Belakangan ini, dunia perfilman Indonesia sering kali menghadirkan film dengan genre horor yang sepertinya disukai dan ditunggu-tunggu oleh para penikmat film. Namun, kali ini, giliran salah satu aplikasi layanan streaming film yaitu Catchplay yang memproduksi film (horor) layar lebar perdana mereka. Judulnya ‘Losmen Melati’ dan telah tayang pada Jumat, 16 Maret lalu.
Film garapan Mike Wiluan dan Billy Christian ini pada mulanya dibuat dalam bentuk serial sebelum akhirnya berganti format menjadi film layar lebar yang berdurasi sekitar 1 jam 32 menit. Karena perubahan itu, Losmen Melati dikonfirmasi akan menjadi film pertama dari universe yang akan dibangun. Dengan kata lain, akan ada sekuel atau kisah lanjutan nantinya.
Losmen Melati bercerita tentang tempat penginapan bekas perkebunan Belanda yang penuh dengan kejadian sadis dan mistis. Setiap pengunjung yang menginap dipastikan tidak akan bisa keluar dan akan berakhir mati. Losmen itu sendiri, dulunya, merupakan tempat tinggal seorang dokter aneh bernama Kusno (Kiki Narendra) yang suka melakukan eksperimen gila dan tidak manusiawi terhadap jenazah orang yang baru saja meninggal.
Suatu hari, datanglah seorang perempuan, Ibu dari Madam Melati (Alexandra Gottardo) yang ingin berobat kepada dokter Kusno karena penyakit yang dideritanya. Sayangnya, perempuan itu dibunuh dan digantung tepat di halaman rumah dokter. Warga sekitar meyakini penyakit yang dideritanya adalah sebuah kutukan.
Mayat sang ibu pun akhirnya dibawa masuk ke rumah, di mana setelah itu Melati menyadari bahwa tempat itu dan penghuninya telah dikutuk selama bertahun-tahun oleh arwah orang mati. Melati, yang mempercayai ilmu hitam, pada akhirnya memilih untuk menerima kutukan kegelapan dan mengubah rumah tersebut menjadi tempat penginapan yang bernama Losmen Melati.
Secara keseluruhan, Losmen Melati adalah film horor lokal yang rasanya seperti film Hollywood. Tidak seperti film horor Indonesia pada umumnya, film ini memiliki cerita yang fresh dan unik. Konsep dari Losmen Melati yang menyrupai anthology Cabinet of Curiosities-nya Guillermo Del Toro sendiri bisa dikatakan sangat menjual karena jarang dikembangkan di Indonesia. Penonton yang lelah dengan cerita film horor lokal yang ‘template‘ tentunya akan tertarik dan tak sulit untuk menerima eksistensi jenis film seperti ini.
Adapun kelebihan utama yang dimiliki film ini adalah desain produksinya yang berhasil membuat penonton seolah-olah ikut terbawa ke latar waktu yang ditunjukkan. Hal itu mulai dari bangunan losmennya (interior & eksterior) hingga segala properti yang terlihat sepanjang film, seperti mobil, tempat tidur, lukisan, dan sebagainya. Semuanya terasa natural dan sangat dipikirkan detailnya.
Visualnya pun keren dan terlihat mahal. Banyak pemilihan shot dan angle yang cantik, didukung oleh pengaturan cahaya yang tepat aehingga berhasil membangun suasana yang horor dan misterius. Kostum dan makeup pada film ini juga bagus dan patut diapresiasi, khususnya Madam Melati yang berhasil memberikan kesan gothic dan mengingatkan pada karakter Morticia Addams dari the Addams Family.
Segi scoring tak boleh dilewatkan. Lewat komposisi score-nya, film ini sukses membangun atmosfer yang seram di mana musik pengiringnya bisa mendorong ketegangan, kecemasan, dan ketakutan pada penonton. Sayangnya, beberapa kali volume score tersebut terlalu kencang yang membuat penonton tidak jelas dalam mendengar dialog antar karakter.
Dari segi akting, Losmen Melati dibintangi oleh aktor Indonesia ternama yang sudah berpengalaman seperti Alexandra Gottardo, Kiki Narendra, Putri Ayudya, dan Samuel Panjaitan. Belum lagi ada Dwi Sasono dan Fandy Christian sebagai pelengkap dari film ini. Setiap aktor melakukan pekerjaannya dengan sangat baik yang berhasil memberikan sifat dan ciri khas dari masing-masing karakter.
Untuk aktor anak dan remajanya, aktingnya masih terasa tidak natural dan sangat terpaku pada script. Hal ini tentu mengurangi unsur realistik pada film ini dan penonton pun juga akan kesulitan merasakan emosi dari karakter yang diperankan.
Kekurangan lain dari Losmen Melati juga ada pada alurnya yang menggunakan jenis alur maju-mundur (campuran). Film ini mengambil latar waktu yang beragam, mulai dari tahun 1887, 1900, 1990, hingga 1997. Akan tetapi, transisi antar adegan kurang rapi dan mulus. Film ini tidak memberikan perbedaan yang mencolok antar waktu tersebut sehingga penonton bisa sedikit kesulitan dalam mengikuti jalan ceritanya. Penonton secara tidak langsung seperti dituntut untuk terus fokus dalam menonton film Losmen Melati.
Lalu, untuk sebuah film, rasanya terlalu banyak karakter penting yang harus diperhatikan oleh penonton. Setiap cerita mengenai pengunjung Losmen Melati yang berakhir mati tidak mendapatkan porsi yang cukup untuk penonton ikut bersimpati. Sepertinya konsep cerita Losmen Melati ini lebih baik dijadikan episodik ketimbang satu film agar bisa membangun fondasi cerita yang detail pada setiap karakternya.
Mengakhiri review ini, terlepas dari segala kekurangan yang ada, Losmen Melati tetap merupakan film yang patut untuk ditonton karena desain produksi yang keren dan konsep cerita yang unik ala Hollywood, berbeda dari film horor Indonesia kebanyakan. Apalagi film ini menjadi permulaan dari universe-nya Losmen Melati.