Kehadiran anime horror Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre paling tidak sedikit mengangkat derajat wibu yang kerap dicengin bau bawang. Sebab, lewat anime ini, penonton dibuat sadar kalau kisah yang ditawarkan animasi asal Negeri Sakura juga bisa menebar teror.
Representasi dongeng yang dihidangkan Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre sedikit banyak mengingatkan penulis dengan – bisa dibilang pelopor genre horor – Edgar Allan Poe. Poe sendiri terkenal akan gaya gothic horror-nya yang otherwordly, physical, dan abstrak di mana elemen-elemen itu hadir semua di serial ini.
Sama seperti Poe yang menyemai teror di tengah-tengah era romance klasik, Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre juga mampir di saat mangaka lain sedang sibuk-sibuknya dengan genre petualangan dan pertarungan serba heboh. Hasilnya adalah anime yang terasa segar di tengah serbuan anime-anime Shonen.
Hanya saja, sayang, anime ini belum bisa menyampaikan visi Junji Ito sebagai mangaka horor secara efektif.
Dengan total 12 episode, serial anime arahan Shinobu Tagashira ini mencomot 20 kisah hasil guratan pena Junji Ito. Ke-20 kisah itu dipilih karena dinilai paling aneh, mengganggu, dan menakutkan. Beberapa di antranya adalahThe Strange Hikizuri Siblings, The Story of the Mysterious Tunnel Ice Cream Bus, Hanging Balloon, Four x Four Walls The Sandman’s Lair, Intruder Long Hair in the Attic, Mold Library Vision, dan Tomb Town.
Selain judul-judul di atas, ada juga dongeng Ito berjudul Layers of Terror The Thing that Drifted Ashore, Tomie Photo, Unendurable Labyrinth The Bully, Alley Headless Statue, dan Whispering Woman Soichi’s Beloved Pet. Tiap judul memiliki keunikannya masing-masing.
Sebagai contoh, salah satu kisah yang berjudul The Strange Hikizuri Siblings menceritakan seorang fotografer yang tertarik pada roh dan hantu. Rasa penasarannya itu mengantar ia pada sebuah rumah aneh dan menyeramkan di mana tempat enam bersaudara Hikizuri tinggal. Tidak dia sangka, rasa penasarannya membawa ia ke dalam mimpi buruk.
Mustahil untuk menjabarkan setiap sinopsis dari kisah-kisah di atas. Kalau bisa diringkas, Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre bercerita soal cinta dan kehilangan.
Anomali dalam Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre
Satu hal yang menjadi highlight utama anime ini jelas penggambaran karakternya. Tak dimungkiri anime ini berhasil menciptakan sosok-sosok absurd nan mengerikan, walau kadang berlebihan, lengkap dengan kisah-kisah yang tak kalah mengerikan. Ito kentara bentul mencoba menampilkan sisi-sisi lain dari kisah-kisah pop Jepang yang selama ini dipenuhi karakter-karakter dengan ketampanan dan kecantikan tiada tara. Sederhananya. Ito ingin menampilkan sebuah anomali.
Segala hal tak luput dari eksplorasi Ito untuk menciptakan anomali itu. Mulai dari sisi gelap manusia, struktur tubuh, insting binatang, sampai dunia medis diobrak-abrik olehnya. Lewat pendekatan what if yang terlampau di luar nalar manusia baik-baik, Ito berhasil membangun nuansa creepy, disturbing, macabre, dan suspense. Hal itu kian klop dengan musik khas horror yang memberikan rasa tak nyaman sepanjang cerita.
Upaya Ito untuk menampilkan anomali tak berhenti di situ. Ia bahkan menciptakan anomali di genre horror itu sendiri. Di saat kebanyakan karya horror bernuansa muram dengan warna-warna kelam, Ito mencoba bermain-bermain dengan warna. Beberapa kisah tampil cerah, bahkan terang benderang. Sedikit banyak mengingatkan dengan Midsommar di mana horror justru muncul dari setting yang tak umum menjadi setting uji nyali.
Tidak Tanpa Masalah
Tidak semua karya yang telah dikurasi untuk Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre tampil bagus. Beberapa masih hit and miss. Di balik keseraman, kekelaman, dan kesuraman yang disuguhkan, sejumlah kisah luput untuk menawarkan cerita utuh yang dapat diidentifikasi secara kausalitas.
Memang beberapa episode punya premis brilian dan plot bagus dari pengenalan sampai resolusi. Tapi, kalau boleh disimpulkan sebagian besar cerita mengandung plot hole yang terkesan diabaikan begitu saja. Walhasil, kesan yang timbol Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre terkesan asal comot kisah Junji Ito dan asal sodor ke penonton.
Selain itu, di sebagian episode, cut-to-cut adegan terasa janggal, seolah editor diberikan footage berisi 3 jam untuk dipotong menjadi 25 menit. Buru-buru mungkin kata yang tepat. Banyak cerita yang ditutup begitu saja setelah argumen tersampaikan sehingga secara plot terasa hambar dan menggantung.
Meskipun penulis bukan pembaca setia Junji Ito, tak dimungkiri dalam anime ini banyak episode yang mengecewakan lantaran teledor dalam penceritaan. Tapi sebagai pertemuan awal dengan Junji Ito, anime ini cukup memancing rasa penasaran penulis terkait siapa sebenarnya sosok Junji Ito dan seperti apa isi pikirannya. Sakit is an understatement.