Review ini memang telat satu tahun lamanya. Tapi Penulis tidak ingin series super bagus ini hilang cuma karena tidak banyak orang yang langganan Apple TV+. Diangkat dari manga dengan judul yang sama, Drops of God adalah salah satu series yang Penulis rasa banyak keunikannya. Mulai dari topiknya yang cukup niche hingga aspek multi-languagenya.
Inti kisahnya adalah sebuah kompetisi. Semua bermula saat ahli wine terbaik di dunia, Alexandre Leger, meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan dalam bentuk koleksi wine paling langka dan bergengsi diseluruh dunia berjumlah 87.000 botol yang seluruhnya ditaksir bernilai sekitar 100 juta dollar.
Alih-alih langsung diberikan pada anak tunggalnya, Camille Leger, Alexandre malah meminta anak perempuannya dan Issei Tomine, murid terbaiknya, untuk mengikuti serangkaian tes. Dalam kontes itu, mereka berdua berkompetisi dalam rangkaian tes yang berhubungan erat dengan wine.
Secara premis, Drops of God cukup menarik. Bahasan niche ini dibalut dengan tegangnya sebuah kompetisi yang hadiahnya tidak main-main. Harta waris. Alih-alih membosankan (apalagi kalau kalian seorang muslim, yang tidak tahu menahu tentang wine), Drops of God justru sangat informatif.
Seperti adaptasi manga pada umumnya, kita sebagai penonton akan mendapatkan penjelasan komprehensif terkait tema yang ada dalam manga tersebut. Penjelasannya tidak preachy ataupun seperti sebuah kuliah. Melainkan disajikan secara menarik, visual.
Melalui Camille, kita melihat serta belajar bagaimana menghargai segelas wine. Mulai dari bagaimana menyajikannya, mencicipinya, hingga menganalisanya. Bagi orang yang sama sekali tidak tahu tentang kultur wine tersebut, bagian itu akan amat sangat menarik.
Setelah kita mendapatkan informasi cukup, ceritanya berjalan dengan pacing yang cukup stabil. Berbagai misteri terkuak sedikit demi sedikit. Selain berbicara tentang kompetisi wine, Drops of God juga adalah cerita tentang keluarga dan pentingnya hubungan darah.
Visually, Drops of God pops (pardon the pun). Tokyo digambarkan agak gelap, dingin, sedangkan Prancis/Eropa digambarkan terang dan sebagian besar memperlihatkan perkebunan anggur. Perbedaan antara kultur asia/eropa tersebut tergambar sangat indah dan sesuai dengan sifat kedua karakter utamanya, Camille dan Issei. Drops of God tidak terlalu banyak menggunakan visual yang over the top, but when they do: incroyable!
Selain secara visual, series ini juga cukup menarik dari segi audio. No, I’m not talking about music and soundtrack, tapi dari penyajian dialognya yang multi-language. Bagi Penulis yang sangat suka dengan perbedaan kontras bahasa antara Prancis dan Jepang, mendengarnya dalam satu series adalah nilai plus tersendiri bagi Penulis.
Ok. Tidak banyak yang Penulis bisa utarakan tentang Drops of God selain betapa bagusnya hidden gem ini. Mulai dari karakternya, settingnya, penggunaan bahasanya hingga plotnya that spans decades. Kalau kalian suka dengan The Queens Gambit, kalian akan suka dengan Drops of God. Apabila kalian berlangganan Apple TV+, Penulis menyarankan Drops of God, untuk kalian jadikan tontonan berikutnya (setelah Ted Lasso).