Nolan (IMDB)
Film-film Christopher Nolan: Dimensi Cerita dan Manipulasi Waktu

Play Stop Rewatch, Jakarta – Christopher Nolan is back. Setelah Tenet yang underwhelming, baik secara kritik maupun box office, ia masuk ke genre biopic lewat film Oppenheimer. Oppenheimer sendiri disampaikan akan mengangkat kisah penciptaan bom atom oleh Julius Robert Oppenheimer yang diperankan oleh Cillian Murphy. Kami di PSR jelas gak sabar menunggu film terbaru kakak dari Jonathan Nolan itu.


Jika kita berbicara tentang film-film Christopher Nolan, ‘twist’ adalah kata yang kerap disebutkan. Film-filmnya kerap mengejutkan penonton lewat narasinya yang berkelok-kelok, seolah mengajak pikiran kita ‘berdansa’. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa film Christopher Nolan tanpa twist bagaikan sayur tanpa garam alias hambar.

 

Nah, pertanyaannya, apakah Oppenheimer akan tetap mengangkat twist-twist itu? Kok bisa sih Nolan identik dengan Twist?

 

Oppenheimer (Source: IMDB)

Oppenheimer (Source: IMDB)

 

‘Twist’ di film-film Christopher Nolan sesungguhnya adalah hasil dari permainan ‘waktu’. Nolan memanipulasi waktu untuk menjebak penonton dalam labirin narasi dan memaksa mereka untuk mencari tahu ‘jalan keluarnya’. Dan, jalan keluar itu, biasanya, berwujud twist yang memaksa kita untuk melihat kembali jalan cerita yang baru saja kita lalui.

 

Nolan memiliki berbagai cara untuk memanipulasi waktu di filmnya. Dia bisa memperlambat, mempercepat, memutar balikkan, atau bahkan menghancurkan konsep waktu itu sendiri. Satu hal yang pasti, cara apapun yang ia ambil, mekanismenya selalu berupa struktur yang non linear atau puzzling. Dia seperti menginginkan penonton untuk berpartisipasi aktif dalam narasi yang ia bangun, bukan hanya sebagai figur yang disuapi cerita.

 

Salah satu filmnya di mana manipulasi waktu begitu kentara adalah Dunkirk. Oleh Nolan, kisah Dunkirk yang berfokus pada Operasi Dynamo di Perancis Utara tersebut ia bagi menjadi tiga timeline dengan setting berbeda: Darat, Laut, Udara. Masing-masing setting mengambil masa “seminggu sebelum”, “sehari sebelum”, dan “sejam sebelum” Operasi Dynamo.

 

Ketiga timeline berjalan secara paralel, beririsan terhadap satu sama lain. Karakter di satu timeline, bisa muncul di timeline lainnya dengan kondisi yang jauh berbeda. Namun, karena ketiga timeline berjalan menuju titik yang sama, cerita berujung pada pada satu momen di mana kita akhirnya menyadari bahwa semuanya saling melengkapi satu sama lain. Sepanjang film, kita dibuat menebak-nebak bagaimana ketiga timeline itu pada akhirnya akan bertemu.

 

Dunkirk (Source: IMDB)

Dunkirk (Source: IMDB)

Contoh lainnya adalah Memento, salah satu film yang mengangkat nama Nolan sebagai sutradara ternama. Film tersebut menceritakan seorang penderita short term memory loss, Leonard (Guy Pearce), yang berusaha mengungkap kasus pembunuhan istrinya.

 

Alih-alih menceritakan kisah pembunuhan secara runtut, Nolan membaginya menjadi dua timeline. Masing-masing timeline disampaikan dengan cara berbeda, maju dan mundur. Timeline yang berjalan maju disampaikan dengan tampilan monokromatik. Sementara itu, timeline yang berjalan mundur disampaikan dengan tampilan berwarna. Beberapa menyebutnya sebagai “Fabula & Sujet”.

 

Kedua timeline, sama seperti kasus Dunkirk, berjalan secara paralel. Mereka, pada akhirnya, bertemu di satu titik yang secara kronologis berada di pertengahan film. Dan, bagian tengah atau ending film tersebut mengubah pemahaman kita soal siapa Leonard sebenarnya, apa penyebab kematian istrinya.

 

Kepada publik, Nolan tidak pernah gamblang menjelaskan kenapa ia suka bermain-bermain dengan konsep waktu. Namun, ia pernah mengatakan bahwa hal tersebut berkaitan dengan pendekatannya dalam mengembangkan sebuah cerita. Nolan tidak membuat naskah cerita di tahap pra produksi, dia membuat diagram cerita.

 

Memento (Source: IMDB)

Memento (Source: IMDB)

“Pendekatan saya dalam membuat cerita adalah memandangnya secara matematis dan geometris. Semuanya terhitung dan tersusun rapi dengan penuh kehati-hatian,” ujar Nolan.

