Usai Ngeri-ngeri Sedap, sutradara Bene Dion Rajagukguk sekarang bermain-main dengan kisah drama asmara lewat film Ganji Genap. Film ini bukan karya original, melainkan adaptasi dari novel berjudul sama karya Almira Bastari yang menceritakan fase jatuh cinta, patah hati, denial, dan move on dari hubungan asmara bertahun-tahun.
Kisah asmara tersebut disampaikan dari sudut pandang sepasang kekasih yang tengah menjalin cinta di tengah hiruk pikok kota Jakarta, Gala (Clara Bernadeth) dan Bara (Baskara Mahendra). Keduanya telah menjalin hubungan selama delapan tahun dan selama sewindu itu, keduanya kompak melengkapi satu sama lain, bahkan hingga urusan ganjil genap di jalan. Sayangnya, hal itu tak bertahan lama.
Pada perayaan hubungan mereka yang ke delapan, Bara meninggalkan Gala dengan alasan yang tidak masuk akal. Gala, yang sudah berharap-harap dilamar di anniversary tersebut, jelas kecewa luar biasa.
Tidak mau larut dalam kesedihan, Gala mencoba move on. Namun, sudah terbiasa dengan kehadiran Bara sebagai sosok “ganjil” selama 8 tahun di hidupnya, Gala lupa bagaimana caranya memulai hubungan baru. Untungnya hal itu tidak bertahan lama karena kemudian hadir sosok Aiman (Okta Antara) dalam hidup Gala yang membuatnya menjadi lebih ceria.
Seperti Bara, keceriaan itu tak bertahan lama. Aiman punya cari dalam memandang hubungan, termasuk perkara kapan sebuah hubungan bisa dinyatakan serius ke babak selanjutnya. Gala kembali dibuat bingung dan situasi makin ruwet ketika Bara kembali ke hidupnya untuk mencoba melamarnya. Pertanyaannya sekarang, siapa yang harus Gala pilih?
Tak bisa dipungkiri, konflik yang dihadirkan Ganjil Genap umum terjadi. Sedih karena putus dan harus menemukan cara agar bisa melupakan mantan, mencari orang baru untuk melupakan, tentunya tak jauh dari yang kebanyakan dari kita lakukan bukan?
Relatable, itulah kekuatan film ini. Dipadu dengan penuturan yang rapi dan mudah dipahami, plus komedi yang mengolok-olok soal kadang betapa tidak masuk akalnya kita memandang sebuah hubungan, film ini terasa engaging dan pas dilahap. Sedihnya ada, konfliknya ada, komedinya pun ada.
After taste-nya, penulis merasa seperti didewasakan oleh film ini. Many positive elements that can be taken dan beberapa di antaranya adalah pembelajaran soal kedewasaan dan bagaimana sebuah hubungan dimaknai. Salah satu yang cukup menohok adalah penting untuk diri sendiri menentukan apa yang terbaik dibanding berusaha menuruti dan menyenangkan orang lain.
Hal lain yang patut di-highlight adalah semua karakter di film ini tak bisa dikatakan “suci”. Semua memiliki flaw-nya masing-masing, tak terkecuali Gala dan Aiman. Namun, hal itu membuat kisah film ini terasa realistis karena memang tidak ada figur yang sempurna, apalagi dalam konteks berpasangan. Kompromi, komitmen, dan kemauan menerima flaw masing-masing adalah hal yang umum jadi masalah dalam sebuah hubungan asmara. Sedikit banyak mengingatkan akan film He’s Just Not Into You.
Penuturan kisah hubungan yang ruwet itu tentu tak akan mulis jika tidak didukung akting yang apik. Akting para pemain Ganjil Genap bagus dan tidak kaku. Peran dan karakter pemain cocok dengan usia mereka. Chemistry antar karakter terlihat alami, membantu membangun konflik dan dinamika yang diinginkan Bene Dion.
Mengakhiri review ini, banyak pesan yang dapat diambil dalam film ‘Ganjil Genap’ yang mengisahkan hubungan soal komitmen dan self love. Benar-benar setelah menonton film ini kita turut didewasakan. Menyadarkan kesalahan selama ini dalam menjalani hubungan.