Kita semua pasti menyukai kisah-kisah motivasi ala underdog story. Dan, di luar sana, tidak sedikit kisah underdog yang berkaitan dengan dunia olahraga, apalagi sepakbola. Tidak sulit menyebutkan beberapa contoh di antaranya seperti keberhasilan Leicester City memenangi Premier League tahun 2015-2016 atau comeback Liverpool di Istanbul melawan AC Milan di final Liga Champions 2005.
Kisah underdog seringkali menginspirasi, menunjukkan bahwa selalu ada harapan di balik hidup yang tidak berpihak pada kita. Resep seperti itu banyak diaplikasikan dalam pembuatan film dengan tema olahraga seperti Miracle, Mighty Ducks, Dodgeball, Gridiron Gang, dan masih banyak lagi. Sayangnya, tidak banyak film underdog story dari dunia sepakbola.
Kalaupun ternyata ada banyak yang tidak diketahui saya, ya saya bisa berdalih kebanyakan tidak memorable. Hanya dua judul yang terlintas di kepala, Goal dan Shaolin Soccer yang populer di periode awal 2000an. Sepi lah di mata saya. `Nah, ruang sepi ini yang dimanfaatkan sutradara asal Korea Selatan, Lee Byung-Hun (Lee Byeong-heon). FYI, ini bukan Byung-hun yang main di Squid Game itu ya.
Setelah sukses dengan komedi polisi berdagang ayam goreng lewat film Extreme Job, sutradara Lee Byung-Hun kembali dengan kisah underdog sepakbola lewat film Dream yang dibintangi Park Seon-Joon dan IU.
Kisah Dream berangkat dari Yoon Hong-dae (Park Seon-joon) yang baru saja diskors setelah menusuk mata seorang reporter akibat menanyakan masalah pribadinya. Untuk membangun kembali imejnya yang hancur, agensinya memaksanya menjadi pelatih tim untuk Piala Dunia Tunawisma.
Dengan dibantu oleh reporter Lee Soo-min (Mbak IU versi reporter bergaji minim namun tetap cantik uwuwuw), Hong-dae (yang menggunakan nama panggung Ho-Rak yang berarti baik dan senang dalam melatih tim) mengumpulkan berbagai tunawisma untuk dilatih siap bersaing di Piala Dunia.
Dream, selaku comeback dari sutradara Lee Byung-Hun, masih kental akan nuansa komedik yang lekat di film Extreme Job. Byung-Hun menggunakan komedi sebagai tool untuk memperkenalkan anggota-anggota tunawisma FC bentukan Hong-dae tanpa mengurangi sisi drama dari masa lalu para tunawisma itu. Anglenya klise tapi efektif, soal mereka berhak atas kesempatan kedua untuk bangkit lewat sepakbola.
Yah, premis Dream, harus diakui, sekilas memang menyerupai premis Next Goal Wins, film dokumenter tentang tim sepakbola Samoa Amerika yang dianggap tim terlemah di dunia setelah kalah melawan Australia dengan skor fantastis 31-0. Namun, Dream tidak melulu tentang kisah menang kalah dalam olahraga, tetapi juga kisah orang-orang yang kalah dan menang dalam hidup.
Dalam film Dream, ada yang kehilangan keluarga, rumah, dan masa depannya akibat pilihan hidup yang tidak diakui oleh orang lain. Menjadi pemain sepak bola yang mewakili negara di ajang Piala Dunia, meski khusus tunawisma, dianggap mereka yang kalah itu sebagai kesempatan kedua untuk bangkit atau berdamai dengan hidup mereka.
Dalam menggarap kisah itu, Byung-Hun tentunya tidak memusatkan seluruh fokusnya pada para tunawisma yang dikumpulkan Hong-Dae. Ia juga mengeksplor transformasi Hong-Dae. Hong-Dae, yang awalnya merupakan sosok pesepakbola egois, dingin, dan hanya mementingkan kerja keras saja, ternyata bisa berubah setelah dirinya terpaksa melatih para tunawisma yang tidak dapat bermain bola.
Hal yang menarik, usaha agar kita bisa menyukai dan percaya karakter Hong-dae tidak melalui kisah backstory lewat kilasan masa kecil. Hal itu dilakukan Byung-Hun melalui hubungan Hong-Dae dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk ibunya yang merupakan buronan kasus penipuan.
Kredit khusus perlu diberikan bagi IU setelah penampilannya sebagai ibu tunggal muda di film Broker. Ia tampil apik di Dream sebagai Lee Soo-min, sutradara dokumenter yang sedang meniti karir. Karakternya ditampilkan seakan ‘sutradara’ dan ‘penulis skenario’ bagi karakter Hong-Dae-nya Park Seon-joon.
Karakter Soo-min sejatinya adalah representasi studio televisi yang mengeksploitasi kisah-kisah menyedihkan, ‘tearjerker’, sebagai komoditas untuk dijual pada penonton. Namun, Byung-Hun dengan lihai juga membangun karakternya sebagai sutradara yang genuinely peduli dan memiliki keyakinan terhadap para tunawisma (dan Hong-dae) untuk kembali jaya.
Mengakhiri review ini, Dream adalah drama (dan komedi olahraga) yang wajib ditonton sifatnya. Bukan hanya karena lucu, tetapi juga karena secara apik memberi gambaran betapa sepakbola itu penting bagi banyak orang, bahkan menjadi jalan untuk comeback. Sepak bola acap kali memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang telah dikhianati oleh kehidupan, seperti pengalaman Vinnie Jones, seorang pesepak bola yang pernah membela Wimbledon, Leeds, dan Chealsea.
Terlepas dari seperti apa tindakan yang pernah kita lakukan sebelumnya, kesempatan kedua selalu ada bagi kita untuk memperbaiki dan menebus kesalahan yang pernah kita lakukan. Dalam Dreams, Lee Byeong-heon menyajikan cerita mereka yang mengejar kesempatan kedua dalam hidup demi menebus kesalahan mereka dalam hidup dan akhirnya menemukan kedamaian.