Tira, yang mengadaptasi komik berjudul sama karya Nono GM, menjadi percobaan semesta transmedia Bumilangit yang kesekian setelah Gundala, Sri Asih, dan Virgo & The Sparklings yang lebih dulu muncul. Perbedaannya, apabila ketiga pendahulunya berupa film layar lebar, Tira mengambil format serial. Gawatnya, meski sudah mengambil format serial yang memberi ruang lebih untuk pendetilan kisah, Tira berantakan dalam bercerita.
Tersusun atas delapan episode dan mencapai finalnya pada 3 Februari lalu, kisah Tira berangkat dari perjuangan seorang mahasiswi, Suci Larasati (Chelsea Islan), menggapai impiannya untuk menjadi stuntwoman professional. Cita-cita itu datang dari pengaruh ayahnya, Rama (Mathias Muchus), stuntman veteran yang terpaksa mengakhiri karirnya karena terjatuh dari atap rumahnya.
Kecelakaan yang dialami Rama, gawatnya, menyebabkan Suci memiliki fobia terhadap ketinggian. Padahal, bagi seorang stuntwoman, wajib hukumnya berani terhadap rintangan apapun yang diberikan. Beruntung, Suci memiliki mentor yang secara sabar menuntunnya, Widywati (Karina Suwandi), aktris laga veteran dan juga teman baik dari ayah Suci. Perlahan tapi pasti, Suci mulai membangun kartir stunt-nya.
Suatu malam, ketika Suci tengah mempersiapkan diri untuk adegan laga, ia tanpa sengaja mendapati ritual di sebuah lokasi pergudangan tua. Sebanyak sembilan anak hendak ditumbalkan di situ. Suci berhasil menyelamatkan mereka, namun tanpa disengaja ia terkena kutukan dari ritual tersebut. Kutukan ditandai dengan guratan berbentuk naga di leher belakang Suci.
Melalui teman sekelasnya, Ben (Bhisma Mulia), Suci akhirnya mengetahui latar ritual tersebut. Ritual yang ia hentikan adalah ritual Nagatira yang rutin diadakan sembilan tahun sekali oleh kelompok “Sembilan Naga” di mana capres Angkasa Prabaswara (Egy Fedly) menjadi dedengkotnya. Anak-anak ditumbalkan pada ritual itu untuk memastikan anggota Sembilan Naga tetap memiliki kekuatan roh naga di diri mereka.
Suci, terkutuk karena mengintervensi ritual, memiliki waktu 40 hari untuk mematahkan kutukan Nagatira. Jika gagal, ia akan kehilangan nyawanya. Sulitnya, ia harus menjadi wadah dari sembilan roh naga yang berarti merebut satu persatu kekuatan anggota Sembilan Naga.
Stunt Patut Diacungi Jempol
Memiliki kisah tentang seorang stuntwoman tentunya menjadi wajib hukumnya serial ini memiliki action choreography yang well-delivered. Untungnya, untuk sektor ini, Tira deliver the material well. Laga di Tira berlangsung rancak, beringas, tak jarang sadis. Tulang remuk, tubuh hangus, pala di-dor, hingga leher digorok, ada semua.
Tentunya kadar beringas yang ditampilkan tidak sampai sesadis The Raid, namun cukup efektif untuk menampilkan Suci sebagai stuntwoman/ fighter yang mumpuni. Laga ketika Suci menyerbu rumah capres saingan Angkasa, Gun (Marcell Siahaan), menjadi highlight serial ini karena well choreographed dan “down to earth” apabila dibandingkan dengan laga-laga berikutnya yang terlalu mengandalkan super power roh naga.
Di samping memiliki action choreography yang apik, apa yang menarik dari Tira adalah perhatiannya terhadap proses belakang layar stuntwork. Serial ini memotret proses-proses yang jarang terlihat publik sebelumnya seperti proses audisi stuntman, rehearsal, hingga pre vis adegan laga yang hendak ditampilkan. Apabila kalian pernah menonton Stuntman React di kanal Youtube Corridor Crew, Tira adalah ekuivalennya dalam wujud serial fiksi.
Melihat bagaimana stunt process menjadi latar dari kisah Tira, tidak berlebihan menyebut serial ini sebuat surat cinta untuk stuntwork itu sendiri. Bumilangit patut diacungi jempol bisa mempelihatkan secara lebih detil bagaimana proses itu berjalan dibanding, bahkan, karya Quentin Tarantino yang memiliki tokoh seorang stuntman, Once Upon A Time in Hollywood.
