Memasuki fase kedua tahun 2025, bioskop Indonesia disuguhi film perang di Ramadi, Irak, yang dialami langsung oleh anggota Navy SEAL, Ray Mendoza, berjudul Warfare. Film ini pun disutradarai oleh Mendoza secara langsung bersama Alex Garland yang sukses menyutradarai Ex Machina dan Civil War. Sebagai bukti, di akhir Warfare, kita dapat melihat cuplikan proses shooting yang juga diarahkan para anggota Navy Seal yang saat itu, 2006, ikut berada langsung di tempat kejadian.
Film ini dimulai dengan anggota Navy SEAL yang bertugas mengawasi pergerakan di Ramadi, Irak, pada Tahun 2006. Nahasnya, misi pengawasan dari dalam rumah susun tersebut berubah. Dari yang awalnya mengawasi pergerakan, berubah menjadi misi bertahan hidup dan penyelamatan anggota yang terkena serangan oleh pasukan lawan.
Film ini layak mendapatkan dua jempol untuk sektor audio visualnya yang ‘tidak cinematic’, tapi diklaim menggunakan pendekatan yang realistis. Terbukti, shoot yang diberikan saat adu tembakan sangat luar biasa. Mengingatkan saya akan permainan FPS seperti Counter-Strike, Point Blank atau game-game FPS lainnya.

source: IMDB
Selain itu, sound designnya pun sangat layak mendapatkan apresiasi. Bagaimana penggambaran suara saat kapal perang lewat, peluru berdesing, bom meledak, yang dilanjut kehinangan dan dipecahkan lagi oleh isak tangis yang memekakkan telinga, sungguh eargasmic. Bahkan, kita mendapatkan gambaran bagaimana mata tidak dapat melihat di tengah kepulan asap. Bagaimana mulut berbicara tapi tidak dapat terdengar apapun sesudah bom diledakan. Semua digambarkan sangat realistis.
Sayangnya, situasi perang tersebut menjadi tidak relevan bagi para penonton yang kurang memahami bagaimana kejadian sesungguhnya apabila melihat dari kacamata perspektif seorang warga atau seorang tentara di tengah zona perang. Disclaimer, saya sendiri belum pernah ada di situasi perang. Saya hanya bermodalkan riset dan pengalaman bermain FPS yang setidaknya memberikan gambaran yang saat itu terjadi.

source: IMDB
Mengapa sebagai penonton kita harus mengetahui hal-hal tersebut? Karena banyaknya kode-kode yang hanya bisa digunakan saat perang. Bagaimana strategi-strategi perang yang relevan menjadi wajar apabila kita memahaminya. Bagi penonton yang belum melakukan riset, mereka akan mengkritisi mengapa ada plot hole di Warfare. Sebuah komentar yang tidak akan muncul apabila penonton melakukan riset terlebih dahulu.
Mendoza mengklaim bahwa alur film ini berdasarkan memori dari mereka yang terlibat langsung kejadian tersebut. Saya tidak mengatakan bahwa memori itu salah atau sumbernya tidak relevan. Tapi ada beberapa kejadian yang saya ragukan apakah hal tersebut benar terjadi.
Salah satu contohnya, seperti bagaimana empati kita tergerak saat menghadapi teman yang terluka. Ada yang berhasil menunjukan empati yang dalam. Tapi, ada pula yang sepertinya dengan sengaja tidak menunjukan rasa empati demi mempertontonkan dark comedy semata. Dark comedy adalah pendekatan yang sudah biasa pada produksi A24.

source: IMDB
Sebagai penutup, saya sangat merekomendasikan film ini untuk di tonton untuk kalian yang menyukai film yang berfokus pada perang dan film aksi. Terakhir, tidak ada hubungannya dengan politik, tapi setelah menonton ini saya semakin yakin bahwa Amerika Serikat memang pantas dijuluki sebagai negara tukang ikut campur yang memiliki tanggung jawab yang rendah. White saviour complex itu nyata dan berbahaya..
Stills (Photos) Source: IMDb