku penulis), apakah kemudian Anyone But You cukup membuat berkesan? Sepertinya tidak.
Cast Solid, Chemistry Gak Asyik, Naskah Generik
Sebagai pasangan di film ini, Powell dan Sweeney mengemban beban utama untuk menggerakkan cerita sebagaimana film ini berfokus pada kedua karakter utamanya. Powell terlihat lebih nyaman dalam perannya sebagaimana dia berperan di film Set It Up yang bergenre serupa.
Sweeney sebaliknya. Ia terlihat berusa terlalu keras untuk menjadi bintang utama di sini. Sweeney, yang dianggap sebagai salah satu komoditas panas pemeran utama wanita sejak di serial Euphoria, mencoba menjadi fokus utama. Ia sendiri mengakui usahanya ketika mengatakan bahwa dirinya setuju untuk tampil di Madame Web agar bisa bermain di film ini. Sayangnya, upayanya tidak menjadikan film ini lebih baik.
Usaha Powell dan Sweeney sayangnya terlalu berat akibat naskah Gluck yang terlalu dangkal. Gluck hanya sekedar mengerjakan tugas studio untuk memasangkan kedua aktor di film romantis bernuansa dewasa dan bisa dikatakan berhasil bila melihat dari perolehan box office. Namun, film ini tidak menjadikan kedua aktor utamanya memiliki portofolio yang lebih baik.
Bagi Powell mungkin masih memiliki kesempatan lewat aksi selanjutnya sebagai pemburuh angin topan di Twister atau rencana sekuel Top Gun, tetapi bagi Sweeney yang telah turut ambil bagian dalam film Sony lainnya (Madame Web), pilihan Sweeney menjadi lebih terbatas bila ingin melepas imagenya sebagai hot chicks.
Tak bisa dipungkiri betapa susahnya membawa adaptasi Shakespeare ke zaman modern. Tetapi, terkadang, cukup menjadikannya relatable bisa jadi pilihan masuk akal, sebagaimana yang dilakukan di 10 Things I Hate About You dengan menjadikan latar cerita ala romcom muda-mudi SMA. Hasil antara keduanya pun berbeda.
Bila setelah lebih dari dua dekade kita masih mengingat hubungan manis Patrick Verona dengan Kat Stratford, maka mungkin tak butuh lebih dari semalam untuk melupakan cerita Ben dan Bea dengan drama percintaan mereka yang tak seberapa. Well, sekarang juga lagi bulan Puasa, more reasons to avoid this movie.