Better Man (Source: IMDB)

Review Better Man: Tipikal Biopik Musikal Tapi Bananas

From Bohemian Rhapsody to Elvis, film biopic tentang musisi bisa dikatakan memiliki genrenya sendiri. Popularitasnya tentu saja tergantung cerita musisi yang mana yang diangkat. Dua film yang penulis sebutkan berikutnya sudah tentu 2 musisi yang termasuk superstar, jadi sudah pasti film mereka akan sukses di box office. Lalu bagaimana dengan musisi lain yang namanya tidak seterkenal itu?

 

Say hello to Robbie Williams. Musisi pop yang sangat booming di era 90an hingga 2000an awal. Lulusan boyband layaknya Justin Timberlake, kisahnya dijadikan dalam bentuk film berjudul Better Man. Alih-alih membuat film biopic biasa seperti yang sudah-sudah, Robbie Williams memilih jalur yang agak unik: “He casts himself as a CGI Monkey”. Lucunya, di tahun yang sama, ada film biopic yang turut memilih presentasi yang tidak kalah uniknya yakni film biopic musisi Pharrell Williams berjudul Piece by Piece di mana keseluruhan filmnya dibuat dari LEGO.

 

Biasanya, setiap film biopic selalu mencari aktor / aktris yang paling mirip dengan tokoh yang mereka perankan. Rami Malek sebagai Freddie Mercury misal atau ke jalur yang lebih autentik seperti O’Shea Jackson Jr. yang memerankan none other than sebagai ayahnya sendiri, Ice Cube di biopic Straight Outta Compton. Robbie Williams malah menggambarkan dirinya sebagai seekor monyet.

 

Better Man (Source: IMDB)

Better Man (Source: IMDB)

 

It’s a unique take for sure and it works. Secara kemiripan, tidak ada mirip-miripnya antara Robbie the Monkey dengan Robbie Williams (obviously) tapi secara mannerism? body language? That’s Robbie alright. Jonno Davies betul-betul menangkap the essence of what makes Robbie Williams, Robbie Williams. Mulai dari tengilnya hingga kebiasaannya nge-flip mic saat berada diatas panggung. 

 

Benefit lain menggunakan monyet CGI adalah pada aspek surrealismnya. Karena CGI, sutradara bisa jauh lebih bebas menciptakan scene-scene di luar nalar nan dreamy yang kerap disebut sebagai heightened realism. Aspek ini sangat digunakan oleh sutradara Michael Gracey (The Greatest Showman).

 

Kisah seorang Robbie Williams sebenarnya tidak unik-unik banget. Tipikal musisi kebanyakan sih sebenarnya. Awal mulanya bagaimana ia jadi terkenal lalu ketika terkenal mulai kecanduan alkohol dan narkotika hingga berakhir di mana ia sadar, masuk rehab dan akhirnya berakhir saat mencapai puncak karirnya. Freddie Mercury kurang lebih begitu juga kok, tapi di Better Man,  dimana bagian-bagian saat Robbie gelut dengan pikiran-pikiran negatif yang menghantuinya sepanjang karirnya dibuat tidak flat dan terkesan lebih fantastical.

 

Better Man (Source: IMDB)

Better Man (Source: IMDB)

 

Inti dari kisah sepak terjang Robbie Williams sebenarnya can be summed up into 1 word: Insecurity. Seorang popstar seperti Robbie ternyata selama karirnya selalu merasa tidak yakin dengan talenta yang ia miliki. Tambah lagi karakter-karakter lain juga turut menambah rasa insekyur Robbie. Keluarga Robbie terutama.

 

Ayahnya adalah pemicu pertama asal muasal permasalahan yang dialami Robbie. Ayahnya mencampakannya semenjak kecil menumbuhkan rasa tidak yakin akan dirinya sendiri. Robbie yang sejak kecil cinta Frank Sinatra dan mimpi akan kesuksesan yang sama sepanjang karirnya dibuat tidak yakin oleh orang sekitarnya.

 

Selain Ayahnya, Managernya dan teman satu grup boybandnya ‘Take That” juga turut menambah masalah insecurity yang dialami Robbie. Scene dimana Robbie akhirnya melawan masa lalu dan semua pikiran negatifnya cukup mengejutkan and totally out of the box. Robbie disini memang monyet, but the heart and mind is human through and through.

 

Better Man (Source: IMDB)

Better Man (Source: IMDB)

 

Dari segi musik, Better Man seperti ambil jalan tengah. Layaknya Rocket Man (Film Biopic musisi Elton John),  musical number di Better Man tidak harus menunggu scene konser tapi juga bisa hadir di luar konser layaknya film musikal pada umumnya.

 

Contoh salah satu scene favorite penulis adalah musical number lagu Rock DJ yang keseluruhannya diambil one take di jalan Regent, London. Scenenya dinamis, ramai dan juga fantastis. Megah layaknya musical number Broadway. Beberapa scene lain mungkin tidak setradisional itu namun dengan berbagai macam imagery disesuaikan dengan state of mind Robbie at that point in the story. Tidak pernah sedikitpun adanya musical number menghambat laju jalannya cerita. Intinya, berkat bantuan monyet CGI, tampilan musical number Better Man sangat beragam dan kreatif. Michael Gracey is really upping the standard of what a musical number can become. 

 

To end the review, secara cerita memang tidak ada yang terlalu spesial dari karir Robbie Williams. Tipikal musisi sukses, mulai kecanduan alkohol dan narkoba dan bagaimana ia mengatasinya. Tapi di Better Man, presentasinya serta “gimmick” CGI Monkey membuat kisah filmnya lebih enak dicerna dan juga membuat kita turut merasakan segala masalah yang harus dihadapi seorang Robbie Williams. It is just simply a film with very good direction. Tambah lagi musical numbernya yang bombastis dan out of the box membuat Better Man jadi salah satu film biopic terbaik tahun 2024 yang baru ketonton tahun 2025

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment

1 + six =