Ketika nasib dan kerja keras para stunts jarang dibahas bahkan mendapat rekoginisi dari badan event penghargaan, Tira menjadi langkah progressif tersendiri. Sudah saatnya para pekerja stunt mendapat perhatian lebih atas kontribusi mereka ke industri perfilman
Pacing Bermasalah, Build Up Berantakan, Pay Off-nya So So
Sayangnya, delivery story material di Tira tidak sebagus laganya. Masih seperti karya-karya Bumilangit sebelumnya, Tira memiliki kisah yang not well-delivered. Pacingnya bermasalah, yang berdampak ke build up konfliknya. Ketika build up konfliknya bermasalah juga, pay-off-nya berakhir so so, biasa aja. Seakan-akan ini sudah seperti kutukan dari franchise Bumilangit.
Hal tersebut sungguh disayangkan karena sebenarnya Tira memiliki premis yang menarik. Dibanding title-title Bumilangit sebelumnya, ancaman di Tira terasa lebih compelling dan threatening. Apalagi, dengan tidak sedikitnya anak-anak yang menjadi korban di sepanjang kisahnya. Kids are eaten alive in this series.
Selain itu, seingat penulis, di serial ini lah pertama kalinya jagoan Bumilangit “terpaksa” harus membunuh lawan-lawannya demi bertahan hidup dan menjadi yang terkuat. Suci berkali-kali dihadapkan pada pilihan sulit, antara dibunuh atau membunuh, tak terkecuali “membunuh anak kecil”. Sungguh disayangkan ketika semuanya berakhir deksekusi biasa saja.
Salah satu contohnya ada pada bagaimana Suci berhasil mengalahkan beberapa anggota Sembilan Naga secara “tidak disengaja”. Hal itu membuat anggota-anggota Sembilan Naga yang awalnya convincingly evil dan menacing, malah menjadi sosok yang terlihat bodoh dan gegabah. Di sisi lain, membuat Suci tampak tidak proper sebagai hero,
Penulis tidak mau membuka banyak perihal bagaimana final fight di-treat di serial ini, but safe to say eksekusinya sama buruknya dengan final fight di Gundala. Terasa cepat, setengah matang, dengan villain yang tidak tahu bagaimana memanfaatkan kekuatannya dan Suci yang menang dengan kekuatan semangat dan kenangan indah. Gak salah membandingkannya dengan laga komik-komik Shonen.
Menurut penulis, final fight di Sri Asih jauh lebih keren dan proper dibandingkan apa yang ada di Tira, terlepas final confrontationnya diawali dengan send-off yang emosional dari salah satu karakter kunci.
Tira Masih Menyisakan Banyak Pertanyaan
Serial ini berakhir dengan cliffhanger, yang menegaskan bahwa perjalanan Suci sebagai sosok yang terkutuk Nagatira belum usai. Masih ada beberapa anggota Sembilan Naga yang hidup. Kekosongan tampuk kekuasaan yang ditinggalkan oleh Angkasa bisa menjadi plot menarik di season berikutnya di mana Suci harus berjibaku di antara menyelamatkan dirinya dan perebutan kendali di antara para anggota Sembilan Naga.
Total, berdasarkan keterangan terakhir di serial ini, Suci tinggal memiliki 14 hari untuk menyelamatkan hidupnya. Sementara itu, para anggota Sembilan Naga yang harus ia kejar belum jelas di mana keberadaannya. Satu di antaranya terlihat memiliki cincin Godam, salah satu jagoan Bumilangit yang menjadi ekuivalen dari Superman itu.
Lontar Mantra juga disebut-sebut menjadi jalan alternatif Suci untuk menyelamatkan dirinya. Namun, lagi-lagi keberadaannya juga tidak diketahui meski sudah di-tease di salah satu episode. Kuat diduga lontar mantra ada pada salah satu anggota Sembilan Naga yang diberi tugas khusus oleh Angkasa. Dan, terakhir, secara penampilan, Tira masih berbeda dengan penampilannya di komik.
Dengan masih banyaknya hal-hal yang belum jelas, Season 2 jelas dibutuhkan untuk melanjutkan (dan mengakhiri origin Tira) secara proper. Di sisi lain juga untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada di season 1. Namun, melihat Bumilangit struggling untuk membuat kisah superhero yang proper akhir-akhir, fans tidak bisa disalahkan jika was-was season 2 itu tidak akan pernah ada. Semoga saya salah.