Setelah Gretel & Hansel dan Longlegs, Osgood Perkins tancap gas untuk bisa menjadi sutradara horor yang diperhitungkan di era 2020 lewat The Monkey. Simplenya, jika kalian pernah menonton film-film kartun jadul seperti Tom & Jerry atau segmen Will E Coyote dan Road Runner di Looney Tunes, nah film ini adalah perwujudan live action dari segala bentuk kesadisan yang ada di kartun-kartun tersebut.
Ketika di kartun-kartun tersebut tokohnya punya nyawa seribu karena masih bisa jalan-jalan setelah ditembak pakai meriam, diledakkan pakai dinamit, dan ditimpa bola bowling, di film ini tidak. Kalian bakal melihat presentasi kesadisan yang berdarah-darah tapi, deliberately, comedic.
Karena jualan utama The Monkey adalah kesadisan yang kocak di permukan, tapi gak ngotak jumlah darahnya, patut digarisbawahi bahwa cerita film ini sangatlah ringan. So, kalau ekpektasi kalian film ini memiliki kisah yang seberbobot Long Legs, The Monkey bukan untuk kalian. Jangankan kisah berbobot, film ini juga tidak memberikan kejutan-kejutan yang mindblowing. It’s pretty straightforward, tapi kurang greget.

The Monkey (Source: IMDB)
The Monkey sendiri diangkat dari cerita pendek Stephen King yang berjudul sama, walau begitu Osgood Perkins membuat kisah yang lumayan berbeda untuk versi filmnya. Cerpennya bercerita tentang upaya pasangan bapak dan anak, Hal and Petey Shelburn, membuang mainan monyet bersimbal yang bisa mendatangkan kematian tiap kali membunyikan alat musiknya. Hal menyakini mainan tersebut terkutuk karena segala kecelakaan dan mimpi buruk yang ia alami ketika kecil.
Filmnya memiliki awal yang sama, namun kisah disampaikn dari sudut pandang anak kembar Hal dan Bill Shelburn. Ketika keduanya menemukan mainan monyet drum band peninggalan ayah mereka, keduanya tidak menyadari bahwa mainan itu terkutuk. Baru ketika mendapati orang-orang di sekitar mereka mati mengerikan ketika sang monyet memainkan drumnya, mereka sepakat untuk membuangnya. Namun, 25 tahun kemudian, monyet itu kembali secara misterius, membawa teror baru ke Hal dan Bill.
Seperti dikatakan di atas, in general, Perkins membuat film yang ringan dengan eksekusi adegan kematian yang gore tapi lucu. Kelucuan datang dari bagaimana kematian hadir dengan cara yang tidak terkira. Benda-benda dan setting yang tampaknya sederhana, mampu menciptakan kematian yang gore, lucu dan memiliki nilai satire yang cukup baik. Sungguh tidak terkira.

The Monkey (Source: IMDB)
Sayangnya, meski cara kematiannya tidak terkira, bagaimana kematian itu disetup untuk karakter tertentu sangat mudah dipredikisi. Walhasilk, impactnya tidak semenghentak yang diharapkan. Twist surprisenya jangan dibandingkan dengans seri Final Destination. Kalah Kelas dan kalah detail juga. Gawatnya, kisah dan eksekusi yang predictable itu terbawa hingga akhir film.
Bagaimana dengan aktornya? Untungnya masih ada yang patut di-highlight, akting Christian Convery sebagai si kembar Hal dan Bill versi anak-anak. Christian mampu memerankan dua karakter sekaligus yang bertolak belakang, membenci satu sama lain, dan chaotic begitu berhadapan dengan si monyet terkutuk. Ironis, Theo James, pemeran Hall dan Bill versi dewasa, tidak se-convincing Christian dalam berakting dan hal itu diperburuk character development yang serba nanggung untuknya,
Sedikit fun fact, sejatinya mainan monyet yang tampil di film ini akan sama dengan versi cerpennya, Instead of bermain drum, sang monyet keparat itu akan tetap memainkan symbal saja. Nah, penggantian tersebut bukan salah dari pihak produksi dan properti, tapi Disney yang mengakuisisi lini mainan monyet yang bermain cymbal. Ingat karakter monyet di Toy Story yang berfungsi memantau pergerakan mainan lewat CCTV? Nah, itu monyet yang sama dengan versi cerpennya, namun lisensinya sudah digunakan Disney,

The Monkey (Source: IMDB)
Akhir kata, film ini sangat direkomendasikan untuk kalian yang akan bersiap dan kangen-kangenan untuk nonton Final Destination nanti. Film ini bagaikan pemanasan sebelum Final Destination. Bagaimana kematian diatur secara natural dan si monyet selalu menjadi trigger pada setiap kematian.
Untuk ngin menonton film ini adalah dengan munculnya salah satu cast yang menjadi salah satu favorit gue, Elijah Wood. Tapi setelah selesai menonton, gue berpikir: apa gunanya Elijah Wood? Apakah dia cameo? Tapi sama sekali tidak terkesan seperti tamu kejutan yang muncul. Apakah easter egg? Tapi ngga juga. Jadi apa gunanya Elijah Wood?
DIMAS FADHILLAH, ISTMAN MP