Jika kita membicarakan skena tinju di Indonesia, hanya ada 2 hal atau figur yang terlintas di kepala kira, yaitu HolyWings Sport Show (tinju artis) atau atlet tinju Chris John. Tapi kita kadang melupakan salah satu sosok petinju legendaris yang tenar di antara tahun 1986-1988, seorang putra dari timur Indonesia, sang Exocet yang membuat takut lawan-lawannya, hingga kemudian menjadi juara dunia tinju pertama asal Indonesia, yaitu Ellyas Pical.
Pria yang biasa dipanggil Elly ini adalah seorang juara dunia Kelas Bantam Junior IBF asal Indonesia. Prestasi yang gemilang, kehidupan yang naik turun, serta berbagai macam drama dalam politik olahraga tinju yang terjadi saat itu, membuat Falcon Pictures bekerjasama dengan Amazon Prime Video untuk membuat series tentang perjalanan hidup sang legenda.
Miniseri ini disutradarai oleh Herwin Novianto yang sempat meledak namanya lewat film Kembang Api, serta dibintangi oleh Denny Sumargo sebagai Ellyas Pical, Christine Hakim sebagai Mama Anna, Donny Alamsyah sebagai Nico, lalu turut dimeriahkan pula oleh Darius Sinatrya sebagai promotor Boy Bolang, dan Alm. Yayu Unru sebagai Rio Tambunan.
Dari Bocah Pulau Hingga Menjadi Juara Dunia
Kehidupan Elly dimulai di tanah kelahirannya di Saparua, sebuah pulau di timur Indonesia. Sehari-hari ia harus memancing ikan dan menjualnya ke pasar untuk menyambung hidup. Elly kecil hidup berdua bersama Mama Anna dan sejak kecil pula, Elly sudah menunjukan minat dan bakatnya di dunia tinju dengan ambisi ingin menjadi seperti Muhammad Ali, juara dunia tinju kala itu.
Elly berharap bisa mengubah hidupnya dari tinju. Dengan dukungan Om Alex selaku pelatih dan mentor, Elly berhasil menjadi petinju amatir di Saparua.
Hingga saat Elly beranjak dewasa, ia memutuskan untuk ke Jakarta demi mengejar mimpinya. Di sana, ia berlatih di sasana tinju milik Rio Tambunan, kakak dari Simson Tambunan yang kelak akan menjadi manajer Elly. Dan, di sana pula ia bertemu sosok sahabat dan mentor lainnya yaitu Nico.
Kehidupan Elly di Jakarta berlangsung sederhana hingga suatu hari, sasana tempat Elly berlatih didatangi oleh seorang promotor tinju bernama Boy Bolang, dan di sinilah perjalanan karir Elly sebagai petinju profesional resmi dimulai.
Cerita yang Menggugah dan Visual yang Memukau
Cerita dari series Ellyas Pical ini menggunakan pola zero to hero yang standar dipakai pada film-film atau serial bertema olahraga. Hal ini terlihat dari bagaimana sang filmmaker menggambarkan Elly yang awalnya bukan siapa-siapa hingga menjadi superstar setelah menjadi juara dunia. Dan ceritanya pun tidaklah terlalu rumit dan friendly dengan penonton awam yang tidak paham soal olahraga tinju.
Ceritanya dideliver hingga terasa seperti Rocky-ish alias ada rasa-rasa dari franchise Rocky dan kadang begitu sudah masuk ke adegan pertandingan tinju, Elly di plot seperti tokoh utama anime Shonen yang bertarung dengan segenap kekuatan dan dengan support yang melimpah dari timnya. Plotnya disusun dengan solid dan padat dengan tetap memperhatikan akurasi sejarah dan realita sosial di era yang menjadi setting waktu cerita.
Visualnya terasa sangat megah, tidak seperti tipikal serial buatan Indonesia. Desain produksi, sinematografi, hingga adegan fighting di ring tinju, terasa sangat menggugah dan memancing adrenalin penonton untuk naik. Sisi sinematografi patut mendapat highlight di sini, terasa megah dan sulit digambarkan dengan kata-kata, saking bagusnya.
Casting yang Solid dan Elemen Diversity yang Kental
Denny Sumargo sebagai Ellyas Pical, saya harus akui beliau melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Seketika sosok Densu yang kocak dan terkenal sebagai Pebasket Sombong di Youtube luntur, tergantikan dengan sosok Ellyas Pical yang sangat berbeda dengan dirinya.
Christine Hakim sebagai aktris senior pun juga menampilkan akting yang sangat kelas, dan mampu untuk memperlihatkan sosok ibu yang bijak dan suportif. Aktor-aktor lain seperti Darius Sinatrya, Donny Alamsyah, dan alm. Yayu Unru, semua memperlihatkan akting kelas tinggi yang saya jarang lihat di film Indonesia.
Dan, karena Ellyas Pical adalah orang Saparua, tak lupa elemen-elemen seperti logat bahasa Indonesia ala timur, hingga situasi masyarakat Maluku yang didominasi oleh masyarakat Kristen turut menjadi sorotan. Sebuah cara untuk memperlihatkan secara eksplisit bahwa Indonesia bukan hanya sekedar Jawa saja, melainkan dari Sabang membentang jauh hingga Pulau Merauke. Elemen diversitynya sangat tidak dipaksakan dan bahkan bisa membaur dengan baik dengan cerita filmnya, tidak terasa out of place sama sekali.
Mengakhir review ini, Ellyas Pical sangat cocok ditonton oleh generasi Z untuk mengetahui sosok Elly pada masa jayanya. Cerita yang solid, pacing yang stabil, visual yang memanjakan mata, hingga aktor-aktris dengan skill akting kelas tinggi yang mereka tampilkan, membuat 6 jam series ini terasa worth it dan terasa sangat puas begitu penulis menyelesaikan series ini. Bisa teman-teman tonton di Prime Video.