Review Melancholy is a Movement: Kisah Absurd Joko Anwar

Pernahkah kamu membayangkan, bagaimana kehidupan seorang sutradara, apakah mereka merasakan struggle yang sama seperti para budak korporat? Atau bertanya bagaimana jika Joko Anwar main film?

 

Tenang saja, kamu tidak perlu bertanya-tanya lagi, karena jawaban dari pertanyaanmu setidaknya tergambar dalam bentuk yang melayang pada “Melancholy is A Movement” karya almarhum sutradara Richard Oh.

Melancholy is a Movement (Source: Netflix)

Berdurasi singkat sekitar 70 menit, film ini sebenarnya adalah film lama dan sudah pernah mendapatkan jam tayang di tahun 2015. Setelah sempat mengendap begitu lama akhirnya Netflix merilis kembali film ini di dalam platformnya. Bukan tanpa alasan film ini mengendap begitu saja. Pasalnya memang sulit untuk menemukan orang yang dapat menikmati dan paham akan film ini. 

 

Bercerita tentang seorang sutradara bernama Joko Anwar (yang diperankan oleh Joko Anwar) yang dalam film ini tampak sangat melankolis di sepanjang film. Tenang, dingin, dan tak banyak bicara. Sepanjang film, banyak sekali teman-temannya yang bercerita, berisik, dan bertanya kepada Joko. Responnya tak banyak. Hanya menjawab seperlunya, seadanya, atau bahkan kadang mengeluarkan jawaban-jawaban absurd yang tak tersaring, dan langsung keluar dari mulut.

 

Hingga akhirnya, Joko Anwar dengan idealismenya yang tinggi harus menerima tawaran menyutradarai sebuah film religi demi membayar seluruh tagihan dalam kehidupannya. Kemudian kisah berlanjut dengan bermain gitar, syuting film bersama Ario Bayu, bermain kartu dengan Joko-Joko yang lain, membantu orang yang mobilnya mogok, wawancara, dan hal-hal random lainnya.

Melancholy is a Movement (Source: Netflix)

Tentunya yang menjadi daya tarik dalam Melancholy is a Movement ada pada Joko Anwar. Seorang sutradara yang kita kenal membuat film-film horror thriller dengan serba serbi teorinya, kini tampil kalem pada film drama yang mungkin tidak akan pernah kita bayangkan. Peran Joko Anwar pun menjadi sangat alami karena ia cukup menjadi dirinya sendiri tanpa harus memerankan tokoh lain.

 

Tidak hanya Joko Anwar yang memerankan dirinya, namun semua tokohnya menggunakan nama asli, sehingga terlihat bahwa film ini sedianya seperti sebuah simulasi gambaran kehidupan mereka yang sebenarnya. 

Melancholy is a Movement (Source: Netflix)

Selain itu, dalam film ini kita akan melihat Joko Anwar menyanyi, Joko Anwar berenang, dan mungkin hal-hal lain yang sebenarnya biasa untuk dilakukan namun tidak pernah kamu bayangkan untuk dilakukan oleh seorang Joko Anwar.

 

Untuk kamu yang tidak terbiasa menonton film dengan gaya seperti ini, mungkin akan langsung bosan mulai dari menit-menit pertama dan akan mempertimbangkan untuk menonton series atau film lain pada menit selanjutnya. Jika kamu memutuskan untuk mencoba menikmatinya, menonton film ini pada kecepatan 1.5 bisa menjadi solusi. 

 

Namun, untukmu yang suka dengan film yang tak berbentuk dan absurd atau bosan dengan film yang itu-itu saja, Melancholy is A Movement mungkin pilihan yang tepat untukmu. Cukup nikmati semuanya mengalir, lihat hal-hal yang tak terduga dan yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Resapi dan coba ambil makna yang kamu terima, apapun bentuknya. Tontonlah tanpa ada ekspektasi apapun karena memang kita tidak akan mengerti maunya film ini apa.

Melancholy is a Movement (Source: Netflix)

Ya, bisa dikatakan film ini bukan untuk setiap orang. Melancholy is a Movement bukanlah film yang dinikmati, diresapi, dan diambil hikmahnya. Semakin kamu mencoba untuk menonton menggunakan akal sehat, mungkin akan membuatmu semakin hilang rasanya motivasi menonton. Jadi, ya nikmati saja.

 

Sejujurnya tak banyak yang bisa diulas dari film ini selain bentuknya yang tak biasa dan hanya bisa menikmatinya sebagai sesuatu yang baru. Namun setidaknya, film ini juga bisa memberikan pandangan baru bahwa sebuah film tak harus punya bentuk baku dan memiliki kompleksitas cerita dengan segala plot twist di dalamnya. Ataupun kewajiban untuk memberikan makna yang “deep, deep gimana gitu.”.

Melancholy is a Movement (Source: Netflix)

Penulisan serta skenario absurd nan liar dapat menjadi sajian unik tanpa harus bilang bahwa film ini jelek dan tak bermakna. Sekali lagi masalah selera dan preferensi setiap penonton tentunya berbeda. Jika kamu setelah nonton film ini berkata, “apaan ini film”, itu hakmu juga.

 

Namun bagi saya, film yang seperti ini menjadi salah satu yang bisa saya nikmati karena saya tak harus punya kewajiban untuk menebak film ini arahnya ke mana. Menonton Melancholy is A Movement malahan membuat saya tidak sabar menantikan film-film indie lainnya ataupun film-film absurd seperti ini, yang mungkin bisa ditemui pada festival-festival film.

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

Leave a Comment