Twisters menjadi film kesekian yang mencoba “menggairahkan” lagi IP lama yang dirasa masih punya nafas untuk di-milking lagi. Namun, di saat film-film serupa merupakan reboot atau direct sequel dari versi lamanya, Twisters yang baru ini merupakan standalone sequel. Kalian bisa menontonnya tapi harus menonton versi lamanya yang mempopulerkan nama mending Bill Paxton. Namun, jika pernah menonton versi lamanya, film ini akan terasa lebih rewarding.
Kisah Twisters yang baru ini berpusat pada Kate Cooper (Daisy Edgar-Jones), seorang mantan pemburu badai yang mencoba melarikan diri dari bayang-bayang trauma akibat peristiwa tragis yang disebabkan oleh tornado. Peristiwa itu mendorongnya untuk berhenti mengejar badai dan mencoba memulai hidup tenang di tengah hiruk pikuk kota komersil, New York.
Ketenangan itu tak berlangsung lama. “Badai” baru menghampiri hidupnya ketika teman lamanya, Javi (Anthony Ramos), memintanya kembali ke lapangan dan menghadapi angin topan. Javi berharap Kate dapat membantunya menyalamatkan penduduk Oklahoma dari bencana angin topan dengan teknologi pencegah badai yang tengah dikembangkan.
Ternyata tidak hanya Kate yang mengjar badai tersebut. Sesampainya di lokasi (bakal) bencana, ia dan Javi erhadapan dengan Tyler Owens (Glen Powell), seorang pemburu badai yang tangguh dan menjadi rival mereka. Bukannya ketenangan, malah ketegangan bertambah bagi Kate dalam misi berbahaya ini.
Bisa dilihat dari sinopsisnya, premis cerita Twisters terbaru ini cukup dan tetap sederhana seperti prequelnya. Tetapi, pengembangan cerita dan karakternya disampaikan dengan sangat baik, membuat film ini berhasil menarik perhatian penonton sampai akhir.
Elemen teknis seperti CGI, desain suara, dan sinematografi dikerjakan dengan baik, menjadikan film ini tidak layak ditonton di laya hp. Kalian harus menontonnya di bioskop dengan sistem suara dan visual terbaik. You’re in for a treat…for most part.
Di sisi lain, spectacle bencana yang dihadirkan tidak membuat karakter yang ada menjadi sampingan saja. Semua karakter yang muncul berkontribusi terhadap alur cerita, dengan Glenn Powell menjadi highlight-nya. Dia yang membawa gravitas dan energi ke film ini sebagai “cowboy” pengejar badai.
Tidak ada adegan yang sia-sia di film ini, meskipun ada beberapa adegan yang diberi tambahan dramatisasi, semuanya tetap relevan. Genre film ini juga lengkap: thriller, horor, drama, romansa, dan komedi semuanya ada. Terasa seperti gado-gado, but hey, it works for this movie.
Nah, untuk negatifnya, secara skoring agak inkonsisten. Beberapa adegan drama bahkan hadir tanpa scoring, sehingga kurang memberikan dampak emosional yang kuat kepada penonton. Sementara itu, penyakit lama kebanyakan film blockbuster akhir-akhir ini juga muncul, CGI yang tidak konsisten juga.
Seperti dikatakan di atas, for most part, aspek visual film ini digarap dengan baik dan memanjakan mata. But, hal itu tidak menutupi fakta bahwa ada beberapa adegan yang terlihat kasar secara CGI maupun editing. You’ll know it when you see it.
In the end, Twisters adalah tontonan yang menghibur dan tidak terbebani oleh bayang-bayang prekuelnya. Walau secara visual ada beberapa bagian yang setengah matang, overall film ini digarap dengan baik. Oya, jangan mengharapkan storm-chasing yang akurat secara scientific ya. Film ini lebih gak ngotak dibanding prekuelnya soal storm chasing
Dan, again, Glenn Powell lagi on fire banget akhir-akhir ini. Dari Top Gun: Maverick, ke Hit Man, dan sekarang Twisters, dia berpotensi menjadi highlight utama Hollywood beberapa tahun ke depan.
ANDIKA/ ISTMAN