Ant-Man & The Wasp: Quantumania adalah awal yang baik sekaligus buruk untuk Phase 5 Marvel Cinematic Universe (MCU). Bagaimana tidak, segala hal yang baik dan buruk dari film-film MCU selama ini ada di dalamnya. Hal itu membuat Quantumania terasa sangat-sangat fun di satu sisi, namun di sisi lain terasa setengah matang dan biasa-biasa saja.
Quantumania sendiri mengambil setting waktu tak lama setelah Avengers: Endgame. Di saat kebanyakan anggota Avengers tercerai berai dengan kesibukannya masing-masing mulai dari teroris super soldier hingga krisis multiverse, Ant-Man aka Scott Lang (Paul Rudd) menikmati status barunya sebagai selebritas.
Saking selebritasnya, Scott putus kontak dengan Avengers dan tidak terlibat misi apapun. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya datang dari satu konferensi ke konferensi lainnya, termasuk peluncuran bukunya, “Beware The Little Man”. Sementara Scott berpindah-pindah pesta, Hope van Dyne (Evangeline Lily) menggantikan ayahnya memimpin Pym Tech.
Status baru Scott sebagai selebritas tidak diterima baik oleh anaknya, Cassie (Kathryn Newton). Menurut Cassie, Scott telah lupa akan tugasnya sebagai Avengers. Oleh karena itu, untuk menggantikan ayahnya, Cassie bermain-main dengan pym article, berharap bisa menggunakannya untuk kebaikan orang banyak.
Hank Pym (Michael Douglas) diam-diam membantu Cassie mewujudkan keinginannya. Salah satu hasilnya adalah satelit yang bisa mengirim maupun menerima sinyal dari Quantum Realm. Namun, dalam proses uji cobanya, satelit tersebut lepas kendali. Cassie, Scott, Hope, Hank, dan Janet (Michelle Pfeiffer) ditarik masuk ke Quantumrealm. Tak mereka ketahui, ada ancaman besar menanti di sana.
Dari sinopsisnya, terlihat jelas sutradara Peyton Reed mengambil pendekatan yang jauh berbeda dibandingkan film-film sebelumnya. Tak ada lagi Scott Lang terlibat misi pencurian yang “down to earth“. Untuk Quantumania, Peyton Reed mengambil pendekatan yang full fantastical, petualangan di dunia yang aneh dengan makhluk-makhluk bin ajaib.
Pendekatan itu menghilangkan apa yang unik dari film-film Ant-man selama ini. Hilang sudah pencurian ala film-film heist or caper. Walau technically masih ada, unsur tersebut hanya berukuran “sub-atomic” dari skema besar kisah Quantumania. Sangat simple, penyelesainnya tak sampai 10 menit, walau menghadirkan scene yang tipikal Marvel, bikin penonton tertawa terbahak-bahak.
Hilangnya unsur heist baru satu hal. Elemen melihat dunia dari perspektif mini juga hilang. Scott lebih banyak beraksi, dalam perspektif penonton, di wujud aslinya atau wujud raksasa. Jangan mengharapkan aksi se-kreatif pertarungan di kotak koper atau di atas kereta mainan memakai benda sehari-hari seperti prekuelnya. Quantumania menghilangkan itu semua.
Hilangnya elemen-elemen tersebut tak berarti direksi Peyton Reed buruk untuk film ini. Quantumania tetaplah film yang menghibur, namun tidak terasa seperti film Ant-Man yang selama ini dikenal. Quantumania lebih terasa seperti percampuran The Incredibles, Lost In Space, Strange World, dan Star Wars.
Dari keempat judul di atas, The Incredibles dan Lost in Space adalah hal yang paling terasa di film ini. Quantumania basically adalah family adventure. Sepanjang hilang di Quantumrealm, Scott, Cassie, Hope, Hank, dan Janet dipaksa untuk mengenal satu sama lain lebih jauh. Jika tidak, maka mereka tidak akan bertahan di Quantumrealm.
Penekanan ke family adventure membuat “keluarga Ant-Man” mendapat porsi merata untuk tampil bersinar. Semua menonjolkan kemampuan masing-masing, mulai dari Scott yang berkelahi bak ultraman, Hank yang mengontrol pasukan semut, Hope yang tampil lincah di udara, hingga Cassie yang pandai menyelinap. Aksi-aksi mereka begitu asyik dilihat.
Untungnya, dinamika “keluarga Ant-Man” diimbangi performa Jonathan Majors sebagai Kang The Conqueror. Kang is physically terrifying in this movie. Gerak-geriknya bagai tour de force yang tak bisa dihentikan oleh siapapun. Tak mengherankan, di cerita, ia “mengklaim” telah membunuh Avengers di berbagai universe dengan mudahnya.
Namun, apakah Kang convincingly terrifying sebagi Avengers-level threat? Kami berpendapat belum. Persona Thanos masih tidak terkalahkan dalam hal itu. Saat melihat Thanos, penulis yakin betul he’s the one who could screw Avengers. Sementara itu, saat melihat Kang, ia lebih seperti villain yang bisa membunuh 1-2 anggota Avengers, bukan semuanya.
Apalagi, character wise, Kang terasa seperti MCU version dari Kylo Ren. Karakterisasinya mirip, pria yang pemarah dan petulant. Ketika keinginannya tak terwujud, dia akan tantrum dan menghajar siapapun yang di dekatnya. Untungnya, sedikit spoiler, masih ada Kang-kang lainnya menanti.
Perlu digarisbawahi, Kang bukan satu-satunya villain di film ini. Ada Darren Cross (Corey Stoll) yang kembali sebagai MODOK. Namun, tipikal Marvel, MODOK hadir sebagai comic-relief. Kehadirannya tak lebih untuk bahan bercandaan mulai dari bentuk yang super aneh hingga shot ke bokongnya yang licin. Untungnya, MODOK memang beneran lucu di sini.
Bicara tipikal MCU, film ini lagi-lagi lebih seperti “episode” dibanding film yang bisa berdiri sendiri. Walhasil, bagi siapapun yang tidak mengikuti film serta serial Marvel, konten dan konteks film ini bisa terasa membingungkan. Hal itu sangat jelas ketika para karakternya sudah mulai mengucapakan segala elemen multiverse mumbo jumbo tanpa memberikan konteks yang clear kenapa hal itu begitu penting.
Pendekatan “episodik” itu lah yang penulis sebut sebagai MCU dalam wujud terburuknya. Bak tembok, Quantumania seperti menutup akses bagi penonton-penonton casual yang tak punya cukup waktu mengikuti produk-produk MCU selama ini. Padahal, idealnya, film-film MCU harus mampu berdiri sendiri namun memiliki elemen yang menegaskan mereka berada di dunia yang sama.
Jika ceritanya bagus, hal itu mungkin bisa dimaafkan. Namun, cerita Quantumania sangatlah simple, aman, tanpa puntiran-puntiran plot yang mengejutkan. Walau penulis menyebut film ini entertaining dan fun, tidak ada hal yang membuat film ini pantas dikatakan spesial. Ant-Man Quantumania is just another MCU Movie yang semakin lama semakin terasa generik, homogen, dan tidak menawarkan hal baru selain hiburan ringan.
It’s not a great start for Phase 5, but it’s an entertaining one.