 

Mengacu pada ucapan Nolan, dirinya memanipulasi waktu karena itulah cara paling efektif (jika tidak ingin disebut paling gampang) baginya untuk memperlakukan cerita secara matematis dan geometris. Waktu memberi dimensi terhadap sebuah cerita. Ketika dimensi sebuah cerita begitu jelas, akan lebih mudah bagi seorang storyteller untuk menentukan bagaimana ia akan menyampaikan cerita tersebut.

 

Nolan mungkin mengikuti apa yang disebut John Truby sebagai “Designing Principle” . Sederhananya, Designing Principle adalah bagaimana sebuah cerita akan disampaikan. Nolan memiliki visi yang jelas soal cerita yang ia buat dan ia (sepertinya) menginginkan penonton ikut aktif di dalamnya. Itulah kenapa, menurut penulis, Nolan pada akhirnya memanipulasi waktu karena ia ingin penonton tidak “malas”, tetapi berempati terhadap tokoh yang ada di ceritanya.

 

Jika kita kembali kepada dua film yang telah disampaikan di atas, Dunkirk dan Memento, sangat jelas bahwa Ia menginginkan penonton ikut merasakan apa yang dialami karakter-karakternya. Di Memento, Nolan membagi timeline menjadi dua, masing-masing berjalan maju dan mundur, karena ia ingin penonton ikut menjadi tokoh Leonard.

 

Christopher Nolan (Source: IMDB)

Christopher Nolan (Source: IMDB)

Leonard tidak mampu menciptakan memori baru kecuali mencatatnya. Dengan kata lain, terjadi disrupsi di dalam kepalanya. Jika ia lupa mencatat, ia tidak akan ingat soal apa yang baru saja ia lakukan. Untuk ‘memaksa’ penonton mengalami apa yang dirasakan Leonard, maka ‘dikacaukanlah’ timeline Memento. Kita dipaksa berpikir maju sekaligus mundur, menginterpretasi dua peristiwa, yang keakurasiannya dipertanyakan, secara bergantian.

 

Hal senada berlaku untuk Dunkirk. Tiga timeline yang berbeda sebenarnya untuk menegaskan bahwa persepsi seseorang terhadap waktu bisa begitu kacau dalam situasi perang. Apalagi, perang tidak mengenal waktu dan siapa yang peduli pada waktu ketika nyawa menjadi ancamannya.

 

Hal tersebut belum menghitung pengalaman tiap prajurit yang berbeda-beda. Prajurit yang bertarung di udara mungkin merasa waktu berjalan lebih cepat karena posisi mereka relatif lebih aman. Sementara itu, mereka yang di darat, yang menanti-nanti kapal datang untuk mengevakuasi, mungkin merasa waktu berjalan begitu lamban. Itu lah kenapa, di situasi nyata, cerita veteran terhadap sebuah peristiwa perang kerap berbeda-beda.

 

Inception (Source: IMDB)

Inception (Source: IMDB)

Permainan Nolan terhadap konsep waktu tidak berhenti di Dunkirk dan Memento. Hampir semua filmnya bermain dengan konsep tersebut. Di Insomnia, konsep waktu ditunjukkan lewat jam tidur Detektif Will Dormer (Al Pacino) yang semakin lama semakin pendek (Insomnia). Hal itu membuat penonton mempertanyakan kewarasan Dormer yang diduga membunuh rekannya sendiri. Kita semua tahu betapa kacaunya pikiran ketika jam tidur sangat-sangat minim.

 

Di Inception, semakin dalam Dom Cobb (Leonardo DiCaprio) masuk ke dalam dunia mimpi, semakin lamban waktu bergerak. Di Interstellar, dilatasi waktu terjadi seiring dengan semakin kuatnya gravitasi yang dihadapi Cooper (Matthew McConaughey). Semua memiliki unsur waktu.

 

Film terakhir Nolan sebelum Oppenheimer, Tenet, akan kembali bermain dengan konsep waktu tersebut. Kali ini temanya adalah Inversion, di mana seseorang bisa memutar balikkan satu bagian kecil peristiwa, enthropy, untuk mendapatkan keuntungan tersendiri.

 

Bagaimana dengan Oppenheimer? Nolan masih tutup mulut rapat-rapat. Namun, melihat materi promosinya yang menonjolkan elemen atom dan countdown, tidak berlebihan menduga ia masih akan bermain-main dengan waktu. Tidak salah juga menyebut Nolan adalah seorang time lord.

Bagikan:

Anda Juga Mungkin Suka

1 comment

Puss in Boots The Last Wish, Saat Nyawa Kucing Hanya Tinggal Satu! - Play Stop Rewatch 8 January 2023 - 14:48

[…] Baca juga : Film-film Christopher Nolan: Dimensi Cerita dan Manipulasi Waktu […]

Reply

Leave a Comment